Pertanyaan: Mohon berikan nasihat untuk saya sebagai kakak tertua, dan mendapati kabar dari orang tua, tentang adik bungsu saya yang masih SMA kedapatan hamil di luar nikah dengan pacarnya. Adik kami sangat manja bahkan tidak bisa mengurus diri sendiri (tidak matang), sedangkan pacarmya disuruh datang ke orangtua saya, dia tidak pernah mau datang. tapi masih berhubungan dengan adik kami. Apa kami harus menikahkan, karna adik kami ingin dinikahkan. Mereka ingin membesarkan anak mereka bersama. dan berharap kami mempercayai mereka dalam membangun rumah tangga. tapi kami ragu akan masa depan adik kami dan bayinya (takut adik kami tidak bisa membesarkan dan mendidik anak, di tambah melihat pacarnya yang tidak berani menghadap keluarga kami tapi masih berhubungan dengan adik kami, kami takut dia bukan pria yang bisa bertanggung jawab untuk keluarganya dan kami takutkan pernikahnya akan berakhir perceraian dimna adik dan ananknya yang berakhir menjadi korban).
Jawaban: Mensikapi kehamilan di luar nikah adik anda, dapat kami berikan saran: Sebaiknya anda menikahkan adik anda dengan pacarnya itu. Dengan pertimbangan:
- Hal itu lebih baik daripada bayi dalam kandungan itu terlahir tanpa ada status pernikahan ayah dan ibunya. Menjadi anak zina. Status anak zina itu akan melekat padanya dan akan menjadi bahan bullyan dan ejekan ketika dia dewasa dan diketahui sebagai anak zina yang diasuh oleh orang yang bukan orangtuanya. Mungkin saat ini status anak itu masih bisa disembunyikan, tapi suatu saat nanti pasti akan terbuka juga status aslinya. Apalagi jika anak yang terlahir nanti berjenis kelamin perempuan. Dimana ayah angkat tidak berhak menikahkan anak angkatnya. Pihak KUA akan menanyakan hubungan anak itu dengan oarngtua asuhnya. Orang tua asuh harus menjawab dengan yang sebenarnya. Jika orangtua asuh menyembunyikan status dan hubungan anak itu dan dirinya, akan berdampak tidak sahnya pernikahan.
- Yang lebih berhak menikahi pezina adalah pezina juga. Menikahkan mereka menjadi solusi agar terhindar dari status anak zina yang akan memberatkan beban anak tersebut dikemudian hari.
اَلزَّانِيْ لَا يَنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ مُشْرِكَةً ۖوَّالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَآ اِلَّا زَانٍ اَوْ مُشْرِكٌۚ وَحُرِّمَ ذٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ
Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.
- Jika anda khawatir adik anda tidak mampu menunaikan hak dan kewajibannya dalam berkeluarga, karena anda nilai dia masih belum mampu berkeluarga, maka seharusnya kekhawatiran itu menjadi motivasi anda dan orang tua untuk membantunya mendidik dan mendampinginya setelah mereka nanti menikah. Dan baru dilepas untuk mandiri setekah memiliki kemampuan. Dalam kultur orang Indonesia masih memungkinkan anak dan menantu serumah dengan orang tua, dan orang tua ikut membantu pengasuhan cucunya.
- Islam melarang adopsi. Rasulullah pernah mengadopsi Zaid anak dari Haritsah, biasa dipanggil dengan Zaid bin Haritsah. Karena telah diadopsi oleh nabi Muhammad saw, maka setelah itu dipanggil Zaid bin Muhammad. Maka turunlah ayat yang melarang adopsi. Allah berfirman;
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ؛ ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: “Dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil pada sisi Allah. Dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu (hamba sahayamu). Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab [33]: 4-5)
- Islam melarang memisahkan anak dari orangtuanya. Jika anak yang dalam kandungan itu lahir, kemudian diasuh/diadopsi oleh orang lain dengan paksa. Maka hal itu adalah tindakan memisahkan orangtua dari anaknya. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Barang siapa yang memisahkan antara ibu dengan anaknya, niscaya Allah akan memisahkan antara dia dan orang-orang yang dicintainya kelak di hari kiamat”. (HR. Tirmidziy dari Abu Ayyub Radhiyallahu ‘Anhu. Tirmidziy berkata hadits ini hasan gharib. Adapun al-Albaniy menyatakan hadits ini hasan)
- Lebih baik menikahkan keduanya dengan kesiapan menanggung segala konsekwensinya. Hal itu lebih ringan resikonya di dunia dan akhirat.
Demikian yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab. (Amin Syukroni, Lc)
Sumber: www.konsultasisyariah.net