Menyambut Datangnya Ramadhan

  • Sumo

Bagaimana sikap hati dan diri kita dalam menyongsong dan menyambutnya? Bagaimana ketika tahu bahwa Ramadhan sudah semakin dekat dan telah di ambang pintu? Apakah hati merasa berat karena akan bertemu dengan bulan beban yang serba memberatkan, merepotkan dan mengekang kebebasan? Atau tidak merasa berat, tapi sikap hati biasa-biasa dan santai-santai saja? Atau hati serasa berbunga-bunga karena demikian rindunya ingin segera bersua dengan kekasih hati, sang tamu agung nan mulia, yang senantiasa ditunggu-tunggu kehadirannya?

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ramadhan telah datang kepada kalian, – ia adalah – bulan berkah, Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka Jahim ditutup dan syetan-syetan pembangkang dibelenggu. Demi Allah, pada bulan itu ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapat kebaikannya, maka sungguh benar-benar ia telah terjauhkan (dari kebaikan)” (HR. An-Nasai, Ahmad dan Al-Baihaqi).

Bagaimana memanfaatkan momentum istimewa selama bulan Ramadhan? Karena setiap waktu dalam bulan Ramadhan, setiap detiknya, setiap menitnya, setiap jamnya, setiap harinya, setiap malamnya, setiap siangnya, setiap petangnya, setiap paginya dan seluruhnya, adalah momentum istimewa yang penuh barokah, penuh rahmah, penuh maghfirah, penuh peluang pembebasan dari api neraka, pengabulan doa, penerimaan tobat, pelipatgandaan amal ibadah dan lain-lain, khususnya pada sepuluh malam dan hari terakhir, dan puncaknya pada malam Lailatul Qadar. Nah, kualitas keimanan dan kadar ketaqwaan seseorang sangat ditentukan oleh sikap dan upayanya untuk menggapai kemuliaan selama Ramadhan.

Bagaimana hakekat jiwa apa adanya selama bulan Ramadhan, tanpa campur tangan syetan penggoda dan pengganggu utama, yang – berdasarkan hadits muttafaq ‘alaih dirantai dan dibelenggu selama Ramadhan saja. Artinya, ketika selama Ramadhan seseorang masih punya niat buruk, kecenderungan buruk, dan amal buruk, maka ia harus sadar bahwa, keburukan itu murni berasal dari potensi fujur (QS. Asy-Syams: 7-10) dalam jiwanya, dan dari nafs ammarah bis-su-nya (QS. Yusuf: 53), dan bukan dari godaan syetan yang sedang dirantai dan dibelenggu!

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu (dengan memenangkan potensi ketaqwaan dalam jiwanya). Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (dengan memenangkan potensi kefasikan dalam jiwanya)” (QS. Asy-Syams: 7-10).

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang” (QS. Yusuf: 53).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.