Allah subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa khusyuk dalam sholat merupakan salah satu sebab datangnya keberuntungan. “Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya.” (QS Al-Mu’minun: 1-2) Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Betapa banyak orang yang sholat tetapi hanya mendapatkan lelah dan letih saja.” (HR An-Nasai). Beliau saw juga mengingatkan: “Ilmu yang pertama kali akan diangkat dari atas muka bumi adalah kekhusyukan.” (HR Ath-Thabrani).Diantara faktor penting yang bisa membantu kita khusyuk dalam sholat adalah memahami dan menghayati makna batin gerakan-gerakan sholat yang kita lakukan dan bacaan-bacaan sholat yang kita ucapkan. Sebelum melakukan sholat, kita bersuci terlebih dahulu dari hadats dan najis yang ada pada badan kita. Makna batinnya, hendaknya kita juga menyucikan jiwa kita dari berbagai dosa dan kesalahan dengan menyesal dan bertaubat kepada Allah.
Disamping bersuci, kita juga harus berpakaian yang menutup aurat kita. Pakaian tersebut kita kenakan untuk menutupi aurat badan kita dari pandangan manusia. Lalu bagaimana dengan aurat batin kita berupa dosa dan kesalahan kita? Mungkin aurat ini bisa kita sembunyikan dari pandangan manusia, tetapi apakah bisa kita sembunyikan dari pandangan Allah? Satu-satunya yang bisa kita pakai untuk menutupi aurat ini adalah rasa malu dan rasa takut kita kepada Allah. Pertanyaannya, apakah ketika kita berpakaian menutup aurat dalam sholat, kita juga menutupi aurat batin kita dengan rasa malu dan rasa takut kepada Allah?
Sebelum bertakbiratul ihram, terlebih dahulu kita hadapkan badan kita ke arah Rumah Allah. Kita palingkan badan kita dari arah-arah yang lain, untuk hanya kita hadapkan ke Rumah Allah. Semestinya menghadapnya badan kita ke Rumah Allah ini diikuti pula oleh batin kita yang terarah hanya kepada Allah. Jangan sampai badan kita menghadap Rumah Allah, tetapi batin kita tidak menghadap Allah dan justru memikirkan perkara-perkara dunia.
Dalam sholat, berulangkali kita mengucapkan kalimat takbir: Allahu Akbar “Allah Maha Besar”. Ketika lisan kita mengucapkan kalimat ini, jangan sampai hati kita membohonginya. Jika dalam hati kita ada sesuatu yang kita anggap lebih besar daripada Allah sementara lisan kita berucap “Allah Maha Besar”, ini artinya kita telah berbohong. Ini tidak berbeda dengan orang-orang munafik yang mengatakan bahwa Muhammad saw adalah Rasulullah tetapi hati dan perbuatan mereka menunjukkan yang sebaliknya. Jangan sampai kita bertakbir, tetapi kita masih menganggap harta benda, kekuasaan, dan berhala-berhala dunia lebih besar daripada Allah.
Rukuk dan sujud kita lakukan dengan merendahkan diri kita di hadapan Allah. Gerakan ini hendaknya kita barengi dengan penghayatan akan keagungan Allah dan rendahnya diri kita di hadapan-Nya. Karena itu, tidak layak sedikit pun juga kita memiliki sifat sombong, apalagi sampai menyombongkan diri di hadapan Allah. Di hadapan Allah, kita bukanlah apa-apa. Sewaktu sujud, kepala kita – yang merupakan organ yang paling berharga dari badan kita – kita letakkan sama rendahnya dengan kaki kita, dan juga sama rendahnya dengan bumi, makhluk Allah yang lainnya.
Adapun duduk menunjukkan tawakkal dan kepasrahan kepada Allah. Dalam duduk itu, kita memanjatkan doa kepada Allah, agar Allah mengampuni dan menyayangi kita, memberikan petunjuk kepada kita, dan memberikan rizki kepada kita.
Sebagaimana kita menghayati makna-makna batin dari gerakan-gerakan sholat, kita juga harus menghayati bacaan-bacaan yang kita ucapkan dalam sholat, baik itu berupa bacaan Al-Fatihah, ayat-ayat Al-Qur’an yang lainnya, bacaan tahiyyat, bacaan sholawat, dan doa-doa yang lainnya. Jangan sampai lisan kita mengucapkan lafal-lafal tersebut tetapi hati kita lalai. Karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memahami makna dari bacaan-bacaan sholat, sehingga ia bisa menghayati maknanya ketika membacanya dalam sholat.