Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda di hadits yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu,: “Seseorang dari kalian mengerjakan amal perbuatan penghuni serga. Ketika jarak antara dia dengan surga tinggal sehasta, tiba-tiba keputusan (takdir) lebih dulu mengenai dirinya. Lalu, ia mengerjakan perbuatan penghuni neraka dan akhirnya ia masuk neraka. Seseorang mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka. Ketika jarak antara dia dengan neraka tinggal tersisa sehasta, tiba-tiba keputusan (takdir) lebih dulu mengenai dirinya, lalu ia mengerjakan amalan penghuni surga dan masuk surga.”
Orang pertama di hadits di atas mengerjakan seabrek amal shalih: puasa, shalat, haji, umrah, sedekah, khatam Al-Qur’an, bergaul dengan orang-orang shalih, dan amal-amal sunnah lainnya, hingga mendapat julukan sebagai orang shalih. Tapi, Allah Ta’ala menghendakinya su’ul khatima dan mengharamkan masuk surga. Padahal, jarak antara dia dengan surga tinggal tersisa sehasta saat detik-detik akhir kehidupannya. Bisa jadi, jarak sehasta itu maksudnya setahun terakhir, atau sebulan terakhir, atau seminggu terakhir, atau sehari terakhir. Ia berubah total secara cepat. cahaya berubah menjadi kegelapan, keshalihan menjadi kejahatan, kesucian menjadi kebrengsekan, dicantai menjadi dibenci, dan jauh dari maksiat menjadi dekat dengannya. Ia meninggal dunia dalam keadaan seperti itu dan seluruh amal perbuatan yang ia kerjakan sebelumnya menjadi sia-sia seperti buih, yang berhamburan ke sana ke mari.
Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam menggambarkan kondisi orang yang mengerjakan amal perbuatan penghuni surga dalam waktu yang lama, lalu ia mengalami su’ul khatimah (mati mengenaskan) dalam sabdanya: “Seseorang mengerjakan amal perbuatan penghuni surga dalam waktu yang lama, lalu amal perbuatannya ditutup dengan amal perbuatan penghuni neraka. Seseorang mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka dalam waktu yang panjang, lalu amal perbuatannya ditutup dengan amal perbuatan penghuni surga.” (Diriwayatkan Muslim).
Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat seseorang bertempur melawan orang-orang musyrik, dengan gagah berani. Beliau bersabda, ‘Barangsiapa ingin melihat salah seorang penghuni neraka, lihatlah orang ini.’ Orang itu dikuntit orang lain dan bertempur terus-menerus. Suatu ketika, ia terluka, lalu bunuh diri, dengan mata pedangnya. Ia tusukan mata pedang di tengah dadanya, hingga pedangnya keluar di antara pundaknya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Seseorang mengerjakan amal perbuatan penghuni surga menurut pandangan manusia, padahal ia sebenarnya penghuni neraka. Seseorang mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka menurut pendapat manusia, padahal sebenarnya ia penghuni surga. Sesungguhnya amal perbuatan dinilai waktu terakhirnya’.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Tentang hadits di atas, Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata sembari menjelaskan sebab terjadinya su’ul khatima (mati mengenaskan), “Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ‘Menurut pandangan manusia,’ itu isyarat bahwa hakikat sesuatu itu berbeda dengan fakta yang terlihat. Su’ul khatima terjadi karena sebab yang sangat rahasia di jiwa seseorang dan tidak diketahui orang lain. Sedang perbuatan jahat dan lain sebagainya, maka itu perilaku “gelap” yang menjadi pemicu terjadinya su’ul khatima.”
Apa yang dikatakan Ibnu Rajab persis seperti yang dikatakan Ibnu Qayyim ketika berkta, “Amal perbuatan itu diukur dengan waktu terakhirnya. Dan, pelaku di hadits tadi tidak sabar dan gagal menyempurnakan amal perbuatannya. Ada penyakit tersembunyi pada dirinya dan noktah yang menelantarkan dirinya pada akhir hidupnya. Orang tersebut dikhianati penyakit tersembunyi dalam noktah itu pada saat-saat menentukan. Ia pun mengerjakan perbuatan yang dikehendaki penyakit tersembunyi itu. andai tidak ada penipuan dan penyakit, Allah tidak akan merubah keimananya.”
Penyakit tersembunyi yang menyerang orang laki-laki pada detik-detik akhir kehidupannya bisa jadi malas mengerjakan sebagian ibadah, atau suka melihat wanita bukan mahramnya, atau gemar menghina orang lain, atau benci orang-orang shalih atau hal-hal lain. Ia tidak begitu memperhitungkannya dan menganggapnya “kecil”. Tapi, itu semua lambat laun membesar dari hari ke hari, hingga kahirnya menjadi penyakit, yang menghancurkannya dan melemparkannya sebagai korban di pintu kehidupan alam barzakh.
Semoga kita semua dihindarkan dari kematian su’ul khatima, sebaliknya semoga kita semua mendapatkan kematian yang khusnul khatima, Aamiiin