Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila bulan Ramadhan datang, maka pintu-pintu Surga dibuka selebar-lebarnya, pintu-pintu Neraka ditutup serapat-rapatnya dan syetan-syetan dibelenggu” (HR Muttafaq ‘Alaih). Bulan Ramadhan adalah bulan istimewa, karena Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhususkannya dengan berbagai bentuk keistimewaan yang tidak terjadi pada bulan-bulan yang lain.
Salah satu keistimewaan khusus itu adalah dibelenggu dan dirantainya syetan-syetan selama Ramadhan, sehingga tidak bisa dengan bebas dan leluasa – seperti biasanya – menjalankan tugas utamanya sebagai pengganggu, penggoda dan pembisik jahat. Dan, sekali lagi, ini hanya berlaku khusus selama bulan suci Ramadhan. Sungguh suatu keistimewaan yang luar biasa, yang harus dioptimalkan pemanfaatannya oleh setiap insan beriman.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits diatas. Antara lain adalah bahwa jika kita renungkan dengan cermat dan seksama isi dan kandungan hadits tersebut, lalu kita padukan dengan fakta dan realita yang terjadi didalam kehidupan manusia, maka kita akan tersadarkan tentang kekeliruan persepsi kita selama ini tentang peran syetan dalam menyesatkan manusia.
Banyak diantara kita selama ini memahami secara salah bahwa peran dan posisi syetan dalam penyesatan sangatlah dominan. Segala bentuk kejahatan, kesesatan, kemaksiatan dan keburukan yang ada dalam perilaku manusia selalu dialamatkan kepada syetan sebagai biangnya. Syetan selalu dijadikan sebagai kambing hitam. Kita tidak mungkin memungkiri adanya peran syetan disana. Kita semua sepakat bahwa syetan adalah makhluq yang jahat dan busuk, dan bahwa ia adalah salah satu biang utama kejahatan. Karena memang Allah Ta’ala – berdasarkan hikmah-Nya – telah menciptakan syetan dan menetapkannya khusus untuk kekufuran, kebusukan dan kejahatan. Serta menjadikannya sebagai “musuh bebuyutan” bagi kita. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka jadikanlah (perlakukanlah) ia sebagai musuh(mu), Karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS. Faathir: 6).
Tapi yang harus kita luruskan adalah persepsi salah bahwa syetan adalah satu-satunya sumber kejahatan, dan bahwa ia adalah segala-galanya dalam setiap kekufuran, kesesatan, kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Seandainya pemahaman itu benar, maka semestinya selama Ramadhan tidak ada lagi kekufuran, kejahatan dan kemaksiatan. Karena – seperti penegasan hadits shahih diatas – syetan sedang dirantai dan dibelenggu atau dengan kata lain sedang ‘dinonaktifkan’ perannya dalam bulan Ramadhan seperti sekarang ini. Tapi faktanya ternyata sebalik dari itu. Kekufuran tetap ada. Kesyirikan tetap merajalela. Dan kejahatan tetap terjadi dimana-mana. Itu berarti syetan bukanlah satu-satunya biang kejahatan. Dan bahkan ia bukan merupakan pemeran utama. Artinya, ada pemeran lain. Ya, pemeran lain itulah yang justru sebenarnya merupakan pemeran utama dalam setiap kesesatan manusia. Pemeran utama itu tidak lain adalah diri dan jiwa manusia itu sendiri.
Sementara itu, syetan – baik yang ‘asli’ maupun yang ‘tidak asli’ – sebenarnya hanyalah merupakan pemeran pembantu atau pendukung saja. Ia hanyalah sebatas ‘supporter’ dan bukan pemain apalagi pemain inti. Inilah hakikat yang ditegaskan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits yang didukung oleh fakta dan realita. Namun tidak banyak orang yang memahaminya secara benar. Lihat misalnya firman Allah swt berikut ini: “Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab pada Hari Kiamat) telah diselesaikan: ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku mengkufuri (tidak membenarkan) perbuatanmu dahulu (di dunia) mempersekutukan aku (dengan Allah)’. Sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu mendapat siksaan yang pedih” (QS Ibrahim : 22).
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan dan memberikan didalam setiap jiwa manusia dua potensi sekaligus secara seimbang dan adil, yakni potensi baik dan potensi buruk. Tinggal setiap manusia sendirilah setelah itu yang menentukan dan memilih untuk memenangkan potensi baik atau potensi buruk. Maka pilihan manapun yang ia pilih – iman atau kufur, taat atau maksiat, baik atau jahat dan seterusnya – adalah pilihan dia sendiri, yang atas dasar itulah Allah akan meminta pertanggungjawabannya di Akhirat kelak.
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan (memberikan) kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (dengan memenangkan potensi ketakwaan dalam jiwa). Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (dengan memenangkan potensi kefasikan dalam jiwa itu)” (QS Asy-Syams : 7 – 10).
Oleh karena itu, jika seseorang memilih jalan kekufuran, kamaksiatan dan kejahatan, maka dirinya sendirilah yang menjadi pemeran utama dan pemain inti dalam hal itu. Adapun syetan, seperti yang telah disebutkan diatas, hanyalah sebatas sebagai pemeran pembantu, pendukung, dan ‘supporter’ saja !
Hakikat inilah antara lain yang diingatkan dan disadarkan oleh hadits diatas. Selama Ramadhan dimana syetan-syetan dinonaktifkan perannya, kita dihadapkan dengan diri kita sendiri untuk melihat jiwa kita apa adanya. Maka ketika masih tetap ada kecenderungan buruk dan jahat dalam diri kita selama Ramadhan, berarti itulah hakikat jiwa kita apa adanya, yang harus dilakukan mujahadah untuk men-tazkiyah-nya, dan bukan malah men-tadsiyah-nya Wallahu a’lam. (Amj)