Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Doa seorang hamba senantiasa akan dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa ataupun untuk memutuskan tali silaturahim dan tidak tergesa-gesa.” Seorang sahabat bertanya; ‘Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa? ‘ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Yang dimaksud dengan tergesa-gesa adalah apabila orang yang berdoa itu mengatakan; ‘Aku telah berdoa dan terus berdoa tetapi tidak kunjung dikabulkan juga’. Setelah itu, iapun merasa putus asa (mutung) dan tidak mau berdoa lagi.” (HR. Muslim).
Dalam Hadits yang senada diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “(Do’a) salah seorang diantara kalian pasti akan dikabulkan selagi ia tidak terburu-buru, dengan mengatakan; ‘Aku telah berdoa, namun tidak kunjung dikabulkan.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Allah mewajibkan kita banyak-banyak berdoa kepada-Nya, dan menjanjikan serta menjamin untuk mengabulkan doa para pendoa. Dan tentu saja kita wajib meyakini dan mengimani janji serta jaminan itu sebagai sebuah kepastian, karena itu janji dan jaminan dari Allah Yang Maha Menepati janji.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka sesungguhkan Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia (benar-benar) berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al-Baqarah: 186).
“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan (doa) bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong diri dari beribadah (berdoa) kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Al-Mukmin/Ghafir: 60).
Doa adalah ibadah yang wajib kita tunaikan. Tapi ia sekaligus juga merupakan kebutuhan asasi kita. Disatu sisi karena ia sebagai bukti pengakuan akan kekurangan, kelemahan dan keterbatasan diri kita sebagai hamba yang fakir dan selalu butuh kepada Dzat Yang Maha Kaya, Allah Ta’ala (sehingga hanya orang sombong saja yang tidak mau meminta, memohon dan berdoa).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang tidak memohon (berdoa) kepada Allah maka Allah justru akan murka kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi).
Dan disisi lain doa juga sebagai salah satu solusi jitu, jalan keluar terbaik dan sarana perlepasan termanjur dari berbagai himpitan kebutuhan, persoalan dan problematika hidup. Karena berdoa juga berarti mengadu dan curhat. Maka jika seseorang acapkali merasa ringan bebannya dan menjadi plong hanya karena menemukan orang yang bersedia mendengarkan keluhan, pengaduan dan curhat-nya, maka bagi kita orang beriman, tentulah hanya Allah tempat mengeluh, mengadu dan curhat terbaik.
”Ya’qub menjawab: ‘Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 86).
Namun wajib dipahami bahwa, janji dan jaminan pengabulan doa itu berlaku, ketika doa dipanjatkan secara benar dengan sesuai syarat-syaratnya. Maka ketika sebuah doa benar-benar tertolak dan benar-benar tidak terkabul, maka pasti penyebabnya adalah karena adanya syarat yang tidak terpenuhi, atau adanya faktor yang menghalangi.
Dan diantara syarat-syarat dan faktor-faktor terkabulnya doa adalah: Ikhlas, sungguh-sungguh, yakin dikabulkan, husnudzan kepada Allah, sabar tidak terburu-buru alias tidak cepat mutung, tawakkal menyerahkan penuh kepada Allah tentang bentuk dan waktu pengkabulan doanya, serta tidak mendikte Allah harus mengabulkan doa persis sesuai keinginan sang pendoa (karena Allah-lah Yang Maha Tahu tentang yang paling maslahat bagi kita, sedang kita tidak tahu!), menyertai doa dengan usaha riil secara optimal dan maksimal sebagai bukti kesungguhan doanya, dan lain-lain.
Sedangkan faktor-faktor penghalang terkabulnya doa, antara lain: kebalikan semua syarat diatas, berdoa dengan doa maksiat, berdoa dengan doa pemutus tali silaturrahim, mengonsumsi yang haram, berbuat syirik, ditinggalkannya kewajiban amar bil-ma’ruf dan nahi ‘anil-munkar, dan lain-lain.
Yang sangat penting dipahami adalah bahwa, terdapat 1001 macam bentuk dan cara pengabulan doa! Sementara kebanyakan orang hanya memahami satu saja bentuk dan cara pengabulan doa. Yakni bahwa doa seseorang dikabulkan persis sesuai permintaan, tepat diwaktu (timing) dan tempat yang “didiktekan” dalam doanya! Sehingga ketika doanya tidak terkabul persis seperti itu, biasanya ia langsung menganggap dan mengklaim serta ber-suudzan bahwa, doanya tidak didengar oleh Allah dan tidak dikabulkan. Padahal sebenarnya dikabulkan, hanya saja ia tidak memahami, tidak mengetahui dan tidak menyadarinya! Karena dikabulkan dengan cara lain, yang menurut Allah Yang Maha Mengetahui, cara lain itu lebih maslahat baginya!
Jadi ketika doa serasa tidak terkabul, ada dua kemungkinannya: Pertama, memang benar-benar tidak dikabulkan yang berarti tertolak, dan jelas karena ada syarat yang tidak terpenuhi atau ada faktor yang menghalangi, seperti telah disebutkan dimuka. Kedua, sebenarnya dikabulkan, namun dalam bentuk atau dengan cara lain, yang tidak dipahami atau tidak disadari oleh yang bersangkutan.
Dan secara garis besar, ada tiga bentuk pengabulan dan penerimaan doa seorang pendoa: Pertama, dikabulkan secara umum sesuai dengan permintaan, meski waktu, tempat dan detail-detail lainnya bisa saja berbeda-beda. Kedua, dikabulkan tapi tidak sesuai dengan permohonan, melainkan diganti dengan yang lebih baik, yakni berupa dihindarkan dari keburukan atau marabahaya yang nilainya setara dengan yang diminta. Ketiga, diterima tapi tidak diberikan di dunia, melainkan disimpan dan dicatat berupa pahala yang setara dengan nilai doa dan permohonan.
Bahwa ‘Ubadah bin Ash–Shamit telah menceritakan kepada mereka bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada seorang muslimpun di muka bumi yang berdoa kepada Allah dengan sebuah doa, melainkan Allah akan memberikan kepadanya (sesuai doanya), atau memalingkan darinya keburukan yang setara dengan nilai doanya, selama ia tidak berdoa dengan doa dosa atau pemutusan tali silaturrahim” Kemudian ada seorang laki-laki dari orang-orang yang ada (di tempat) berkata: jika demikian kita perbanyak (berdoa yang banyak) saja. Beliaupun bersabda: “Allah lebih banyak pemberiannya.” (HR. At-Tirmidzi, dan beliau berkata; Ini adalah hadits hasan shahih).
Dari Abu Sa’id berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada seorang muslimpun yang berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa atau pemutusan tali silaturrahim, kecuali Allah akan memberinya tiga kemungkinan; disegerakan pengabulan doanya (di dunia ini), atau disimpan pahalanya untuknya untuk (diberikan) di akhirat, atau ia dijauhkan dari keburukan yang setara nilainya”. Para sahabat berkata: “Jika demikian kita perbanyak (berdoa yang banyak) saja”, beliau bersabda: “Allah memiliki yang lebih banyak (sebagai balasan dan pengkabulan” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
Karena ketidaktahuan itu, sering sekali kita meminta apa-apa yang kita sangka baik atau lebih baik, maslahat atau lebih maslahat, baik dalam hal jenis dan macamnya, atau caranya, atau timing-nya, atau tempatnya, dan lain-lain. Padahal sebenarnya, dalam ilmu Allah Yang Maha Tahu tidaklah demikian. Maka Allah pun, saat berkehendak mengabulkan doa kita, mengabulkannya sambil atau setelah “meralat” doa kita menjadi yang benar-benar lebih baik dan lebih maslahat bagi kita. Misalnya seseorang berdoa minta jodoh A, tapi “diralat” dengan diberi jodoh B atau C yang hakekatnya dalam ilmu Allah lebih baik dan lebih maslahat baginya. Atau suami-istri berdoa minta anak perempuan, tapi “diralat” dengan diberi anak laki-laki, karena Allah Maha Tahu, mereka lebih mampu mendidik anak laki-laki, atau sebaliknya. Atau seorang pedagang berdoa meminta untung sekian hari ini, tapi “diralat” dengan diberi kurang dari permintaannya itu, karena jika diberi persis sesuai permintaannya justru lebih madharat baginya. Dan begitu seterusnya.