Surat al-Muzzammil diturunkan Allah di Mekah setelah surat al-Qalam (Nûn), kecuali ayat terakhir diturunkan di Madinah. Yaitu ayat yang menasakh (menghapus) hukum wajib shalat malam kecuali bagi Nabi Muhammad saw. Surat ini tidak memiliki nama selain al-Muzammil (orang berselimut), yaitu melingkarkan kain di tubuhnya, atau berselimut di waktu malam. Surat ini diturunkan diawal–awal masa risalah beliau. Sebagai shock therapy bagi Rasul saw yang saat itu menggigil dan kemudian berselimut di waktu malam.
Allah memerintahkannya untuk bangun mengerjakan sholat malam dan bangkit menyampaikan risalah Allah, apapun resikonya.
“Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sebahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah a-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (QS. 73: 1-4)
Sholat malam adalah perintah yang diturunkan Allah, sebagai pembekalan efektif bagi da’i dan nabi supaya menjadi tangguh dan kuat dalam menghadapi tantangan yang tidak ringan. Shalat Malam atau yang sering dikenal dengan qiyâmullail merupakan bentuk pembekalan yang efektif dan penguatan mental seorang nabi atau dai. Ada perlawanan terhadap keinginan hawa nafsu untuk beristirahat di malam hari itu. Saat orang sedang menikmati tidur nyenyaknya sambil bersembunyi di balik selimutnya, Allah memerintahkan untuk melawannya dengan perintah Bangunlah! Untuk melaksanakan qiyamulail. Dan Allah memberikan perkiraan waktu yang ideal untuk latihan penguatan mental ini dari sejak al-laila yang berarti seluruh malam, kecuali sedikit. kemudian dinasakh dengan ayat ke 20 dengan sebagian malam.
Setelah itu, diperintahkan juga untuk menartilkan bacaan al-Qur’an. Selain bertujuan untuk bisa dipahami dengan mudah, juga supaya lebih terasa dan memungkinkan untuk dijiwai. Yaitu bacaan yang dibaca dengan pelan–pelan sehingga memberi hak yang cukup dalam mengartikulasikan bacaan huruf-huruf al-Qur’an.
Mengenai alasan betapa pentingnya malam bagi seorang nabi juga para da’i. Allah menegaskannya di ayat keenam dan tujuh. “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (supaya khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)”. (QS.73: 6-7)
Dengan suasana yang hening akan membantu seseorang dan memudahkannya dalam mengatur suasana hatinya supaya sesuai dengan ritme bacaan al-Qur’an yang dibacanya. Sehingga hati bisa mengikuti gerak mulut. Sementara di waktu siang, kondisi seperti ini sangat langka untuk didapatkan. Karena banyak urusan dan orang tergesa–gesa dalam urusannya. Kata “as-sabhu” aslinya berjalan cepat di dalam air. Untuk mengambarkan betapa sulitnya kondisi dalam kesibukan. Ini kiasan untuk orang yang berpergian dan banyak urusannya.
Setelah itu, tugas yang berat pun tidak akan membebani atau menjadi tanggungan yang berlebihan. Karena pemikul amanahnya benar-benar telah siap. Baik dalam menerima atau menyampaikan risalah, ataupun menanggung resiko yang akan ditemuinya sebagai konsekuensi dakwah tersebut. ’’sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.’’(QS.73:5) Qatadah berpendapat, yang dimaksud dalam ayat ini adalah hukum-hukum Allah. Sebagian ahli tafsir yang lainnya menerjemahkannya dengan janji dan ancaman Allah.
‘’Sebutlah nama tuhanmu, dan beribadahlah kepadanya dengan penuh ketekunan.’’(QS.73:8)
Tugas berat selain di atas, perlu penambahan bekal lagi, yaitu dengan berzikir. Dengan senantiasa mengingat Allah akan menguatkan mental Rasulullah SAW dalam menjalankan misi risalahnya. Dengan berzikir, kita akan semakin mengenal Allah. Semakin menetapkan keimanan dan keyakinan kita sebagai penerus risalah Nabi saw. Itulah yang dikehendaki Allah dalam membekali kekasihnya, Muhammad saw.
‘’(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah dia sebagai Pelindung’’. (QS.73:9)
Karena zikir merupakan salah satu sumber kekuatan seorang mukmin dalam kondisi apapun. Senada dengan pesan arif Ibnu ‘Athaillah as-Sakandary, ‘’Jangan tinggalkan berzikir sebab kelalaianmu saat berzikir. Semoga Allah berkenan mengangkat derajatmu dari zikir yang penuh dengan kelalaian menuju zikir yang penuh kesadaran. Dan dari zikir yang penuh kesadaran menuju zikir yang disemangati oleh kehadiran-Nya menuju zikir yang meniadakan segala sesuatu selain-Nya. Dan yang demikian itu bagi Allah bukanlah merupakan sesuatu yang sulit.”. Hanya tinggal kita membiasakannya dan mau terus berusaha melakukannya. (Dr. Saiful Bahri, MA)