Memberi Nafkah Orang Tua

  • Sumo

Ada seseorang bertanya kepada ustadz: “Assalamu’alaikum,  Maaf Pak Ustadz, saya mau bertanya soal menafkahi orangtua yang sudah tidak bekerja lagi. Setiap bulan, saya dan ke 5 saudara saya memberikan jatah bulanan berupa uang untuk kedua orangtua dan insyaallah cukuplah untuk makan sehari2. Dan jika orangtua sakit maka kamipun mengobati beliau. Yang membuat saya bingung adalah, jika saya membelikan susu untuk anak saya yang berusia 9 tahun, maka orangtua saya seperti nelangsa kepingin dibelikan juga. Padahal saya membeli susu untuk anak saya karena anak saya susah sekali makannya jadi butuh asupan tambahan selain makanan sedang orangtua saya masih doyan makan apa saja.

Jika saya membeli madu untuk anak dan orangtua, maka orangtua cepat sekali menghabiskannya. Sedang saya berfikiran kalau madu itu bisa untuk 1 bulan dan lebih dkhususkan untuk anak saya yang masih kecil dan susah makannya. Saya bukannya pelit, hanya saya juga harus menghitung keuangan saya dikarenakan saya juga mempunyai tanggung jawab besar terhadap anak saya. Akhirnya saya tidak membelikan anak saya susu dan madu karena harus doble2 biayanya dan tidak bisa untuk stok 1 bulan. Apakah pemikiran saya ini salah?? Yang menandakan saya pelit kepada orangtua sendiri sedang saya juga harus membiayai adik saya yang kuliah S1 dan itu tidak sedikit jumlahnya. Lebih kurangnya saya ucapkan terima kasih.

Ustadz menjawab: Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh. Seorang Muslim ber-kewajiban menafkahi  istri dan anak-anaknya, dan  juga berkewajiban menafkahi orang tuanya jika keduanya miskin; tidak punya harta dan pekerjaan yang mencukupi kebutuhannya. Ibnul Mundzir berkata: “Para ulama sepakat, menafkahi kedua orang tua yang miskin yang tidak punya pekerjaan dan tidak punya harta merupakan kewajiban yang ada dalam harta anak, baik kedua orang tua itu muslim atau kafir, baik anak itu laki-laki atau perempuan.”

Beliau mendasarkannya kepada firman Allah Ta’ala,

وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15) di antaranya melalui nafkah dan pemberian yang membuat mereka senang.

 

Jika ia mampu menafkahi semuanya secara keseluruhan maka ia wajib melakukannya. Jika tidak mampu –karena hartanya sedikit atau penghasilannya tidak mencukupi- maka ia wajib mendahulukan nafkah istri dan anak-anaknya atas selain mereka.

 

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Mulailah bershadaqah dengannya untuk dirimu sendiri. Jika masih ada sisanya, maka untuk keluargamu. Jika masih ada sisanya, maka untuk kerabatmu. Dan jika masih ada sisanya, maka untuk orang-orang di sekitarmu.” (HR. Muslim)

 

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan bersedekah. Lalu ada seseorang yang  berkata, “Wahai Rasulullah, aku punya dinar.” Beliau bersabda, “Sedekahkanlah untuk dirimu.” Ia berkata, “Aku masih punya yang lain.” Beliau bersabda, “Sedekahkanlah untuk istrimu.” Ia berkata, “Aku masih punya yang lain.” Beliau bersabda, “Sedekahkanlah untuk orang tuamu.” Ia berkata, “Aku masih punya yang lain.” Beliau bersabda, “Sedekahkanlah untuk pembantumu.” Ia berkata, “Aku masih punya yang lain.” Beliau bersabda, “Kamu lebih tahu”.” (HR. Abu Dawud dan Al-Nasai, ini lafadz Abu Dawud. Dihassankan Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 895)

 

Dengan penjelasan tersebut diatas dan dengan memperhatikan tanggungjawab anda dan kondisi ekonomi anda yang untuk sementara waktu belum bisa untuk mencukupi kebutuhan anak dan orang tua sekaligus, maka apa yang anda lakukan selama ini in syaa Allah tidak salah.

 

Demikian, semoga Allah berkenan untuk melapang rizqi anda dan berkenan untuk memberikan kemudahan, taufiq dan ridho-Nya. Wallahu a’lam bishshawaab. Wassalaamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.