Zakat disamping sebagai bukti penghambaan (‘ubudiyah) setiap mukmin/mukminah kepada Allah, sarana taqarrub (pendekatan diri) kepada-Nya, dan wasilah pengharapan pahala serta beragam rahmat dari-Nya, setiap ketentuan syareat Islam ditetapkan juga untuk menjadi solusi bagi persoalan dan permasalahan kehidupan manusia. Oleh karena itu, seharusnya kaum muslimin, berkat syereat Islam yang luar biasa solutif, adalah ummat terbaik yang tampil dalam hidup ini dengan tanpa masalah yang berarti, atau yang paling minim masalahnya, dan bahkan yang senantiasa siap memberikan solusi bagi berbagai persoalan ummat lain! Namun fakta dan realitanya saat ini, justru sebaliknya. Dimana beragam permasalahan besar dan problematika berat masih selalu menyerimpung serta mengepung dari segala penjuru. Sampai-sampai sebagiannya bahkan hampir tidak ada yang tahu secara pasti, bagaimana cara ummat bisa lepas darinya! Dan tentu saja, itu semua gara-gara kebanyakan aturan atau tuntunan syareat Islam masih berupa wacana, konsep dan teori yang tersimpan rapi di dalam kitab-kitab dan buku-buku para ulama semata, dan belum terterjemahkan sebagaimana laiknya di dalam kehidupan nyata!
Demikianlah dengan syareat zakat. Andai rukun Islam ketiga ini bisa tertunaikan dengan baik, potensinya tergali dengan optimal dan sistemnya terkelola sebagaimana mestinya sesuai konsep idealnya, niscayalah ia benar-benar cukup jitu dan cespleng sebagai penuntas problematika kemiskinan Ummat berikut beragam problematika lain yang menjadi dampaknya! Namun yang terjadi, sebagaimana aspek-aspek ajaran Islam yang lain, realitanya masih sangat jauh dari idealitanya. Bahkan seperti yang tertuang dalam taujih sebelumnya, khusus syareat zakat, masalah tidak hanya terbatas bahwa, ia baru berada di level teori, konsep dan wacana saja. Melainkan malah masih lebih jauh dari itu. Karena sekadar sebagai teori dan konseppun mayoritas muslimin juga masih belum menyadari dan menguasainya, sebagai akibat masih lemahnya sosialisasi terhadapnya, tentu saja disamping banyak faktor lainnya pula.
Ya, kebanyakan kita mungkin belum sadar bahwa, ternyata potensi zakat saja, belum ditambah infak dan sedekah sunnah serta yang semacam lainnya, sangatlah besar dan dahsyat sekali. Coba kita ambil contoh Indonesia misalnya, sebagai negara muslim terbesar di dunia. Berapa kira-kira potensi zakatnya andai terhimpun semuanya atau minimal mayoritasnya? Mari kita tengok dan cermati bersama. Ketua umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Prof. DR. Didin Hafidhuddin, dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa, potensi zakat di Indonesia sebear Rp. 217 triliun. Bahkan mungkin saja bisa lebih besar dari itu. Karena pada tahun lalu saja, salah seorang pengurus Forum Zakat (FOZ) Indonesia, Sri Adi Bramasetia, sudah menyatakan bahwa, potensi zakat Indonesia, dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, bisa mencapai nilai Rp. 300 triliun pertahun. Tentu sebuah angka yang mencengangkan, bukan? Lalu berapa yang telah berhasil terhimpun dan terkelola selama ini? Belum didapat data yang pasti, namun yang jelas masih sangat jauh sekali. Karena dari potensi yang demikian besar itu, yang sementara berhasil dihimpun dan dikelola, baik melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) maupun berbagai Lembaga Amil Zakat (LAZ) resmi, diperkirakan baru berada di kisaran kurang lebih 1,5 %. Tentu saja sebuah kesenjangan yang masih sangat jauh sekali! Lalu bagaimana dengan potensi zakat dunia Islam? Tentu sangat sulit sekali untuk kita bisa mengetahui data riilnya. Namun sekadar sebagai gambaran kasar, barangkali apa yang pernah diungkapkan oleh Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qardhawi hafidzahullah beberapa tahun yang lalu bisa sedikit mewakili. Ya, beliau pernah menyatakan bahwa, seandainya para muslimin aghniya’ (orang-orang kaya) di negara-negara Teluk benar-benar membayar zakat atas harta tak terhitung yang dikaruniakan Allah kepada mereka, ya sekali lagi zakat saja tanpa infak dan sedekah sunnah, niscaya dana yang terhimpun sudah cukup, tidak hanya untuk mengkayakan seluruh muslimin fakir di negara-negara itu saja, melainkan juga cukup untuk menutup kebutuhan seluruh negara muslim miskin di dunia! Subhanallah! Lalu bagaimana jika muslimin aghniya’ di dunia berzakat semuanya bahkan ditambah infak, sedekah dan wakaf juga? Ya tentu saja insyaallah akan terulang kondisi seperti yang terjadi pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah yang hanya berumur 2,5 tahun, dimana setelah dana zakat terhimpun, para amil berkeliling kemana-mana untuk mencari fakir miskin yang berhak dan mau menerima bagiannya dari zakat, namun mereka gagal menemukannya!
Rupanya saat ini kita masih harus bermimpi bagi terulangnya masa kesejahteraan penuh barakah sebagai dampak pasti dari tertunaikannya syareat zakat dan syareat-syareat Islam yang lainnya seperti itu! Akan tetapi, setidaknya, semoga saja kontribusi positif dan peran aktif kita semua sebagai amil dan amilah hari ini, meskipun bersifat temporal, bisa menjadi bagian penting dari seribu satu langkah kongkrit ke arah realisasi mimpi indah itu! Semoga! Aamiin! (H. Ahmad Mudzoffar Jufri)