Allah subhanahu wata’ala berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan pada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (QS. Al Buruuj:10). Imam Hasan al-Basyri berkata, “Perhatikanlah betapa mulia dan murahnya Allah, mereka telah membunuh wali-wali Allah (dalam kisah Ashabul Ukhdud), tetapi Allah tetap memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertaubat.”
Jika seruan ini tidak diindahkan maka mereka tetap akan diadzab oleh Allah karena perbuatan mereka yang kejam dan keji, dan ketentuan Allah adalah pasti. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Al Buruuj: 11)
Setiap kali Allah menyebutkan kata-kata iman selalu diiringi dengan kata-kata amal, karena amal merupakan bukti keimanan seseorang. Diriwayatkan dari Muhammad bin Ali, Nabi saw bersabda, “Iman dan amal dua sahabat yang tak terpisahkan, tidak akan berarti apa-apa jika salah satunya tidak ada.”
Dan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, ”Iman itu bukanlah hiasan dan bukan pula angan-angan akan tetapi iman itu adalah apa yang ditetapkan dalam hati serta dibuktikan dengan amal. Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, tidak akan masuk surga salah seorang diantara kita kecuali dengan amal yang “yutqinuhu”. Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan “yutqinuhu”? Beliau saw menjawab, “Yaitu amal yang dikerjakan dengan teliti dan sempurna.” Al-Albani mengatakan hadits ini shahih, diriwayatkan oleh At-Thabrani.
Jadi iman yang demikianlah yang membuahkan hasil dan berdampak positif dalam kehidupan seorang hamba, yaitu kehidupannya akan lebih baik dan penuh barokah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl: 97)
Kemudian Allah menutup ayatnya dengan firmannya: Dzalika al-fauz al-kabir. Imam At-Thabari berkata, ”Hal inilah yang dijanjikan Allah di akhirat kelak (yakni keberuntungan dan kesuksesan yang besar) kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal sesuai dengan perintah Allah dan senantiasa mengharap surga dan ridhanya.”
“Sesungguhnya siksa Tuhanmu itu benar-benar keras.” (QS. Al Buruuj: 12)
Imam At-Thabari berkata, ”Allah menegaskan kembali kepada nabi-Nya tentang azabnya yang keras terhadap kaum kafir yang menyiksa orang-orang beriman (dalam kisah Ashabul Ukhdud). Demikian juga azab akan menimpa umat nabi Muhammad saw yang mengingkari risalahnya serta yang menghalangi kaum mukminin dalam dakwahnya bahkan menyiksanya; seperti yang mereka lakukan terhadap generasi awal dalam Islam seperti Sumayyah ibu dari Yasir. Sungguh azab Tuhanmu benar-benar keras terhadap orang-orang kafir.
Pada ayat 13-16, Allah menjelaskan tentang beberapa nama dan sifat Allah seperti Al-Khaliq, Al-Mubdi’, Al-Ghafur, dan Al-Wadud. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Dia-lah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, yang mempunyai Arsy lagi Maha Mulia, serta Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (QS Al Buruuj: 13-16)
Khususnya ayat 13, para ulama berbeda pandangan dalam menafsirkannya, diantaranya Syaikhul Mufassirin Imam At-Thabari berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Huwa yubdi’u yaitu Dialah Allah yang menciptakan adzab dan Dia juga yang mengulangi adzab terhadap orang-orang kafir. Pendapat ini bersumber dari Ibnu Abbas ra.
Sedangkan menurut Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya, yang dimaksud dengan Huwa yubdi’u yaitu Dialah (Allah) yang menciptakan makluknya dari awal dan Dia juga yang menghidupkan kembali setelah mati, dan hal itu sangat mudah bagi Allah.
Sebetulnya kedua pendapat tersebut tidak bertentangan karena Dialah Allah yang menciptakan makhluknya dan Dia juga yang berhak mengadzab atau memberi nikmat.
Pada ayat 14, makna dari Al-Ghafur adalah Maha Pengampun. Tiada dosa yang tak terampunkan asalkan sungguh-sungguh bertaubat, kecuali dosa syirik yang dibawa mati. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Pada ayat 17-22, Allah menegaskan tentang kebenaran berita-berita dalam Al-Qur’an serta kaum-kaum yang mendustakannya.“Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang, (yaitu kaum) Fir’aun dan (kaum) Tsamud. Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan, padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) di Lauh Mahfuzh.” (QS. Al Buruuj: 17-22)
Berkenaan dengan informasi yang terdapat dalam Al-Qur’an, Rasulullah saw bersabda, “Sungguh akan terjadi fitnah.” Sahabat bertanya, “Bagaimana solusinya, ya Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab, “Al-Qur’an didalamnya terdapat berita orang-orang sebelum kalian. Demikian juga ada informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah kalian. Al-Qur’an menjadi penengah diantara kalian. Ia memberi keputusan yang tegas dan tidak main-main. Siapa yang meninggalkannya (tidak beriman dan berhukum dengannya) maka Allah akan menyiksanya di neraka, dan siapa yang mencari hidayah selain al-Qur’an maka ia akan sesat.”