Sungguh beruntung orang-orang yang berupaya untuk terus menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Setiap detik waktu yang bergulir mereka jadikan sebagai momentum untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lalu, sekaligus memacu diri untuk melaksanakan amal salih. Bagi mereka waktu adalah aset paling berharga yang menempa diri mereka menjadi pribadi yang lebih baik, karena mereka meyakini bahwa waktu adalah kehidupan, al-waqtu huwal hayah. Dalam rentang waktu yang tersedia mereka bekerja dan berikhtiar untuk ditakar nilai diri mereka di hadapan Allah kelak. Oleh sebab itu mereka menghargai waktu lebih dari apapun. Datangnya bulan Muharam menjadi tanda perguliran waktu dari tahun yang telah lalu menuju tahun yang baru.
Momentum ini menjadi salah satu pengingat bahwa waktu terus berjalan menuju ujung kehidupan kita. Maka sudah sepantasnya kita berbenah dan berbekal; memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kekurangan di masa lalu. Kemudian mendorong diri untuk melakukan banyak kebaikan hari ini sekaligus merancangnya untuk hari-hari ke depan. Dalam upaya itu setidaknya ada dua hal yang dapat kita lakukan:
Yang pertama; Melepaskan Beban-beban Dosa
Upaya perbaikan harus kita mulai dengan membersihkan diri kita dari dosa-dosa yang telah lalu. Kembali (Inabah) kepada kesejatian diri sebagai hamba Allah yang tunduk kepada-Nya. Diawali dengan muhasabah dan mengingat kembali hari-hari yang telah kita lalui; adakah kewajiban yang pernah kita abaikan atau larangan Allah yang pernah kita langgar. Setelah itu kita berupaya untuk memperbaikinya dengan mengganti kewajiban-kewajiban yang pernah ditinggalkan dan memperbanyak amal shalih agar dapat menghapuskan kesalahan-kesalahan. Allah Swt berfirman: Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. (Q.s. Hud: 114). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: Dan iringilah keburukan dengan kebaikan, maka kebaikan itu akan menghapuskan keburukan. (H.r. Tirmidzi).
Dengan dihapuskannya dosa-dosa, maka perjalanan menuju penghambaan kepada Allah akan semakin ringan. Sebab, sebagaimana yang diungkapkan Imam Al-Ghazali, dosa pada hakikatnya adalah beban. Seringkali perjalanan seorang hamba di atas jalan kebaikan terasa berat disebabkan banyaknya dosa. Maka berharaplah dosa-dosa kita diampuni oleh Allah dengan kesungguhan taubat agar perjalanan kita menuju pribadi yang lebih baik dapat dilalui tanpa beban-beban yang menghambat.
Yang kedua; Memacu Diri dalam Kebaikan
Setelah terlepas dari beban-beban dosa, seorang hamba dapat melangkah lebih ringan di atas jalan kebaikan. Ibadah pun terasa lebih mudah untuk dilakukan. Pada kondisi ini sudah saatnya kita memacu diri untuk melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya. Bersegera dalam kebaikan, bahkan jika perlu berlomba dalam kebaikan bersama orang-orang shalih yang ada di sekitar kita.
Dalam kondisi yang ideal seorang mukmin sejatinya adalah orang yang tidak pernah puas untuk selalu berbuat baik. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: Seorang mukmin tidak akan pernah kenyang berbuat baik sampai dia berakhir di surga. (H.r. Tirmidzi). Demikian pula Utsman bin Affan pernah mengatakan: Seandainya hati kalian bersih, pastilah (hati tersebut) tidak akan kenyang dari firman Allah.
Dengan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan, sesungguhnya kita sedang berpacu dengan waktu yang terus berjalan. Tidak ada lagi waktu untuk berleha-leha yang dapat melalaikan kita dari kewajiban, karena sungguh kewajiban kita jauh lebih banyak dari waktu yang kita miliki. Oleh sebab itu Allah telah memerintahkan kepada kita, “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Q.s. Al-Insyirah: 7-8).
Dari ayat itu kita memahami bahwa perguliran waktu bagi seorang mukmin adalah perpindahan dari satu kebaikan ke kebaikan lainnya. Seluruh waktunya dipenuhi dengan berbagai kebaikan. Inilah obsesi kita; menjadi yang terbaik di hadapan Allah. Namun terkadang kita memerlukan cambuk yang mampu memacu diri untuk bersemangat dalam kebaikan. Maka, gunakanlah harapan (raja`) dan rasa takut (khauf) kepada Allah sebagai pelecut semangat kita untuk berbuat baik. Mari perteguh obsesi kita untuk mendapatkan keridhaan Allah dan kenikmatan surga-Nya. Dan mari ciutkan nyali kita di hadapan murka dan kemarahan-Nya.
Semoga dengan hadirnya tahun baru menjadikan kita bersemangat untuk memperbaiki diri dan umat. Sekaligus menggelorakan obsesi kita untuk mengisi hari-hari ke depan dengan kebaikan-kebaikan yang dicintai oleh Allah. Teruslah berpacu dalam kebaikan. Semoga Allah meringankan dan memudahkan perjalanan kita menuju keridhaan-Nya. (Ust. Deden A. Herdiansyah/IKADI DIY)