Dalam kehidupan berlaku hukum pergiliran. Seperti kemenangan dan kekalahan, kejayaan dan keruntuhan. Semuanya telah Allah subhanahu wata’ala pergilirkan dalam kehidupan manusia. Semuanya adalah ujian. Allah swt hendak menguji kesungguhan (mujahadah), keimanan dan amal manusia. Allah hendak membedakan antara orang beriman dan orang kafir sekaligus memberi pelajaran kepada manusia. Sunnah ini berlaku secara pribadi, suatu kaum maupun imperium.
Ingatlah kisah Nabi Yusuf As. Dari masa penuh dekapan kasih sayang kedua orangtuanya, kemudian dimasukkan ke sumur oleh saudara-saudaranya. Ditemukan serombongan manusia, kemudian dijual pasar budak, dibeli seorang pembesar Mesir, kemudian dipenjara, dan pada akhirnya berhasil menjadi pembesar di Mesir serta kemudian memaafkan saudara-saudaranya bahkan menolongnya.
Allah subhnahu wata’ala berfirman: Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim. ( QS. Ali Imran : 140 )
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menafsirkan ayat diatas: Dan di antara hikmah lain adalah bahwa dunia ini telah Allah berikan kepada orang yang beriman dan orang kafir, orang baik dan orang jahat. Begitulah Allah menggilir hari (masa kejayaan dan keruntuhan) di antara manusia, hari ini untuk kelompok itu dan hari yang lain untuk kelompok lainnya, karena negeri dunia ini musnah dan fana, hal ini tentunya berbeda dengan negeri akhirat, karena negeri itu khusus bagi orang-orang yang beriman.
Dan supaya Allah swt membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir).” Ini juga di antara hikmah-hikmahnya, yaitu bahwa Allah swt menguji hamba-hambaNya dengan kekalahan dan musibah, agar nampak jelas antara Mukmin dan munafik. Karena bila kemenangan itu selalu bersama kaum Mukminin dalam seluruh peperangannya, niscaya akan masuk ke dalam Islam orang-orang yang tidak menginginkannya, namun apabila terjadi beberapa bentuk cobaan pada beberapa peperangan mereka, niscaya akan jelaslah seorang Mukmin hakiki yang menghendaki Islam, baik dalam kondisi susah dan senang, sulit dan lapang dari orang yang tidak demikian, “dan supaya sebagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) syuhada (orang-orang yang mati syahid).” Hal ini juga merupakan hikmah, Karena syahid di sisi Allah adalah termasuk derajat yang paling tinggi, dan tidak ada jalan untuk memperolehnya kecuali dengan memperoleh sebab-sebabnya. (BS)