Memaknai Idul Fitri

  • Sumo

Hari raya Idul Fitri akan hadir kembali sebagai penutup ibadah puasa Ramadhan tahun 1443 Hijriyah ini, sebagaimana ia selalu hadir setiap tahun. Kaum muslimin pun tentu telah bersiap-siap dengan penuh kegembiraan dan keceriaan untuk menyambut dan merayakannya.  Idul Fitri dan Idul Adha adalah dua hari raya dalam Islam yang ditetapkan langsung oleh Allah sebagai pengganti hari-hari raya yang pernah dikenal oleh masyarakat Arab sebelum Islam datang (HR An-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibnu Hibban).

Idul Fitri merupakan salah satu hari dan syi’ar Allah yang harus kita sambut dan rayakan dengan sikap penuh rasa ibadah, pemuliaan dan pengagungan – dalam batas-batas koridor syar’i – sebagai bukti ketaqwaan hati kita. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu termasuk ketaqwaan hati” (QS Al-Hajj : 32). Dan sebaliknya kita tidak boleh mengagungkan hari-hari raya yang tidak termasuk syi’ar Allah dan tidak ada dalam ketentuan syariat Islam.

Semua kita bergembira dan bersuka ria saat menyambut Idul Fitri. Memang, dibenarkan dan bahkan disunnahkan kita merayakan Idul Fitri dengan hal-hal yang menyenangkan dan menggembirakan, termasuk misalnya dengan tampilan beragam permainan yang syar’i. Tapi yang perlu menjadi perenungan dan introspeksi kita adalah bahwa kegembiraan yang kita rasakan merupakan buah syukur kita kepada Allah yang telah mengkaruniakan taufiq kepada kita untuk mengoptimalkan pengistimewaan Ramadhan dengan amal-amal yang serba istimewa, dalam rangka menggapai taqwa. Dan bukan kegembiraan yang muncul karena merasa telah lepas dari Ramadhan yang disikapi sebagai bulan beban yang mengekang dan membelenggu.

Dalam menyambut Idul Fitri, disunnahkan bagi kita untuk banyak mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih dan tahmid sebagai bentuk penegasan dan pembaharuan deklarasi iman dan tauhid. Itu berarti bahwa identitas iman dan tauhid harus selalu kita perbaharui dan kita tunjukkan, termasuk dalam momen-momen kegembiraan dan perayaan, dimana biasanya justru kebanyakan orang lalai dari berdzikir dan mengingat Allah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.