Berlebaran Dengan Ampunan

  • Sumo

Bahagia dan berduka. Mungkin dua kata ini bercampur menjadi satu ketika seorang muslim merayakan idul fitri. Dia merasa bahagia karena bisa menunaikan puasa sebulan penuh dibulan Ramadhan dan mengoptimalkan rentetan ibadah lainnya seperti Shalat  tarawih, I’tikaf, baca al Quran , sedekah dan lain sebagainya. Di sisi lain dia pun berduka karena moment-moment “kemesraan” dengan Allah dibulan suci ini telah usai. Kenangan indah dalam suasana ibadah bersama orang-orang sholeh menambah kesediaan dalam hatinya. Terbayang betapa antusiasnya kaum muslimin baik yang tua maupun yang muda, yang remaja maupun yang dewasa bahkan anak-anak kecil ikut meramaikan masjid sebagai pusat syiar islam ini. Tak ayal suasana religius ini membuat setiap muslim tenggelam dalam cinta kepada Allah, dan berharap agar sang Khaliq mengampuni dosa-dosanya dan memberi tambahan keberkahan dalam hidupnya.

                Ampunan Allah adalah harapan terbesar seorang mukmin sejati. Dosa-dosa yang menumpuk memunculkan rasa takut dan penyesalan dalam hidupnya. Maka ketika Allah menjanjikan pembebasan dosa di bulan Ramadhan maka semangatnya semakin membara untuk meraihnya. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa (di Bulan) Ramadhan (dalam kondisi) keimanan dan mengharapkan (pahala), maka dia akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu” (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau juga bersabda:  “Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan ampunan dan pemaafan dari Allah SWT adalah muatan doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada istrinya Aisyah ummul mukminin Radhiyallahuanha ketika bertanya kepada beliau : ”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku). (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

                Adalah sebuah kerugian yang sangat besar apabila Allah mengharamkan maghfirah  (ampunan) atas diri kita padahal kita telah memasuki melewati bulan Ramadhan yang mulia.  Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang namaku disebut, lalu dia tidak bershalawat atasku, Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang datang kepadanya Ramadhan kemudian bulan tersebut berlalu sebelum diampuni untuknya (dosa-dosanya), Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang mendapati kedua orangtuanya lalu keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga”. (HR. Tirmidzi). Maksud dari : “Sungguh sangat terhina dan rendah” ini adalah sebuah ungkapan yang menunjukkan kepada kiasan tentang puncaknya kehinaan dan kerendahan seseorang karena dia tidak menggunakan kesempatan sebaik-baiknya. Sungguh terhina seseorang yang mengetahui bahwa, kalau dia menahan dirinya dari hawa nafsu selama sebulan pada setiap tahun, dan mengerjakan apa yang diwajibkan baginya yaitu berupa puasa dan shalat tarawih, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu, tetapi dia malah meremehkan dan tidak beribadah (sebagaimana mestinya), sampai selesai dan berlalu bulan tersebut. Maka siapa yang mendapati kesempatan yang sangat besar ini, yaitu dengan mengerjakannya karena iman dan mengharapkan pahala, maka Allah akan memuliakannya, sedangkan yang tidak mengagungkan-Nya maka Allah akan menghinakan dan merendahkannya”. (Lihat kitab Faidh Al Qadir Syarh Al Jami’ Ash Shaghir, karya Al Munawi).

Setelah melihat pemaparan diatas, kegembiraan dan kebahagiaan  berlebaran serta merayakan idul fitri menjadi hampa dan kosong apabila status kita belum berubah  dari status “ pendosa” menjadi “terampuni”. Penyebabnya boleh jadi karena kelalaian dan kefasikan kita yang mendominasi jiwa dan ruh kita sehingga Ramadhan ini sangat tidak bermakna dan tidak mampu mensupport ketaatan dan amal shalih. Atau kita sudah maksimal dalam menunaikan segala bentuk ibadah akan tetapi ampunan yang kita harapkan ternyata terhijab oleh dosa-dosa yang kita lakukan.

                Seorang Dai mesir yang sangat populer dengan tulisan-tulisannya tentang Tazkiyatunnafs (Penyucian hati), Dr. Kholid Abu Syadi menyebutkan dalam salah satu makalahny 4  Penghalang ampunan Allah:

Pertama : Perbuatan Syirik

                Kesyirikan adalah sebuah kedholiman yang sangat  besar.  Barang siapa mati dalam kondisi sebagai seorang musyrik maka kenestapaan dan kecelakaan abadi akan menaunginya. Tidak akan ada kasih sayang Allah bagi orang yang mengagungkan dan menyamakan Allah dengan makhluk. Ampunan Allah diharamkan atasnya. Maka neraka jahannam akan menjadi tempat mukim selamanya. Pantas saja Luqman mewanti-wanti anaknya yang masih kecil agar tidak terjerumus kepada kesyirikan.  Allah berfirman  yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”(QS An-Nisaa: 48). Dalam ayat yang lain Allah berfirman yang artinya: “Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, wahai anakku janganlah kamu mempersekutukan (syirik) kepada Allah dan sesungguhnya syirik itu merupakan kezaliman yang paling besar.” (QS. Luqman: 13).

Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dosa apa yang paling besar? Beliau berkata: (Yaitu) kamu mengadakan tandingan bagi Allah padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Para Nabi dan orang shalih saja berdoa agar ia dan keturunannya dijauhkan dari kesyrikian, Mari kita lihat teladan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, beliau berusaha menjaga keluarganya dari praktek kesyirikan dan menjaga agar selalu bertauhid. Beliau berdakwah tauhid kepada bapaknya:  “Ingatlah ketika ia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?”. (QS.Maryam: 42). Beliau juga berdakwah dan berdoa agar dirinya dan anak keturuan beliau dijauhkan dari kesyirikan; “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata,”Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35). Maka kesyirikan adalah sebuah dosa yang tidak terampuni apabila seorang manusia mati belum sempat bertobat. Maka hendaknya kita banyak berdoa sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada Mu dari berbuat kesyirikan ketika aku mengetahuinya dan aku memohon ampunan Mu ketika aku tidak mengetahuinya”. (HR. Bukhari).

Kedua: Berseteru dan menyimpan kedengkian dan kebencian dengan  sesama muslim

                Diantara kesempurnaan iman seseorang adalah cinta dan membangun loyalitas dengan sesama muslim. Tidak boleh kita bermusuhan , menyimpan dendam atau merusak kehormatannya. Ampunan Allah diharamkan kepada orang yang menyimpan benih-benih permusuhan dan kedengkian terhadap sesama muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis, maka diampunilah seluruh hamba yang tidak berbuat kesyirikan sama sekali. Kecuali seseorang yang ada permusuhan dengan saudaranya, maka dikatakan : Tangguhkanlah (ampunan bagi) kedua orang ini, tundalah (ampunan bagi) kedua orang ini hingga mereka berdua berdamai”.  (HR Muslim). Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu, jangan saling menjauhi, dan jangan sebagian kalian membeli diatas pembelian yang lain.  Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.  Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya, enggan membelanya, membohonginya dan menghinanya.  Takwa itu di sini—Rasul menunjuk dada beliau tiga kali. Keburukan paling keterlaluan seseorang adalah ia menghina saudaranya yang Muslim.  Setiap Muslim atas Muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya (HR Muslim dan Ahmad).

Sungguh mahal arti sebuah Ukhuwwah atau persahabatan dengan sesama muslim. Cinta kita terhadap mereka adalah keimanan dan kebencian kita terhadap mereka adalah kekufuran. Allah mengajarkan doa supaya kita terbebas dari penyakit hasad dan dengki dalam firman Nya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” ( QS. Al-Hasyr: 10).

Ketiga : Makan harta Haram

                Makanan adalah sumber energi untuk beraktifitas salah satunya adalah beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala.  Apabila seorang hamba mengkonsumsi barang yang haram kemudian istighfar atau mohon ampun kepada Allah bagaimana Allah akan mengampuni dosa-dosanya .  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang mukmin sebagaimana Allah memerintahkan kepada para utusan. Maka Allah berfirman, “Wahai Rasul, makanlah dari yang baik dan beramal sholeh sesungguhnya Saya Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan. Kemudian firman, “Wahai orang beriman makanlah dari yang baik dari apa yang diberikan rezki kepada kamu semua. Kemudian disebutkan seseorang lama bepergian, kumal dan berdebu. Mengangkat kedua tangannya ke langit serta mengatakan Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku. Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan mengkonsumsi yang haram. Bagaimana akan dikabulkan hal itu.”( QS. Muslim)

                Maka berhati-hatilah kita dalam memasukkan makanan ke mulut kita atau memberi nafkah kepada Istri dan anak-anak agar segala doa dan permohonan ampun kita di kabulkan oleh Allah.

Keempat : Maksiat terang-terangan.

                Boleh dikatakan pada zaman sekarang maksiat sudah sangat jelas terorganisir dan terstruktur rapi dimasyarakat. Rasa malu sudah menjadi barang mahal kecuali hamba yang dirahmati Allah. Bahkan kadang kemaksiatan menjadi tend di segala tingkatan dari kalangan muda-mudi sampai golongan orang tua dan di demontrasikan didepan umum dengan penuh kebanggaan. padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis berikut ini mengingatkan : Dari Salim bin Abdullah, dia berkata, Aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu’ anhu bercerita bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan yang termasuk terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi hari dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut, yang mana dia berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap perbuatannya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah tersebut.”(HR. Bukhari dan Muslim) (materi khutbah Idul Fitri 1438 oleh ust. Fathurrahman Masrukan, MA, Ketua IKADI Surabaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.