Meskipun hanya semalam saja, namun lailatul qadar merupakan malam yang sangat diberkahi (QS. Ad-Dukhan: 3) dengan kelipatan yang lebih dari 30.000 kali = 1.000 bulan (QS. Al-Qadr: 3). Bahkan ada ulama yang berpendapat bahwa, bilangan 1.000 itu bukan berarti pembatasan. Melainkan boleh jadi bermakna lebih banyak lagi. Berarti jika seseorang bisa memperoleh 2% saja misalnya dari keberkahannya, maka biidznillah itu sudah lebih dari cukup untuk membuat hidupnya berlimpah keberkahan selama minimal 11 bulan ke depan, sampai tiba waktu lailatul qadar berikutnya.Dimana itu bisa meliputi keberkahan diri, keluarga, anak-anak, umur, waktu, fisik, hati, pikiran, ilmu, amal, ibadah, dakwah, studi, kerja, harta, karya, prestasi dan lain sebagainya. Sehingga tentu hanya orang dzalim dan merugi sajalah yang sampai tetap “keukeuh” menyia-nyiakan nikmat momentum paling spesial yang tidak ternilai tersebut dan melewatkannya begitu saja, tanpa upaya sungguh-sungguh untuk mendapatkan dan menggapainya!
Tapi bagaimanakah dan dengan cara apakah kita bisa meraih keberkahan malam 1.000 bulan tersebut? Berikut ini tips praktisnya:
Untuk malam-malam yang telah berlalu dimana mungkin saja lailatul qadar telah terjadi pada salah satunya, maka lakukanlah minimal dua hal berikut:
Pertama, bersyukurlah atas setiap nikmat taufiq Allah yang membuat kita mampu melakukan ketaatan dengan beragam macam dan jenisnya sejak awal Ramadhan. Karena sikap syukur inilah salah satu faktor utama pengundang bertambahnya nikmat taufiq untuk ketaatan-ketaatan betikutnya (QS. Ibrahim: 7). Disamping yang sekaligus sangat diharapkan akan menjadikan setiap nikmat ketaatan yang telah lalu berefek keberkahan berlipat.
Kedua, berdoalah semoga amal ibadah dan seluruh ketaatan yang telah dilakukan pada malam-malam itu, diterima oleh Allah dan dijadikan sebagai sarana penyebab untuk memperoleh karunia keberkahan lalatul qadar.
Ketiga, bertobatlah dengan taubatan nashuha dan beristighfarlah sejujur-jujurnya serta sebanyak-banyaknya atas segala kemalasan, keteledoran, kekurangan, kelemahan dan bahkan kemaksiatan yang mungkin masih terjadi. Karena andaipun seseorang seharusnya tidak layak memperoleh lailatul qadar dengan kondisi, prilaku dan perbuatan yang dilakukannya pada saatnya, namun ia tetap memiliki harapan besar untuk dapat meraihnya berkat tobat dan istighfar yang diupayakan setelahnya. Dan ini termasuk pasca Ramadhan pula.
Sedangkan untuk malam-malam tersisa yang akan datang, maka kuatkanlah niat, bulatkanlah tekad dan ber-isti’anah-lah (memohon pertolongan) kepada Allah agar bisa memaksimalkan mujahadah (upaya keras) dalam ber-taqarrub ilallah (pendekatan diri kepada Allah) sesuai batas kemampuan masing-masing pada setiap malam darinya dengan optimisme sebesar-besarnya bahwa, malam itulah lailatul qadar.
Dan sekali lagi, ingat, itu pada setiap malam yang masih tersisa, tanpa membeda-bedakan antara yang ganjil dan yang genap. Karena sebagian ulama berpendapat bahwa, lailatul qadar tetap mungkin terjadi pada malam genap pula! Jadi intinya, pandang dan sikapilah setiap malam yang tersisa diantara 10 malam terakhir Ramadhan, baik yang ganjil maupun yang genap, seolah-olah ia adalah lailatul qadar yang kita cari itu!
Dan last but not least, janganlah pernah lupa dan lalai bahwa, kondisi, amal, aktifitas dan kualitas puasa seseorang pada siang hari, merupakan faktor penentu utama dalam upaya peraihan keberkahan lailatul qadar pada malam harinya, dan apakah ia “berhak” atas keberkahannya ataukah tidak!
Ya Allah, karuniakanlah lailatul qadar kepada kami semua, dan janganlah Engkau masukkan kami dalam daftar orang-orang dzalim, merugi dan lalai yang dijauhkan dari keberkahan-keberkahannya. (amj)