Pertanyaan: saya pernah menjumpai orang yang mengatakan bahwa setiap sholat yang tidak dikerjakan wajib diganti/diqadha. Contohnya saya baru mulai rajin mengerjakan sholat 5 waktu saat saya mulai masuk kuliah sekitar umur 17 tahun. Jika diasumsikan saya sudah akil baligh di umur 10 tahun maka sholat saya yang bolong-bolong selama 7 tahun itu wajib diganti. Apakah benar begitu ustadz? Atau adakah cara lain untuk mengganti sholat yang tidak saya kerjakan itu?
Jawaban: Shalat adalah salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu kewajiban bagi seorang muslim semenjak ia sudah beranjak akil baligh, karenanya wajib bagi orang yang sudah baligh untuk melaksanakan shalat dan mengqadha shalat yang pernah ditinggalkan, walaupun penyebab meninggalkan shalat ini dikarenakan adanya udzur, seperti yang dijelaskan dalam hadits:
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa lupa shalat atau tertidur hingga meninggalkan shalat maka tebusannya adalah melaksanakan shalat tersebut ketika ia ingat.” (HR. Muslim)
Jika meninggalkan shalat karena udzur saja wajib untuk mengqadha, maka shalat yang ditinggalkan dengan kesengajaan jelas lebih wajib untuk diqadha. Bahkan mengqadha shalat ini sudah menjadi konsensus (ijma’) para ulama dari empat mazhab fiqih. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Fiqh al-Manhaji:
وقد اتفق جمهور العلماء من مختلف المذاهب على أن تارك الصلاة يكلف بقضائها، سواء تركها نسياناً أم عمداً، مع الفارق التالي: وهو أن التارك لها بعذر كنسيان أونوم لايأثم، ولا يجب عليه المبادرة إلى قضائها فوراً، أما التارك لها بغيرعذر- أي عمداً – فيجب عليه – مع حصول الإثم – المبادرة إلى قضائها
“Mayoritas ulama dari berbagai madzhab sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dituntut untuk mengqadla-nya, baik meninggalkan shalat karena lupa ataupun sengaja, perbedaanya adalah: jika orang yang meninggalkan shalat karena udzur, seperti karena faktor lupa atau tertidur maka ia tidak berdosa, dan ia diwajibkan mengqadla-nya sesegera mungkin, sedangkan bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadla-nya.” (Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i [Surabaya: Al-Fithrah, 2000], juz I, hal. 110)
Demikian, semoga Allah berkenan untuk memberikan kemudahan, taufiq dan ridho-Nya. Wallahu a’lam bishshawaab- (Agung Cahyadi, MA)
Sumber: www.konsultasisyariah.net