Mensikapi Ihktilaf Dalam Fiqih

  • Sumo

Fenomena perbedaan pendapat dalam fiqih atau yang disebut ikhtilaf  telah lama terjadi dalam sejarah perjalanan umat Islam. Oleh karenanya umat Islam tidak boleh berpecah belah karena gara-gara adanya perbedaan dalam masalah fiqih. Di kalangan ulama dan ahli fiqih fenomena perbedaan pendapat dalam fiqh Islam adalah fenomena yang wajar dan sudah jamak terjadi. Hal tersebut terjadi karena dua hal: Yang pertama karena tabiat dari teks-teks syar’i  yang menjadi landasan dalam menentukan hukum itu dengan berbagai ragam kesimpulan dan penafsirannya. Yang kedua adalah tabiat akal manusia yang berbeda-beda dalam menyimpulkan teks-teks syar’i. Oleh karenanya fenomena perbedaan pendapat dalam fiqh Islam adalah fenomena klasik dan merupakan fenomena yang diakui keberadaannya sepanjang sejarah.

Ada beberapa sebab sehingga terjadinya perbedaan pendapat dalam fiqih. Diantaranya; 1.  Perbedaan dalam menentukan  benar  dan  tidaknya hadits. 2.  Perbedaan tentang  sampai  atau tidaknya hadits kepada fuqoha. 3.Perbedaan pendapat dalam meng-interpretasikan/memahami teks-teks syar’i. 4.  Perbedaan pendapat dalam  mensikapi suatu masalah, bila dalam masalah tersebut terdapat  dua dalil syar’i  yang seakan-akan bertentangan. Dan ke 5.  Perbedaan pendapat dalam  menentukan  salah satu sumber hukum Islam. Adapun cara mensikapi perbedaan pendapat dalam fiqih diantaranya adalah ;

  1. Menjauhkan hawa nafsu, buruk sangka dan fanatisme golongan/madzhab.
  2. Memahami dengan benar dan mewarisi etika dan sikap para ulama salaf dalam ber-ikhtilaf, dengan menganggapnya sebagai suatu yang wajar bila ikhtilaf tersebut terjadi antar fuqoha.
  3. Seyogyanya tidak memberikan fatwa dalam masalah ijtihadiyah, kecuali dengan cara meriwayatkannya.
  4. Mengedepankan masalah-masalah prinsip yang telah disepakati atas masalah-masalah ijtihadiyah yang masih diperselisihkan.
  5. Tidak saling mengingkari dalam masalah- masalah ijtihadiyah.

    6  Untuk praktik pribadi, sebaiknya memilih sikap yang berhati-hati untuk menghindari ikhtilaf, sementara untuk kemaslahatan umum, diutamakan memilih sikap toleransi.

  1.   Dalam mengikuti pendapat mujtahid, seyogyanya dengan mengetahui dalilnya.
  2. Ketika mengikuti pendapat yang rojih/lebih kuat, setelah mengkaji berdasarkan metodologi ilmiyah yang benar, seyogyanya menjelaskan kepada yang lain dalam rangka mendakwainya dan bukan untuk mengingkarinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.