Fiqih I’tikaf

  • Sumo

Secara bahasa  I’tikaf  berarti menetap, mengurung diri atau menahan diri. Sedangkan menurut pengertian syar’i  I’tikaf yaitu  menetapnya seorang muslim/muslimah  yang berakal sehat yang tidak sedang berhadats besar  di dalam masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah  dengan cara-cara tertentu. Para ulama Islam telah sepakat, bahwa i’tikaf adalah salah satu bentuk ketaatan dan taqarrub  (mendekatkan diri) kepada Allah yang sangat dianjurkan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, khususnya di bulan Ramadhan. Dan mengenai hukum i’tikaf, para ulama membaginya menjadi dua macam yaitu wajib dan sunnah. I’tikaf wajib ialah i’tikaf yang disertai dengan nadzar, hal itu disebabkan karena menepati nadzar itu adalah wajib. Sedangkan I’tikaf sunnah ialah i’tikaf yang dilakukan oleh seorang muslim secara sukarela dalam rangka bertaqarrub kepada Allah dan dalam rangka berqudwah pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Sementara i’tikaf dibulan Ramadhan khususnya disepuluh akhir hukumnya adalah sunnah muakkadah

 

I’tikaf wajib harus dilaksanakan sesuai dengan nadzar yang telah diucapkan. Sedangkan i’tikaf sunnah, tidak ada batasan waktu tertentu untuk pelaksanaannya, seberapapun lamanya seseorang berada di masjid untuk menetap dalam batas yang wajar (yakni yang cukup untuk dikatakan sebagai menetap) dengan  niat untuk i’tikaf, maka hukumnya sah sebagai i’tikaf yang insya Allah berpahala, selama ia tetap berada dalam masjid

Bagi yang beri’tikaf, maka kapanpun ia masuk masjid dengan niat untuk i’tikaf, maka sejak saat itu berarti ia telah mulai i’tikaf sampai ia keluar dari masjid. Adapun yang hendak beri’tikaf selama sepuluh akhir romadhan, maka seyogyanya ia mulai masuk masjid sebelum waktu terbenamnya matahari pada hari kedua puluh ramadhan, dan meng-akhirinya dengan keluar dari masjid setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan tersebut

Yang dianjurkan selama melaksanakan I’tikaf yaitu: Banyak melakukan ibadah sunnah seperti shalat, tilawah Qur’an, bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, beristighfar, berdo’a dan bentuk-bentuk ketaatan lain. Kemudian Mengkaji ilmu dan mengikuti kajian ilmu-ilmu syar’i. Dan seyogyanya melakukan ibadah-ibadah tersebut dengan sendiri

Yang dimakruhkan dalam i’tikaf adalah Banyak melakukan hal-hal yang tidak terkait dengan kepentingan i’tikaf. Kemudian kanyak berkumpul untuk bersenda gurau dan semacamnya. Selama i’tikaf diperbolehkan: Menemui keluarga yang menjenguk. Keluar masjid untuk melakukan keperluan yang tidak mungkin untuk dihindarkan. Juga diperbolehkan makan, minum dan tidur di dalam masjid dengan keharusan untuk menjaga kebersihan dan kerapiannya. Sedangkan yang membetalkan i’tikaf adalah Keluar dari masjid dengan sengaja tanpa ada keperluan seperti yang tersebut diatas. Kemudian melakukan hubungan suami istri. Hilangnya akal karena mabuk atau gila. Kemudian Haidh atau nifas serta Murtad.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.