Dzikrul Maut

  • Sumo

Saudaraku, Ketika nafas mulai tersengal. Ketika nyawa sedang meregang. Itulah saat pintu taubat ditutup untuk selamanya. Dan kita akan mulai memasuki gerbang kehidupan baru. Sementara suami/istri, anak dan keluarga serta kerabat yang menangis dan merintih disisi kita, yang sedang dalam kesedihan yang mendalam, tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan kita  dari jemputan Malaikat Maut. Wahai jiwa-jiwa yang lalai. Wahai hati yang keras membatu. Sudahkah kita mengetahui tempat seperti apa yang kelak kita akan tinggali? Sudahkah kita memikirkan semua itu? Sudahkah kita mempersiapkan bekal menuju perjalanan panjang itu?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” (Muttafaq ‘alaih). Saudaraku, Sudahkah datang kepada kita semua khabar kematian kita? Kapan dan dimanakah tempatnya? Seperti apakah kondisi kita kala itu? Demi Allah, kita tidak tahu dan kita tidak akan pernah tahu. Jadi, kenapa kita harus tunda taubat kita? Kenapa kita harus tunda perbaikan diri kita? Kenapa kita harus tunda persiapan perbekalan kita?Apakah ketika kita setelah sudah benar-benar mengetahui perih dan pedihnya sakaratul maut, baru kita akan meminta waktu kepada Rabb untuk bertaubat?

Saudaraku, Ketika kita telah menghuni liang lahat, maka itulah rumah kita. Kafan yang berharga murah dan tidak bermerk, tanpa label itulah pakaian terbaru kita. Sementara simpanan harta, rumah, mobil, suami/isteri dan anak-anak kita. Semua akan kita tinggalkan dan menjadi tak berarti apa-apa !  Cobalah kita bayangkan jasad ini. setelah nanti terkubur selama tiga hari, seminggu, sebulan. Kala itu, tubuh kita telah menjadi makanan lezat bagi cacing dan ulat belatung, kafan kita terkoyak, mereka masuk ke dalam tulang kita, menikmati daging kita, memutus anggota tubuh kita, merobek sendi-sendi kita, melelehkan biji mata kita. Itulah kesudahan kita, yaitu kesudahan makhluk-makhluk bernyawa yang tidak cukup perbekalannya!

Saudaraku. Cukuplah kematian menjadi peringatan dan nasihat bagi kita Semua. Cukuplah kematian menjadikan hati ini bersedih, menjadikan mata ini menangis, menjadi ajang perpisahan dengan orang-orang yang kita cintai dan menjadi pemutus segala kenikmatan duniawi kita.  Saudaraku, Setiap hela nafas kita menjadi langkah maju menuju kematian. Maka janganlah menunggu ‘nanti’ untuk bertaubat. Janganlah menunggu ‘nanti’ untuk berbekal diri. Tapi bersegeralah, karena kita tidak pernah akan tahu sudah sedekat apa kematian itu.

Yaa Rabb. Janganlah Engkau meng-adzab kami ya Allah. Sesungguhnya kami mengakui dosa-dosa kami yang begitu banyak sepanjang hidup ini. Yaa Rabb. Manusia mengira kami orang baik-baik. Padahal sungguh kami benar-benar manusia terburuk, maka apalah jadinya diri kami bila dosa-dosa ini tidak Engkau ampuni ya Allah. “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS.7:23)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.