Hakekat Syukur Dan Sabar

  • Sumo

Ungkapan rasa syukur yang dilakukan baginda Rasululah shalallahu ‘alaihi wasallam seperti yang diceritakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘Anha yang merasa heran dengan qiyamul lail Beliau. Beliau melakukannya hingga kedua kaki beliau bengkak. Dengan nada takjub dan penuh tanda tanya, Aisyah berkata, “Engkau masih berbuat seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa silammu dan dosa-dosamu pada masa mendatang.” Rasulullah SAW bersabda, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW memahami syukur dengan ibadahnya yang luar biasa. Menurut beliau, syukur ialah upaya seluruh organ tubuh untuk mengerjakan apa saja yang diridhai oleh Sang pemberi nikmat yaitu Allah SWT. Seluruh makna syukur ini dirangkum Ibnu Al-Qayyim dengan perkataannya, “Syukur ialah terlihatnya tanda-tanda nikmat Allah pada lidah hamba-Nya dalam bentuk pujian, dalam hatinya dalam bentuk cinta kepada-Nya, dan pada organ tubuh dalam bentuk taat dan tunduk kepada-Nya.”

Bentuk konkrit syukur ialah lidah tidak menyanjung selain Allah SWT. dan di hati tidak ada kekasih kecuali Dia. Kalaupun seseorang mencintai orang lain, ia mencintainya karena Allah. Lalu cinta ini dialihkan ke organ tubuh, kemudian seluruh organ tubuh mengerjakan apa saja yang diperintahkan kekasih (Allah) dan menjauhi apa saja yang Dia larang. Itulah figur orang bersyukur sejati.

Seorang muslim setelah menjadi kaya, semestinya akan ingat bagaimana kondisi dirinya saat miskin. Ia mesti ingat hari-hari saat ia berada dalam ujian sehingga ruang geraknya terbatas kemudian dia berubah menjadi bebas dengan harta di tangannya. Atau ibarat perjalanan ditengah lautan, kemudian Allah SWT menyelamatkannya dari badai itu. Maka ia akan sangat bersyukur demikianlah, ia ingat nikmat-nikmat seperti itu, lalu ditindak-lanjuti dengan bersyukur dengan perilakunya menyesuaikan dengan kehendak Allah SWT.

Mengakui bahwa hanya Allah SWT saja yang memberi nikmat  pada diri kita. Nikmat yang diperoleh bukan karena karena keahlian, atau pengalaman, atau usaha, atau jabatan, atau status sosial, atau kekuatan kita. Ketika Qarun mengklaim nikmat pada dirinya murni ia peroleh karena ilmunya, maka Allah SWT menenggelamkannya beserta istananya ke dalam bumi. Maka jika seseorang menyadari dan mengakui nikmat pada dirinya berasal dari Allah SWT, otomatis ia menyanjung dan bersyukur kepada-Nya. Maka ia menggunakan nikmat-nikmat tersebu untuk beribadah kepada Allah SWT seperti yang dicontohkan oleh bagin Nabi Muhammad SAW.

Meskipun kita tengah dihadapkan dengan beberapa ujian dari Allah, kita harus tetap bersyukur atas banyaknya nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri memerintahkan kepada umatnya agar banyak bersyukur. Karena Rasa syukur akan mengurangi tekanan kecemasan dalam jiwa. Hati kian jadi lapang. Segala karunia yang ada akan selalu membawa keberkahan. Lalu wajah menjadi lebih menarik, berseri dan memancarkan ketenangan dan kedamaian. Dan rasa syukur menjadikan hati kita tidak gampang terlukai oleh pernak-pernik kehidupan yang kebanyakan manusia gampang tersakiti karenanya.

Rasulullah saw membimbing kita agar setiap usai shalat memohon kepada Allah agar membantu kita memiliki rasa syukur ini. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Rasulullah saw pada suatu hari meraih tangan Mu’adz bin Jabal kemudian bersabda, “Hai Mu’adz, aku mencintaimu.” Mu’adz bin Jabal berkata kepada beliau, “Engkau lebih aku muliakan melebihi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah! Saya juga mencintai Tuan.” Lalu Rasulullah saw bersabda, “Aku berwasiat kepadamu, wahai Mu’adz! Jangan kau tinggalkan setiap usai shalat untuk berdoa:

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik.”

Pengertian sabar  dari segi bahasa berarti menahan dan menghalangi. Selaras dengan itu, pengertian dari segi syar’i sabar berarti menahan nafsu dari letupan-letupan emosi  yang bisa mengarah ada banyak kesalahan. Menghalangi fisik dari hal-hal di luar kontrol, menahan pendapat agar jauh dari penyimpangan–penyimpangan syar’i dan tenang  menghadapi ujian serta merasa cukup pada saat dia fakir dengan terus mencari peluang pekerjaan. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa sabar itu adalah menerima ujian dengan etika dan sikap yang baik. Ada juga yang menerangkan bahwa sabar adalah orang yang menghadapi ujian tanpa mengeluh. Sementara Imam Junaid menjawab ketika ditanya tentang pengertian sabar, ”Sabar ialah ketika seseorang ditimpa kepedihan tetapi tidak cemberut.”

Kesimpulan dari berbagai pendapat tersebut, sabar merupakan akhlak yang utama diantara akhlak-akhlak yang harus dimiliki oleh setiap manusia, karena kesabaran akan menjaga seseorang dari perbuatan yang tidak baik dan dari perbuatan yang tidak pantas. Kesabaran benar-benar merupakan kekuatan jiwa seseorang, yang dengan kekuatannya semua urusan akan menjadi baik dan lurus. Dengan kesabaran, semua keadaan akan terasa menenteramkan. Segala kondisi akan menjadi motivasi dan inovasi yang positif. Setiap suasana yang dilalui selalu saja menjadi sarana  untuk meraup banyak kebaikan.

Salah seorang sahabat Rasulullah saw yang mulia, Said bin Jubair menyatakan: “Sabar itu meyakinkan setiap orang bahwa apa yang menimpanya semuanya datang dari Allah, kemudian dia serahkan semuanya kepada Allah dengan berharap pahala dari-Nya”. Suatu hari sorang yang shalih  melihat seseorang mengeluh kepada temannya, lalu dia berkata kepadanya: “Demi Allah, semoga bertambah keluhanmu kalau engkau mengeluh kepada orang yang tidak akan mampu memberimu rahmat”.

Perlu diketahui, keluhan itu ada dua macam. Pertama, mengeluh kepada Allah. Ini masih termasuk dalam lingkaran kesabaran. Dan justru akan memperteguh kesabaran dalam jiwa karena adanya husnuzhan, harapan baik bahkan kekuatan bertahan ketika sedang menjalani kesusahan. Seperti keluhan Nabi Ya’kub as. kepada Allah: “Hanya kepada Allah aku mengeluhkan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak ketahui.” (QS. Yusuf: 82)

Kedua, mengeluh dengan secara spontan mengucapkan kata-kata yang tidak layak atau tercela, seperti: ”wah kok begini”, “kurang ajar”, “percuma berdoa sekian lama kalau ternyata hasilnya begini”, “ternyata yang tidak shalat keadaannya lebih baik” dan lain-lain.  Keluhan seperti ini jelas tidak termasuk dalam kategori sabar bahkan bertolak belakang dengan makna kesabaran . Segala keadaan yang kita lalui sebenarnya merupakan saat-saat yang menentukan untuk menumbuhkan kekuatan sabar. Karena itu, berusahalah menahan emosi buruk dan berupaya memandang segala penderitaan dengan kacamata kepasrahan kepada Allah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.