Perjalanan Haji

  • Sumo

Perjalanan haji benar-benar perjalanan orang-orang terpuji. Mengapa demikian? Bekal yang mereka bawa sudah disterilkan dari barang-barang haram karena hati tidak akan sepakat jika menuju Rumah Allah dengan bekal dari hasil haram. Sangat tidak pantas tentu saja menghadap Allah dengan bekal dana korupsi, penipuan, atau perzinahan. Hal semacam ini tentu tidak akan dilakukan oleh seorang hamba yang tunduk merendah pada Allah Yang Maha Suci. Apakah keinginan meraih Surga dengan haji mabrur akan kita capai dengan dana hasil haram? Tentu tidak pantas dan juga tidak akan bisa!

Perjalanan haji dijalani dengan penuh keridhaan, dengan mengeluarkan bekal dan infaq tanpa ragu-ragu. Tidak pelit namun juga tidak boros. Memperbanyak infaq tidak termasuk pemborosan karena mengeluarkan bekal di jalan haji merupakan infaq di jalan Allah. Jelas Allah pasti melipatgandakan balasannya. Ibnu Umar pernah berkata: “Termasuk kedermawanan seseorang adalah kebaikan bekalnya dalam perjalanannya. Haji yang paling utama ialah yang paling ikhlas niatnya, paling bersih nafkahnya dan paling baik keyakinannya”.

Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: “Haji yang mabrur tidak ada balasannya melainkan Surga.” Beliau ditanya, ”Wahai Rasulullah, apa kemabruran haji itu?” Nabi menjawab, “Perkataan yang baik dan memberikan makanan.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim)

Subhanalah! Perjalanan haji bagaikan langkah-langkah penyelamatan karena semakin menjauhkan pelakunya dari segala hal yang sia-sia. Kemesuman dan perkataan yang jorok (rafats), termasuk juga berbicara seputar masalah jima’ (persenggamaan) dan hal-hal yang mengarahkan dan membangkitkan dorongan jima’, dilarang selama melakukan ibadah haji. Luar biasa! Hati akan semakin fokus, lurus dan menjurus pada hal-hal bagus yang diridhai oleh Allah Yang Maha Indah.

Perjalanan haji adalah perjalanan indah menuju Allah, yang akan membuat hati pelakunya menjadi sensitif untuk menjauhi setiap yang berbau pelanggaran (fusuq) kepada Allah Yang Maha Perkasa. Ia akan semakin menyadari betapa kecil dan hinanya ia di hadapan Allah Yang Maha Agung. Bahkan hatinya telah berkomitmen, sangatlah tidak patut seorang hamba yang lemah dan hina dina ini melanggar sekecil apapun dari aturan-aturan-Nya. Bahkan ia mampu tidak melakukan jidal, yakni berlebih-lebihan dalam bertengkar dan berbantah-bantahan sehingga dapat menimbulkan antipati dan mengacaukan ketenangan pelaksanaan ibadah haji. Sebagaimana firman Allah: “Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor, berbuat fasik dan berbantah-bantahan dalam masa mengerjakan haji….” (QS Al-Baqarah:197)

Perjalanan haji merupakan pejalanan hamba dengan penampilan sederhana dan sama sekali tidak menyombongkan kemewahan yang selama ini menghiasinya. Ia sama sekali tidak mengeluh ataupun menggerutu dengan penampilannya yang lusuh, berdebu bahkan dekil. Ia merasakan gaya hidup baru yang membuatnya terharu karena bahagia, bertolak belakang dengan bayang-bayang hantu materialisme yang senantiasa meneriakkan slogan bahwa kemuliaan, kesuksesan, kebahagiaan dan harga diri sangat tergantung dengan perolehan dan simpanan  materi dunia.  Kepada para jamaah haji, Allah memberikan pujian dengan berkata, “Lihatlah para penziarah rumah-Ku. Mereka mendatangi-Ku dalam keadaan lusuh dan berdebu dari segala segala penjuru yang jauh.” (HR.Ahmad dan Al-Hakim)

Perjalanan haji juga akan mengikis sifat kikir dari hati pelakunya. Betapa tidak! Dengan penuh keridhaan, seorang jamaah haji menyembelih hewan qurban yang berkualitas tinggi, harganya mahal dan tanpa ia tawar ketika membelinya. Sehingga, sepulang dari haji telah terpola dengan indah pada benaknya: apa yang bisa saya berikan dan saya korbankan untuk membantu saudara saya?

Selepas haji, tidak akan lagi tercoret dalam memori berbagai keinginan busuk untuk mengorbankan orang lain demi memuaskan nafsu yang rendah dan hina. Dengan perjalanan haji, seorang hamba akan menjadi sadar bahwa semua perbuatan jahat pasti kembali kepada pelakunya. Berbuat jahat kepada orang lain sebenarnya berbuat jahat kepada diri sendiri. Dan hanya orang-orang bodoh yang mau menganiaya diri sendiri dengan cara menganiaya orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, “Apakah kemabruran haji itu?” Beliau menjawab, “Teriakan talbiyah dan penyembelihan unta.” (HR. Tirmidzi dan Al-Hakim)

Subhanallah! Perjalanan haji merupakan perjalanan dalam rangka membuang jauh-jauh sampah-sampah yang bercokol pada jiwa. Sampah yang tidak bermanfaat bahkan sampah yang bisa mengundang banyak penyakit. Dapatlah kita bayangkan jika yang pergi haji adalah para pemimpin negeri ini. Muncullah setelah haji para pemimpin yang takut menzhalimi rakyatnya, senang membantu, melayani dan berkorban demi kebahagiaan rakyatnya, dan memang disinilah semestinya letak kebahagian seorang pemimpin itu.

Haji memberikan harapan yang luar biasa! Munculnya manusia-manusia baru yang bisa menjadi contoh bahkan guru bagi terciptanya kehidupan tenteram dalam kepasrahan kepada Allah semata. Terwujudnya kebahagian hidup dalam berbagi. Munculnya kehidupan damai dalam naungan keadilan. Makin meluasnya area kehidupan yang semakin harmonis karena dihiasi dengan akhlaq yang terpuji dan kelembutan hati. Semakin terasa suasana dan nuansa  penuh gairah  dalam memperbanyak dan berlomba-lomba dalam melakukan aktivitas-aktivitas  yang berkualitas, karena keyakinan bahwa masa depan yang pasti cuma satu: yaitu kematian.

Selamat jalan saudara-saudaraku, para tamu Allah. Selamat menempuh perjalanan yang sangat istimewa, perjalanan yang penuh makna. Semoga Anda semua meraih haji mabrur. Haji yang menjadikan pelakunya sebagai pribadi terpuji. Kami merindukan kedatanganmu, wahai pribadi-pribadi terpuji. (Selamet Junaidi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.