Pengaruh Lemahnya Iman

  • Sumo

anak frustasiRasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang melihat kemunkaran maka ubahlah kemunkaran itu dengan tanganmu.  Apabila tidak mampu maka dengan lisannya.  Apabila tidak mampu juga maka dengan hatinya.  Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (H.R. Muslim, An-Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).  Sabda Rasulullah SAW tersebut jelas memberikan salah satu ciri tentang kekuatan iman kaum muslimin, baik sebagai individu maupun sebagai umat. Yakni pada keinginan dan kemampuannya untuk melakukan sebuah perubahan. Seorang Muslim yang perasaannya tidak senang melihat kemunkaran tetapi hanya mampu menonton kemunkaran tersebut tanpa melakukan langkah apa pun, maka ia dijuluki orang yang selemah-lemah iman.

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa pada dasarnya perubahan harus dilakukan dalam situasi tujuan-tujuan dakwah pada suatu tahapan belum tercapai.  Adapun mengenai cara-cara yang dilakukan dalam proses perubahan itu pada akhirnya disesuaikan dengan kondisi, kemampuan, dan tahapan dakwah yang menyertainya. Dalam kaitan inilah sangat mungkin pada suatu tahapan dakwah tertentu, kita berurusan dengan sebuah fenomena dakwah: dakwah dengan hati.  Sebuah fenomena kelemahan iman!

Mengapa kemampuan dihubungkan dengan iman?  Karena sesungguhnya keimananlah yang menjadi motivator utama perubahan.  Keimanan yang kuat akan melahirkan keyakinan, semangat, kesungguh-sungguhan, dan ketekunan dalam berdakwah.  Memang Rasulullah SAW pada periode Makkiyah hanya dapat menatap sedih Bilal yang tengah disiksa orang-orang kafir atau Ammar bin Yasir yang menyerah lantaran kedua orang tuanya disiksa dengan bengis.  Tetapi ini bukan cerminan kelemahan iman karena keimanan Rasulullah SAW demikian kuat, demikian pula para sahabat beliau.  Kekuatan iman itu tengah bekerja dan terus bekerja yang secara bertahap menghasilkan kekuatan demi kekuatan sehingga pada akhirnya tak terkalahkan lagi oleh orang-orang kafir Quraisy.

Iman yang lemah tidak akan memproses kekuatan apa pun, dan jika pun memproses kekuatan maka hanya sebuah percikan kecil yang sangat lambat berkembang menjadi kobaran api kekuatan.  Kita akan menyaksikan pada diri orang-orang yang lemah imannya, tahapan perjuangannya akan terus-menerus melalui hati dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, tanpa ada kemajuan apapun.  Bahkan, ia tidak memiliki perencanaan dan kemauan apapun untuk mengubahnya menjadi dakwah dengan lisan atau dengan tangannya.  Inilah stagnasi iman yang apabila terjadi akan menyebabkan terjadinya stagnasi perubahan pada diri dan lingkungan kaum muslimin.

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mati dalam keadaan tidak pernah berperang (berjuang) atau tidak pernah meniatkan pada dirinya sendiri (untuk berperang/berjuang) maka dia mati di atas satu cabang kemunafikan.” (H.R Muslim, An-Nasai dan Abu Daud). Jika niat untuk melakukan perubahan saja tidak ada, niscaya orang seperti itu hanya akan menjadi penonton atas berbagai fenomena kezhaliman yang ada di sekitarnya. Dan diamnya tidak saja sekadar menunjukkan kelemahan iman, bahkan mungkin menunjukkan ketiadaan iman sama sekali. Keadaan ini seperti yang digambarkan Al-Qur’an, “Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan, “Harta dan keluarga kami telah menyibukkan kami, maka mohonkanlah ampunan bagi kami.”  Mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya ….” (Q.S. Al-Fath: 11). Semoga kita semua dijauhkan dari lemahnya iman, Aamiiin.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.