Setidak-tidaknya ada tiga alasan mengapa pensucian jiwa itu penting. Alasan pertama, karena pensucian jiwa merupakan salah satu diantara tugas Rasulullah saw diutus kepada umatnya. Allah subhanahu wataala berfirman dalam surat Al-Jumu’ah ayat 2: “Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Senada dengan itu, Allah swt juga berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 151: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” Dari kedua ayat diatas, kita bisa mengetahui bahwa tugas Rasulullah saw ada tiga. Pertama, tilawatul aayaat: membacakan ayat-ayat Allah (Al-Qur’an). Kedua, tazkiyatun nafs: menyucikan jiwa. Dan ketiga, ta’limul kitaab wal hikmah: mengajarkan kitabullah dan hikmah.
Jelaslah bahwa salah satu diantara tiga tugas Rasulullah saw adalah tazkiyatun nafs “menyucikan jiwa”. Tazkiyatun nafs itu sendiri identik dengan penyempurnaan akhlaq, yang dalam hal ini Rasulullah saw bersabda tentang misi beliau diutus: “Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”
Alasan kedua pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena tazkiyatun nafs merupakan sebab keberuntungan (al-falah). Dan ini ditegaskan oleh Allah SWT setelah bersumpah 11 kali secara berturut-turut, yang tidaklah Allah bersumpah sebanyak ini secara berturut-turut kecuali hanya di satu tempat, yaitu dalam Al Qur’an surat Asy-Syams ayat: 1-10: “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Kemudian alasan ketiga pentingnya pensucian jiwa adalah, karena perumpamaan pensucian jiwa adalah seperti membersihkan dan mengisi gelas. Jika gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang bening, airnya akan berubah menjadi kotor. Dan meskipun diisi dengan minuman yang lezat, tidak akan ada yang mau minum karena kotor. Tetapi jika gelasnya bersih, diisi dengan air yang bening akan tetap bening. Bahkan bisa diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik: teh, sirup, jus, dan sebagainya.
Demikian pula dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-kebaikan. Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak siap menampung kebaikan-kebaikan sebagaimana gelas kotor yang tidak siap disi dengan minuman yang baik dan lezat.
Sarana-sarana Penyucian Jiwa
Untuk melakukan tazkiyatun nafs, yang meliputi takhalliy (membersihkan jiwa kita dari akhlaq yang tercela) dan tahalliy (menghiasi jiwa kita dengan akhlaq yang terpuji), kita memerlukan berbagai macam cara atau sarana (wasail), yang kita sebut sebagai wasailut tazkiyah “sarana-sarana penyucian jiwa”. Apakah sarana-sarana itu?
Sarana-sarana itu tidak lain adalah ibadah-ibadah kita: sholat, shaum, zakat dan infaq, haji, membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan sebagainya. Semua bentuk ibadah tersebut merupakan wasailut tazkiyah – membersihkan jiwa dan menumbuhkan akhlaq yang terpuji. Sebagai gambaran singkat bagaimana ibadah-ibadah kita bisa membersihkan jiwa kita, mendidik jiwa kita, dan menumbuhkan akhlaq yang terpuji, mari kita lihat hakikat ibadah-ibadah tersebut.
Tentang sholat, Allah swt berkata, “Dan tegakkanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (QS Al-Ankabut: 45). Ternyata, hikmah diperintahkannya sholat adalah untuk mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar, yang dengan kata lain berarti membangun akhlaq kita.Tentang puasa (shaum), Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang selama berpuasa tidak mampu menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang buruk serta keji, maka Allah sama sekali tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Al-Bukhari). Beginilah hakikat puasa, yang tidak lain adalah menahan nafsu kita, dalam rangka untuk menyucikan nafsu kita dan membangun akhlaq kita.
Tentang zakat, Allah swt berfirman, “Ambillah dari harta benda mereka bagian zakatnya untuk membersihkan harta benda mereka dan untuk menyucikan jiwa mereka.” (QS At-Taubah: 103). Inilah ternyata hikmah dari zakat, yaitu untuk membersihkan harta kita, membersihkan jiwa kita dari sifat kikir dan menumbuhkan sifat dermawan.
Bahkan tentang infaq dan sedekah secara umum, Allah swt berfirman, “Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan dirinya.” (QS Al-Lail: 18). Jelas sekali dalam ayat ini ditegaskan bahwa hikmah berinfaq dan bersedekah adalah untuk membersihkan diri, menyucikan jiwa.
Kemudian tentang haji, Allah swt berfirman, “Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu (yakni bulan-bulan haji) akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata keji dan jorok), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS Al-Baqarah: 197). Subhanallah, ternyata ibadah hajipun didesain untuk bisa melatih kita mengendalikan hawa nafsu kita, dalam rangka untuk menyucikan jiwa kita dan membangun akhlaq kita.
Demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain, tidak lain merupakan wasailut tazkiyah, seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan sebagainya. Semua bentuk ibadah tersebut akan membersihkan jiwa dan menumbuhkan akhlaq yang terpuji.