Sabar, dari segi bahasa berarti menahan dan menghalangi. Selaras dengan itu, dari segi syar’i sabar berarti menahan nafsu dari letupan-letupan emosi yang bisa mengarah ada banyak kesalahan, menghalangi fisik dari hal-hal di luar kontrol, menahan pendapat agar jauh dari penyimpangan–penyimpangan syar’i dan tenang menghadapi ujian serta merasa cukup pada saat dia fakir dengan terus mencari peluang pekerjaan. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa sabar itu adalah menerima ujian dengan etika dan sikap yang baik. Ada juga yang menerangkan bahwa sabar adalah orang yang menghadapi ujian tanpa mengeluh. Sementara Imam Junaid menjawab ketika ditanya tentang pengertian sabar, ”Sabar ialah ketika seseorang ditimpa kepedihan tetapi tidak cemberut.”
Kesimpulan dari berbagai pendapat tersebut, sabar merupakan akhlak yang utama diantara akhlak-akhlak yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Karena kesabaran akan menjaga seseorang dari perbuatan yang tidak baik dan dari perbuatan yang tidak pantas. Kesabaran benar-benar merupakan kekuatan jiwa seseorang, yang dengan kekuatannya semua urusan akan menjadi baik dan lurus. Dengan kesabaran, semua keadaan akan terasa menenteramkan. Segala kondisi akan menjadi motivasi dan inovasi yang positif. Setiap suasana yang dilalui selalu saja menjadi sarana untuk meraup banyak kebaikan.
Salah seorang sahabat Rasulullah saw yang mulia, Said bin Jubair menyatakan: “Sabar itu meyakinkan setiap orang bahwa apa yang menimpanya semuanya datang dari Allah, kemudian dia serahkan semuanya kepada Allah dengan berharap pahala dari-Nya”. Suatu hari sorang yang shalih melihat seseorang mengeluh kepada temannya, lalu dia berkata kepadanya: “Demi Allah, semoga bertambah keluhanmu kalau engkau mengeluh kepada orang yang tidak akan mampu memberimu rahmat”.
Perlu diketahui, keluhan itu ada dua macam. Pertama, mengeluh pada Allah. Ini masih termasuk dalam lingkaran kesabaran. Dan justru akan memperteguh kesabaran dalam jiwa karena adanya husnuzhan, harapan baik bahkan kekuatan bertahan ketika sedang menjalani kesusahan. Seperti keluhan Nabi Ya’kub as. kepada Allah: “Hanya kepada Allah aku mengeluhkan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak ketahui.” (QS. Yusuf: 82)
Kedua, mengeluh dengan secara spontan mengucapkan kata-kata yang tidak layak atau tercela, seperti: ”wah kok begini”, “kurang ajar”, “percuma berdoa sekian lama kalau ternyata hasilnya begini”, “ternyata yang tidak shalat keadaannya lebih baik” dan lain-lain. Keluhan seperti ini jelas tidak termasuk dalam kategori sabar bahkan bertolak belakang dengan makna kesabaran. Segala keadaan yang kita lalui sebenarnya merupakan saat-saat yang menentukan untuk menumbuhkan kekuatan sabar. Karena itu, berusahalah menahan emosi buruk dan berupaya memandang segala penderitaan dengan kacamata kepasrahan kepada Allah. (ust. Muhammad Shaleh Drehem)