Istri Pergi Saat Hamil

  • Sumo

Pertanyaan: Istri siri meninggalkan suami saat hamil masa kandungan bulan keempat. Setelah bulan ke 9 dan mau melahirkan baru mengabari suaminya.  Apakah si suami ini tetap mendatangi istri saat proses melahirkan? Apakah otomatis sudah termasuk sah bercerai kala istri meninggalkan suaminya selama 5 bulan?  Apakah 5 bulan termasuk masa Iddah jika ini dianggap sudah sah bercerai? Apakah suami ini tetap wajib memberikan nafkah?

Jawaban: Ketika istri meninggalkan suami selama 5 bulan tanpa diketahui keberadaanya oleh suaminya dan baru diketahui setelah 5 bulan kemudian, tidak otomatis jatuh talak. Karena jatuhnya talak atau perpisahan dapat terjadi jika suami menjatuhkan talak dan atau ketika istri melakukan gugatan cerai/khulu’. Dan pada kasus yang anda sampaikan diatas keduanya tidak terjadi.Karena masih terikat pernikahan maka hukum suami dan istri tetap berlaku kepada keduanya. Jika istri tidak melaksanakan kewajibannya selama dia pergi,maka dia berdosa.

Menanggapi pertanyaan yang anda ajukan, dapat kami berikan tanggapan seperti berikut:

  1. Suami sebaiknya menghadiri dan mendatangi kelahiran kadungan istrinya dan memenuhi kebutuhan istrinya. Suami berlaku baik kepada istrinya, apalagi dia dalam kondisi mau melahirkan. Istri berhak mendapatkan perlakuan yang baik dari suaminya. Allah swt berfirman:

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا ١٩

“….Dan bergaullah dengan mereka(istri-istri) menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS. An-Nisa [4]: ayat 19).

‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

 “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku” [HR. At Tirmidzi)

  1. Suami wajib menafkahi istrinya. Karena istri yang pergi dari rumah itu masih sah sebagai istrinya. Kecuali jika suaminya telah menceraikannya. Karena itu dia berhak atas nafkahnya. Allah swt berfiman:

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Tholaq: 7).

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf” (QS. Al Baqarah: 233)

Demikian yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab. (Amin Syukroni, Lc)

Sumber: www.konsultasisyariah.net

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.