Suatu ketika Ustadz Muhammad Shaleh Drehem Ketua IKADI Jawa Timur baru saja kembali dari tanah suci, yaitu usai menjalankan ibadah umroh. Dan tentu saja beliau pasti membawa oleh-oleh. Dan oleh-oleh yang sangat berharga bagi kita berupa pengalaman rohani beliau selama menjalankan ibadah umroh. Dengan berat hati beliau berbagi pengalaman umroh dengan harapan semoga pengalaman ini bisa dipetik hikmahnya. Inilah penuturan beliau tentang umrohnya; “Umroh dan haji satu-satunya ibadah yang menguji kualitas ibadah kita secara keseluruhan. Disitu kita dilatih keikhlasan, kesabaran , pengorbanan, kecerdasan emosional dan ketahanan fisik seorang muslim. Wajar kalau kemudian Allah ketika berbicara haji dan umrah diawali dan kata-kata Lillahi ’hanya bagi Allah’. Ini bemakna totalitas dalam ibadah.”
Beliau melanjutkan pemaparannya; “Perjalanan umrah pada tahun ini bagi saya sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena saya tidak sendirian tapi didampingi oleh anak, nenek dan kakak satu-satunya. Tergambar sebelumnya amanah ini cukup berat bagi saya. Membimbing orang tua yang susah berjalan dan anak serta saudara yang tidak punya pengalaman. Semuanya tentu bersandar dan bergantung dalam pelaksanaannya kepada saya. Satu sisi kita ingin bermesraan bersama Alllah secara pribadi. Disini saya semakin yakin dengan makna tawakkal, dan betul kata Allah jika kita bersandar kepada Allah, maka Ia pasti akan memudahkan segala urusan, fahuwa hasbuhu.
Ternyata, kemesraan bersama Allah terjamin, dan pada saat yang sama hak keluarga juga terpenuhi. Sungguh mudah. Mulai berangkat sampai pulang. Baik dari aspek ubudiyah, finansial, fisik (kesehatan), dan lain-lainnya. Walillahil hamd. Bayangan saya, perjalanan ini akan sangat melelahkan, sibuk mendorong nenek dengan kursi rodanya ketika i’tikaf di Raudhoh Madinah. Tapi justru ada seorang ibu menawarkan diri untuk mendampingi. Pada kesempatan yang lain, terbayang di benak saya akan beratnya keadaan ketika tawaf dan sai, dengan kursi roda, namun tiba-tiba ada seseorang yang berpengalaman menawarkan diri mendampingi beliau.
Tergambar pula bagaimana saya akan turun naik dari Hilton ke Haram, tapi subhanallah emir-emir arab memenuhi hotel itu dan kamipun dipindahkan ke hotel yang konon tempat berkumpulnya para menteri dan para pejabat yakni Daarut Tauhid Intercontinental Hotel.Letaknya sangat dekat dengan Haram. Dimana setiap kami salat berjamaah tidak perlu pakai sandal, cukup hanya dengan melangkahkan kaki dan tanpa menambah biaya sedikitpun.
Yang lebih menarik lagi dan membuat saya makin bersyukur dan bersyukur kepada-Nya, disaat semua orang terkena flu dan batuk, subhanallah wa subhanallah, kita berempat dijaga oleh Allah hingga sampai rumah tetap sehat. Ini hal-hal yang membuat kami bersyukur walaupun dibalik semua itu ada tantangan-tantangan yang terkadang mengotori kekhusyukan beribadah, misalnya sebagai berikut.
Pertama, alfaraagh (waktu luang). Terlena dalam kenikmatan membuat diri kita bisa terlupakan dengan tujuan asasi kita ber-labbaik Allahumma labbaik.
Kedua, salah menggunakan waktu. Ingat, kita dari tempat yang jauh, tujuan cuma satu ketika meninggalkan negeri yakni memenuhi panggilan-Nya dengan memperbanyak ibadah. Tapi betapa sering kita dapati waktu-waktu kita habis untuk berbelanja dan tawaf di mal-mal yang ada. Terkadang saya juga merenung, kalau dijumlah antara keberadaan kita di Haram (Makkah dan Madinah) dibandingkan dengan keberadaan kita di hotel dan mal sungguh sangat terasa banyak waktu yang terbuang.
Ketiga, tantangan akhlak atau moral. Emosi kita diuji. Kesabaran kita diuji dari maksiat mata, mulut, dan lain sebagainya. Tapi saya tetap husnuzhan Allah memahami dan memaklumi keterbatasan kita ini. Kita hanya bisa menangis untuk istighfar dan taubat untuk semua itu, walaupun kita berusaha untuk menjauhinya. Husnuzhan ini semakin mantap pada diri saya karena di akhir tawaf wada’, Allah mengizinkan saya untuk mencium Hajar Aswad. Saya dan putra saya melakukannya tanpa harus bersusah payah untuk berebut secara berlebihan sebagaimana kita lihat biasanya.
Akhirnya, saya juga bersyukur Allah membuat saya ingat untuk mendoakan seluruh jamaah pengajian saya, teman-teman sesama aktifis dai. Semoga Allah menerima perjalanan ibadah ini. Semoga semuanya diperkenankankan Allah merasakan perjalanan ini.