Tadabbur Surat At Tiin

  • Sumo

Al Qur’an Surat At Tiin terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah, diturunkan sesudah surat al- Buruuj. Nama At-Tiin diambil dari kata  at-Tiin yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya buah Tiin. “Dari Bara’ bin ‘Azib, beliau berkata, “Adalah Nabi saw membaca surat ini (at-Tiin) pada  salah satu dari dua rakaat saat ia sedang bepergian (safar), dan aku belum pernah mendengar suara merdu atau bacaan seperti suara beliau (Nabi saw) [HR Jamaah]. Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya: (1) Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, (2) Dan demi bukit Sinai, (3) Dan demi kota (Mekah) ini yang aman. (4) Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (5) Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), (6) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (7) Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? (8) Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya? [QS At-Tiin: 1-8]


Tafsir Ayat-ayatnya

  1. Allah bersumpah atas nama makhluk-Nya

(Ayat 1) Allah SWT bersumpah dengan dua pohon yang terkenal ini, yaitu Tin dan Zaitun, karena buah dan pohonnya mempunyai banyak manfaat. Dan juga karena keduanya berada di tanah Syam, tempat kenabian Isa ibn Maryam as hal ini menurut Mujahid dan Hasan sedangkan menurut Qotadah Tin adalah nama sebuah bukit di Damaskus dan Zaitun nama pula dari sebuah bukit di Baitul-Maqdis.” Tandanya kedua negeri itu penting untuk diperhatikan. Dan menurut sebuah riwayat pula, yang diterima dari Ibnu Abbas, “Tiin adalah masjid yang pertama didirikan oleh Nuh di atas gunung al-Judi, dan Zaitun adalah Baitul-Maqdis.”

Banyak ahli tafsir cenderung menyatakan bahwa kepentingan kedua buah-buahan itu sendirilah yang menyebabkan keduanya diambil jadi sumpah. Dan penafsiran tiin dan zaitun yaitu dua nama buah yang banyak manfaatnya inilah yang dipilih oleh kebanyakan ahli tafsir.

(Ayat 2) Dan Allah swt bersumpah dengan bukit Sinai (tempatnya di Mesir), tempat kenabian Musa as. Di ayat ini disebut namanya Thurisinina, disebut juga Thursina, disebut juga Sinai dan disebut juga Thur saja. Kita kenal sekarang dengan sebutan  Semenanjung Sinai.

(Ayat 3) Kemudian Allah bersumpah dengan Makkah Al-Mukarramah tempat kenabian Muhammad saw yang telah  dijadikannya sebagai tempat yang aman dan dijamin aman pula orang yang berada di dalamnya. Allah swt telah bersumpah dengan tiga tempat suci itu yang telah Dia pilih dan Dia munculkan darinya sebaik-baik dan semulia-mulia kenabian

Hikmah sumpah Allah atas nama makhluknya ialah:

Pertama, kita diperintahkan untuk mentadabburi (merenungkan) ciptaan-Nya.  Misalnya:tentang buah tiin dan zaitun banyak orang yang tidak mengetahui manfaat pada kedua buah tersebut,silakan baca Thibbun Nabawi atau kitab Zaadul Maad karya Ibnul Qoyyim. Tentang buah tiin beliau mengatakan bahwa buah tersebut selain merupakan makanan yang lezat, ia dapat juga dipergunakan untuk menyembuhkan penyakit sesak nafas. Sedangkan buah zaitun dan minyaknya sangat efektif untuk membasmi cacing yang biasanya ada pada anak-anak, demikian juga ia sangat bagus dipergunakan sebagai masker untuk menghaluskan kulit.

Kedua, merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah swt, Dia (Allah) berhak       berbuat apa saja tanpa dipengaruhi oleh siapapun.

Ketiga, sebagai penguatan (ta’kid) tentang apa yang akan Allah jelaskan pada ayat       atau surat tersebut, seperti pada surat ini bahwasanya Allah memberikan pernyataan tentang makhluk ciptaannya yang paling sempurna adalah manusia.

  1. Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna

(Ayat 4) Sedangkan obyek yang disumpahkan adalah firman-Nya berikut ini, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna, anggota badannya serasi dan tegak, tidak kehilangan sesuatu yang dibutuhkannya baik lahir maupun batin tetapi dia bisa menjadi makhluk yang paling rendah manakala tidak mampu menggunakan nikmat Allah dijalan yang benar, dan selalu mengingkari (kufur) terhadap eksistensi Allah.

(Ayat 5) Meskipun terdapat nikmat-nikmat yang besar itu, yang seharusnya wajib disyukuri, tapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya. Mereka justru sibuk dengan permainan, mereka lebih memilih hal-hal yang tidak berguna dan akhlak yang rendah. Maka kelak di akhirat, Allah swt akan mengembalikan mereka ke dasar neraka, tempat orang-orang bermaksiat yang membangkang kepada Rabb mereka.

Dalam tafsir lain dikatakan, bahwasanya di antara makhluk Allah di atas permukaan bumi ini, manusialah yang diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk; bentuk lahir dan bentuk batin, bentuk tubuh dan bentuk nyawa.

Bentuk tubuhnya melebihi keindahan bentuk tubuh hewan yang lain. tentang ukuran dirinya, tentang manis air-mukanya, sehingga dinamai basyar, artinya wajah yang mengandung gembira, sangat berbeda dengan binatang yang lain. Dan manusia diberi pula akal, bukan semata-mata nafasnya yang turun naik. Maka dengan perseimbangan sebaik-baik tubuh dan pedoman pada akalnya itu dapatlah dia hidup di permukaan bumi ini menjadi pengatur. Kemudian itu Tuhan pun mengutus pula Rasul-rasul membawakan petunjuk bagaimana caranya menjalani hidup ini supaya selamat.

“Kemudian itu, Kami kembalikan dia kepada keadaan yang paling rendah.” Demikianlah Allah mentakdirkan kejadian manusia itu. Sesudah lahir ke dunia, dengan berangsur tubuh menjadi kuat dan dapat berjalan, dan akal pun berkembang, sampai dewasa, sampai di puncak kemegahan umur. Kemudian itu berangsur menurun badan tadi, berangsurlah tua. Berangsur badan lemah dan fikiran mulai pula lemah, tenaga mulai berkurang, sehingga mulai rontok gigi, rambut hitam berganti dengan uban, kulit yang tegang menjadi kendor, telinga pun berangsur kurang pendengarannya, dan mulailah pelupa. Dan kalau umur itu masih panjang juga mulailah padam kekuatan akal itu sama sekali, sehingga kembali seperti kanak-kanak, sudah minta belas kasihan anak dan cucu. Malahan ada yang sampai pikun tidak tahu apa-apa lagi. Inilah yang dinamai ardzalil-`umur; tua renta. Sehingga tersebut di dalam salah satu doa yang diajarkan Nabi saw. agar kita memohon juga kepada Allah jangan sampai dikembalikan kepada umur sangat tua (Al-harami) dan pikun.

Menurut keterangan Ali bin Abi Thalib ra, kembali kepada umur tua renta (ardzalil–‘umur) itu ialah tujuh puluh lima tahun.

Di dalam al-Qur’an umur tua renta ardzalil-‘umur itu sampai bertemu dua kali. yaitu ayat 70 dari surat an-Nahl (lebah) surat 16 dan surat al-Haj,(22) ayat 5.

Ketika menafsirkan ardzalil-‘umur itu terdapatlah satu tafsir dari Ibnu Abbas demikian bunyinya: “Asal saja dia taat kepada Allah di masa-masa mudanya, meskipun dia telah tua sehingga akalnya mulai tidak jalan lagi, namun buat dia masih tetap dituliskan amal shalihnya sebagaimana di waktu mudanya dulu, dan tidaklah dia akan dianggap berdosa lagi atas perbuatannya di waktu akalnya tak ada lagi itu. Sebab dia adalah beriman. Dia adalah taat kepada Allah di masa   mudanya.”

Diriwayatkan juga dari lbnu Abbas dan lkrimah: “Barangsiapa yang mengumpulkan Al-Quran tidaklah akan dikembalikan kepada ardzalil ‘umur, kepada tua pikun, insyaallah!”

(Ayat 6) “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih.” Menurut tafsir dari Ibnu Jarir: “Beriman dan beramal shalih di waktu badan masih muda dan sehat: “Maka untuk mereka adalah ganjaran yang tiada putus-putus. Kecuali orang yang telah Allah berikan kepadanya anugerah iman, amal shalih dan akhlak yang mulia. Maka dengan itu mereka akan mendapat tempat yang tinggi di surga dan pahala yang tiada putus-putusnya. Yang ada adalah kelezatan yang melimpah, kesenangan yang tak henti-henti dan kenikmatan terus bertambah, untuk selama-lamanya. Buahnya tak ada henti-hentinya, demikian pula dengan naungannya.

  1. Allah adalah hakim yang paling adil

(Ayat 7) Lalu Allah swt menutup surat ini dengan melontarkan sebuah pertanyaan kepada hamba-Nya: Wahai manusia, apa gerangan yang menyebabkan kamu mendustakan hari pembalasan atas semua amal perbuatan? Sedangkan kamu telah melihat banyak tanda-tanda kebesaran Allah swt yang dapat memberimu keyakinan dan kemantapan dalam menjalani hidup.

(Ayat 8) Lalu dalam penghujung surat, Allah bertanya tetapi tidak untuk dijawab (karena jawabannya pasti ya): “Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?” (mm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.