Bekal Kaum Mukmin

  • Sumo

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, meskipun pada keduanya ada kebaikan. Berusahalah selalu untuk mendapatkan kemanfaatan, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah. Jika engkau ditimpa musibah maka janganlah berkata, ‘Andaikan tadi aku begini maka tidak akan seperti ini’, tetapi katakanlah, “Semua ini telah menjadi takdir Allah, dan apapun yang Ia kehendaki pastilah akan terjadi’. Sesungguhnya perkataan ’andaikan’ itu akan membuka peluang bagi syaitan. (HR. Muslim, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

Hadits ini memberi banyak pelajaran dan pesan penting kepada kita

Pelajaran pertama: Rasulullah mendorong kita untuk menjadi mukmin yang kuat. Tentu kata quwwah (kekuatan) disini tidak hanya bermakna kekuatan fisik semata, meskipun harus diakui bahwa kekuatan fisik ini juga sangat penting. Lebih dari sekadar kekuatan fisik, dibutuhkan pula kekuatan yang lain. Setidak-tidaknya kita memerlukan lima kekuatan. Pertama, kekuatan akidah (quwwatul aqidah). Inilah yang akan menjadi pondasi utama untuk membangun kepribadian umat serta menjadi motivator utama untuk mengarahkan dan menggerakkan kekuatan lainnya menuju idealitas nilai yang diinginkan Islam. Kedua, kekuatan pemahaman (quwwatul fikrah). Umat Islam  harus memiliki kapasitas pemahaman dan wawasan keislaman yang memadai agar dapat melihat berbagai persoalan dan problematika kehidupan dengan perspektif Islam yang lurus. Demikian pula cara pandangnya dan pola penanganannya terhadap berbagai persoalan tersebut akan didasarkan pada nilai dan kaidah syar’i yang benar. Ketiga, kekuatan akhlaq (quwwatul akhlaq). Ini akan mengarahkan umat pada tata nilai dan prinsip moral serta perilaku yang bisa diteladani dan dicontoh oleh siapapun. Keempat, kekuatan tarbiyah (quwwatut tarbiyah). Tarbiyah adalah proses pemantapan nilai dan pembentukan kepribadian. Ia merupakan paduan seimbang  dari ketiga nilai sebelumnya yang terbentuk melalui proses yang panjang,dan pengalaman yang matang dalam menghadapi berbagai persoalan yang menghadang hingga ia mampu tampil dewasa dan bijaksana. Kelima, kekuatan finansial (quwwatul maal). Harus diakui bahwa faktor ekonomi, kemampuan finansial, dan pengadaan sarana prasarana penunjang kebaikan adalah jihad tersendiri yang dianjurkan oleh Islam, dan umat bertanggung jawab untuk mendayagunakannya demi sebesar-besarnya kemanfaatan umat.

Pelajaran kedua: Islam mengajarkan agar aktivitas dan kegiatan kita hendaknya diorientasikan kepada nilai dan kemanfaatan. Tidak ada lagi waktu dan kesempatan yang habis sia-sia. Tidak ada lagi kegiatan yang hura-hura dan foya-foya. Semua aktivitas hendaknya didasarkan kepada nilai dan kesadaran bahwa semua itu akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Rasulullah bersabda, ”Diantara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah kemampuaannya untuk meninggalkan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.”

Pelajaran ketiga: Hendaknya kita selalu berdoa dan bermohon akan pertolongan Allah, dengan sepenuhnya menyadari bahwa la haula wa la quwwata illa billah ’tidak ada daya dan kekuatan melainkan datang dari Allah’. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa sementara ketentuan dan takdir hanya ada di tangan Allah.

Pelajaran keempat: Dalam berjuang menegakkan nilai-nilai kebenaran, dibutuhkan kekuatan motivasi dan kepercayaan diri. Kita dilarang bersikap pesimis atau merasa lemah bahkan takut menghadapi kenyataan. Islam menanamkan pada kita nilai syaja’ah (keberanian), tafa’ul (optimisme) dan bahkan jihad (perjuangan). Allah dalam menilai kita pertama-tama akan melihat niat dan tujuan kita, kemudian cara dan usaha yang kita lakukan. Bukan hasil usaha kita!

Pelajaran kelima: Terhadap takdir dan pengalaman buruk yang telah terjadi, janganlah kita berkecil hati. Janganlah saling menyalahkan, dan jangan pula meratapi nasib buruk dengan mengandai-andai sesuatu yang sudah tidak mungkin lagi terjadi. Berpikirlah positif ke depan. Ambillah pelajaran dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Bangkitlah dari sifat cengeng dan rasa takut yang berlebihan. Rencanakan segera strategi baru untuk mencapai kesuksesan di masa yang akan datang.

Pelajaran keenam: Ingatlah, di hadapan kita ada musuh nyata yaitu syetan yang tidak akan pernah berhenti dan bosan menggoda dan mengajak kita ke arah kehancuran. Jadikan ia musuhmu bukan temanmu. Lawanlah ia dengan keikhlasanmu bukan dengan kesombonganmu. Hancurkan ia dengan ketaatanmu bukan dengan kemaksiatan. Bungkamlah ia dengan tasbih dan takbirmu. Sempitkan jalannya dengan beristiqamah di jalan-Nya. Semoga Allah selalu memberikan hidayah-Nya kepada kita. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.