Abaikan Hukum Waris

  • Sumo

Pertanyaan: Kedua orang tua kami telah meninggal dunia, meninggalkan harta berupa sebuah rumah dan dua bidang tanah serta kendaraan bermotor. Kami tiga bersaudara (1 laki-laki dan 2 perempuan) selaku anak kandung almarhum sudah bermaksud membagi harta warisan peninggalan almarhum sejak lama, namun sampai saat ini belum terwujud.

Salah satu kendala belum terwujudnya pembagan waris tersebut adalah adanya perbedaan pendapat dalam cara membagi waris. Saya pribadi menginginkan agar dalam membagi waris berpedoman pada hukum / syariat Islam. Sedangkan dua saudara saya menginginkan agar berpedoman pada wasiat lisan (tdak tertulis) dari almarhum ayah kami sewaktu masih hidup yaitu bahwa anak A mendapat ini, anak B mendapat itu dan anak C mendapat yang lain.

Saya telah menyampaikan berbagai dalil, argumen dan hasil konsultasi dari banyak ustadz tentang penerapan hukum waris Islam namun mereka tetap tidak mau menggunakan hukum waris Islam. Pertanyaan : 1. Bagaimanakah sikap dan tindakan saya selanjutnya yang harus saya ambil untuk menghadapi hal tersebut? Apakah saya boleh “mengalah” dengan menyetujui pendapat dua saudara saya dalam membagi waris agar permasalahan tidak berlarut-larut?

Jawaban: Ketika seorang muslim/muslimah meninggal, maka seluruh harta yang ditinggalkannya secara otomatis menjadi harta warisan yang menjadi hak milik seluruh ahli warisnya yang hidup dengan cara pembagian sebagaimana yang dijelaskan secara rinci dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Dan seluruh ummat Islam terikat dengan hukum tersebut dan haram untuk menyelesihinya (QS. 4:11-14)

Adapun perihal wasiat kepada ahli waris, maka seluruh ulama empat mazhab yang masyhur (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) sepakat tidak boleh memberikan wasiat kepada ahli waris. Dalilnya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

إن الله قد أعطى كل ذي حق حقه فلا وصية لوارث

“Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada setiap pemilik hak. Maka tidak ada wasiat untuk ahli waris” (HR. Ahmad dan Ashab Sunan dan Nasa-i).

Namun, wasiat kepada ahli waris bisa menjadi halal atau boleh, jika ahli waris yang lain merelakan. Seluruh imam empat mazhab sependapat demikian, namun sebagian ahli fikih menambahkan dua syarat:

Pertama, ahli waris lain merelakan pada saat mereka layak memberikan kerelaan.

Maksudnya layak merelakan, ketika merelakan dia sebagai orang yang berakal, tidak terbelenggu oleh kondisi sakit yang menyebabkan kematiannya, tidak sebagai orang yang safih (kurang akalnya dalam bersikap dan berinteraksi dengan harta) dan dia tahu dengan harta apa yang diwasiatkan.

Kedua, perelaan tersebut terjadi setelah wafatnya pemberi wasiat (bisa orang tua atau yang lainnya).

Dalil kesimpulan ini adalah, hadits dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayah, lalu dari kakaknya, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا وصية لوارث إلا أن يجيز الورثة

“Tidak boleh ada wasiat kepada ahli waris kecuali ahli waris yang lain membolehkan (merelakan)” (HR. Daruqutni).

Hadits ini dikuatkan oleh pernyataan sahabat yang mulia, ‘Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,

لا تجوز وصية لوارث إلا أن يشاء الورثة

“Tidak boleh wasiat diberikan kepada ahli waris kecuali ahli waris yang lain merelakannya.”

Berdasarkan hal diatas, maka jika tidak ada kerelaan dari ahli waris, maka seyogyanya harta warisan orang tua tetap dibagi sesuai hukum Islam, kalau tidak, maka berarti yang mengambil lebih dari hak sesuai ketentuan Islam, ia telah mengambil harta haram. Demikian, semoga Allah berkenan untuk memberikan kemudahan, taufiq dan ridho-Nya. Wallahu a’lam bishshawaab (H. Agung Cahyadi, MA)

Sumber: www.konsultasisyariah.net

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.