Allah subhanahu wata’ala menciptakan alam semesta berupa langit dan bumi untuk menjadikan manusia optimal dalam tugas penghambaannya. Dunia disiapkan untuk menjadi modal dan lahan amal shalih bagi manusia dalam rangka meraih kebahagiaan dan kemuliaan hidup hingga menjadi bekal masuk syurga. Maka dalam Islam tidak ada dikotomi (pemisahan) urusan dunia dan akhirat, karena dunia akan berlanjut dan bersambung ke akhirat.
Allah swt berfirman: Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapatkan) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar. Itu adalah keberuntungan yang besar.”(QS. At Taubah: 72)
Keindahan dan kenikmatan surga yang Allah janjikan tersebut setelah di akhirat, di dunia kita bisa merasakan nikmatnya surga dengan melakukan beberapa hal yang dilakukan oleh penduduk surga. Karena kebaikan, keindahan, kebahagiaan, dan kenikmatan tidak pernah dilarang oleh Allah di dunia sebagaimana doa, “Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzabannar” (Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah : 201).
Ibnu Katsir memberi makna “hasanah fii dunya” dengan segala keinginan dan kebutuhan dunia seperti kesehatan, tempat yang nyaman, pasangan yang baik, rizki yang banyak, ilmu yang bermanfaat, dan perbuatan yang baik. Kenikmatan, kenyamanan, kebahagiaan yang tidak dilarang oleh Allah adalah yang tidak bertentangan dengan hukum-hukum Allah, sedangkan kebahagiaan, kenyamanan, dan kenikmatan yang dirasakan indah tetapi bertentangan dengan ajaran Islam adalah kenikmatan semu belaka, menipu, dan pada akhirnya hanyalah fatamorgana, tidak akan menemukan kekekalannya.
Seseorang yang melakukan apa yang dilakukan ahli Surga akhirat, maka ia akan merasakan Surga dunia seperti :
- Membuat suasana aman dan nyaman, dengan berbaik sangka (huznudzan) kepada orang lain, tidak sombong, tidak hasad dan tidak dengki.
- Membiasakan diri berbuat baik kepada orang lain.
- Menjaga kerukunan dan kedamaian.
- Menjaga keindahan hidup dengan berkata indah, bersikap indah dan bersyukur atas indahnya alam.
- Merasa cukup (qona’ah) dengan rejeki yang sudah diberikan oleh Allah.
- Menyandarkan diri kepada Allah (tawakal)
- Memperbanyak senyum dan menebarkan salam.
Kehidupan seperti inilah yang dimaknai kebahagiaan di dunia (hasanah fi dunya), surga dunia sebelum surga di akhirat nanti (hasanah fil akhirah). Salah seorang ulama salaf berkata :“Sungguh kasihan orang-orang yang mencintai dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini“, maka ada yang bertanya : “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini ?“
Ulama ini menjawab : “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berdzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.” (Ighaatsatul Lahfaan 1/72 oleh Ibnu Qayyim).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :“Sungguh di dunia terdapat Surga, barangsiapa belum masuk ke dalam Surga di dunia, maka dia tidak akan masuk Surga di akhirat nanti.“
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata :“Maha suci (Allah) yang telah memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya (yang shalih) Surga-Nya (di dunia) sebelum mereka bertemu dengan-Nya (di akhirat) dan Dia membukakan untuk mereka pintu-pintu Surga-Nya di negeri (tempat) beramal (dunia), sehingga mereka bisa merasakan kesejukan dan keharumannya, yang itu (semua) menjadikan mereka (termotivasi untuk) mencurahkan kemampuan mereka untuk meraihnya dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya” (Al-Waabilus Shayyib hal 70).Selamat berlomba untuk menikmati surga dunia sebelum surga akhirat. Suratno_Ikadi_Kab.Madiun 310302023