Assalammu’alaikum wr. wb.Saat ini istri saya dan saya sedang mengalami perselisihan karena istri tidak mau kami tinggal di rumah orangtua saya, padahal saya tidak tinggal satu atap dengan orangtua, namun masih satu lingkungan. Sejak sebelum menikah istri sudah ditawari untuk tinggal disini dan sudah menyetujui, tetapi entah kenapa setelah 10 bulan istri tidak mau tinggal disini lagi, dan istri juga membeberkan semua masalah rumah tangga ke keluarganya, padahal hal seperti ini dilarang oleh agama. Mohon sarannya Ustadz/Ustadzah Terima kasih.
Wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu. Ketika wanita telah menjadi istri bagi seorang laki-laki, maka dia wajib taat kepada suaminya melebihi ketaatannya kepada orang tuanya. Kalau seandainya sujud kepada sesama manusia diperbolehkan,maka akan diperintahkan istri sujud kepada suaminya. Rasulullah bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi)
Seorang istri harus mau tinggal di tempat tinggal yang sediakan oleh suaminya. Allah berfirman:
اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَیْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ…
Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).
Seorang istri yang tidak mau menuruti perintah suami, membangkang perintahnya adalah istri yang melakukan nusyuz. Allah memberi arahan dalam menghadapi istri yang melakukan nusyuz atau pembangkangan agar dia kembali lurus. Allah berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Maha-besar.” (An-Nisaa: 34)
Tahapan mengubah wanita yang melakukan nusyuz:
- Memberi nasehat.
Berikan nasehat kepada istri anda agar dia mau tinggal di rumah yang sudah anda sediakan. Berikan alasan yang membuat anda dan dia harus tinggal di rumah sendiri. Lakukan musyarah dan diskusi. Jika anda tidak bisa menasehati atau nasehat anda kurang diperhatikan,anda bisa meminta tolong kepada orang lain untuk menasehatinya.
- Meninggalkan istri dari ranjang.
Jika nasehat yang cukup sudah diberikan, tapi belum mau menerima ajakan anda dan masih tetap membangkang,maka langkah selanjutnya adalah hijr atau boikot dan meninggalkannya tidur sendirian. Jangan tidur satu ranjang dengannya, sebagai hukuman moral atas pembangkangannya. Jangan menyakiti secara fisik maupun secara lisan. Teguran lisan melalui nasehat sudah dijalankan,selanjutnya diberikan hukuman moral atau psikis. Sesungguhnya hal itu cukup berat bagi istri. Hijr juga bisa dilakukan dalam bentuk boikot bicara atau tidak melayani hubungan badan.
Hal yang harus diperhatikan dalam hijr jangan sampai terbaca oleh anak-anak. Karena hal itu akan berdampak buruk kepada mereka. Dan boikot ini hanya dilakukan di dalam rumah saja. Rasulullah bersabda:
وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr selain di rumah” (HR. Abu Daud )
Terkait lamanya melakukan hijr tidak ada batas yang ditetapkan, bisa tiga hari atau satu bulan atau sampai mau taat kembali.
Jika tahap ketiga tidak mempan, maka ambil langkah ketiga yaitu memberi hukuman fisik dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Pukulan ini bukan untuk menyakiti istri tapi memberi isyarat tegas atas pembangkangannya itu. Bukan pukulan yang memberi bekas di kulit, seperti memar atau berdarah dan tidak boleh memukul pada bagian wajah. Rasulullah saw bersabda:
وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ. فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas” (HR. Muslim ).
Demikian yang bisa disampaikan semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab. (Amin Syukroni, Lc)
Sumber: konsultasisyariah.net