Bolehkah Ada Jedah Dalam Puasa Dawud

  • Sumo

Ada seseorang yang bertanya seputar puasa: assalamualaikum warahmatullahi wabaraakatuh, Ustadz, apakah puasa Daud itu tidak boleh ada jeda? Misalnya tiap hari Ahad tidak bisa puasa, atau tiap bulan ada dua hari yang tidak puasa karena melakukan perjalanan jauh. Terimakasih atas jawabannya Jazakallaahu Khoiron.

Jawaban ustadz: waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du. Puasa Dawud adalah salah satu bentuk puasa sunnah dengan cara selang seling sehari berpuasa dan sehari berbuka (tidak berpuasa). Dan ini merupakan bentuk puasa maksimal yang disyariatkan dan disunnahkan dalam Islam. Maka tidak disyariatkan dan tidak disunnahkan seseorang berpuasa lebih dari itu, misalnya dengan berpuasa dua hari dan berbuka sehari, atau apalagi sampai puasa tiap hari berturut-turut sepanjang tahun, yang tegas-tegas dilarang dalam beberapa riwayat hadits.

Sedangkan istilah puasa Dawud diambil dari nama Nabi Dawud ‘alaihis-salam, karena beliaulah yang mempraktekkan cara puasa tersebut. Ketika menasehati sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “(Jika ingin lebih lagi) maka berpuasalah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah cara puasa Nabi Dawud ‘alaihis-salam , dan itu merupakan puasa yang paling sempurna (paling afdhal}. Tidak ada lagi puasa yang lebih afdhal dari itu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Puasa Dawud adalah puasa sunnah yang dalam praktek pelaksanaannya terserah pada niat, keinginan dan kesiapan setiap muslim yang mau melaksanakannya, dengan tanpa disertai adanya syarat-syarat tertentu atau batasan masa tertentu yang mengikat. Misalnya minimal harus sebulan, atau harus setahun, atau harus sepanjang hidup. Tidak ada ketentuan dan pembatasan seperti itu atau yang lainnya. Maka kapanpun seseorang ingin berpuasa Dawud, maka ia bebas melakukannya, mulai kapan dan sampai kapan, itu semua tergantung pada kesiapan yang bersangkutan, niat dan keinginannya (tentu saja selain pada hari-hari larangan berpuasa). Dan seandainya seseorang telah menunaikannya selama beberapa waktu, lalu ia ingin memutus atau menghentikannya, baik karena ada alasan atau udzur tertentu atau bahkan tanpa alasan sekalipun, maka itu semua boleh dilakukan.

Mungkin satu-satunya batasan dalam hal ini adalah jika yang bersangkutan mewajibkan puasa Dawud itu atas dirinya dengan nadzar misalnya, dan ia menetapkan batasan waktu tertentu , misalnya selama sebulan, dalam nadzarnya tersebut. Maka dalam kondisi ini yang bersangkutan terikat dengan batasan yang ia telah tetapkan dalam nadzarnya itu, dan tidak boleh menyalahinya. Tapi sebabnya adalah karena faktor nadzar dan bukan karena faktor puasa Dawud.

Wallahu a’lam, wa Huwal-Haadi ilaa sawaa-issabiil.

Sumber: https://konsultasisyariah.net/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.