Al-Qur’an menjelaskan pentingnya kita selalu membersihan jiwa kita (tazkiyatun nafs). Karena hal tersebut adalah salah satu misi diutusnya Nabi Muhammad saw. Sebagaimana firman Allah SWT yang ada dalam Al Qur’an surat Al Jumu’ah ayat 2 yang artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang Nyata.”
Pembacaan dan pengajaran suatu ilmu belum akan bermanfaat sepenuhnya bila tidak diiringi dengan proses pembersihan jiwa. Kemanfaatan pengetahuan dan ilmu seseorang juga ditentukan oleh bersih tidaknya jiwanya. Jika jiwanya kotor, betapa pun tinggi ilmunya, justru bisa menjadi penyebab kerusakan dan kehancuran. Sebaliknya, bila ilmu dipegang oleh orang yang berjiwa bersih, maka pastilah banyak kemaslahatan dan kemanfataan yang dilahirkannya. Darinya akan terpancar berbagai bentuk kebaikan dan kebajikan
Jiwa manusia adalah tempat pertempuran antara potensi kedurhakaan (fujur) dan ketaatan (taqwa), antara bisikan dan godaan keburukan dan bisikan-bisikan kebaikan. Dengan demikian, setiap manusia, siapa pun juga dia adanya, pastilah mengalami problematika internal di dalam jiwanya. Hal ini dikarenakan setan yang menunggangi hawa nafsu buruknya, senantiasa berusaha mengajak kepada kedurhakaan dan kesesatan. Firman Allah SWT: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams : 7-10)
Dari Ibnu Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya setan selalu memberikan bisikan pada anak Adam, begitu pula malaikat. Adapun bisikan setan (kepada manusia) mengajak untuk mengulangi perbuatan yang buruk dan mendustakan kebenaran, sedangkan bisikan malaikat mengajak untuk mengulangi perbuatan yang baik dan membenarkan kebenaran. Barangsiapa yang mendapati sesuatu di dalam dirinya (bisikan dari malaikat), maka sesungguhnya hal itu datangnya dari Allah, dan hendaknya dia memuji-Nya, dan siapa yang mendapati selain dari itu, maka hendaklah ia berlindung dari setan.” Kemudian, Rasulullah membacakan ayat ke-268 dari surah al-Baqarah.“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.”
Kebahagiaan sesungguhnya berada pada hati. Hal itu tidak bisa dipungkiri siapa pun juga. Sebab, rasa dan merasakan adalah aspek abstrak berupa segala rasa suka, cita, senang, dan bahagia yang ada dan bergetar dalam jiwa seseorang. Aspek materi bisa jadi memberikan semua rasa itu pada hati, namun bukan semuanya. Betapa banyaknya orang yang sangat berkecukupan dalam hal materi, namun jiwanya merana, sengsara, dan frustasi. Oleh karena itu, kunci kebahagaian hati dan jiwa ada pada sejauh mana kedekatannya dengan Penciptanya, yaitu Allah SWT, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya.“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d : 28)