Aisyah radhiyallahu ‘Anha merasa heran dengan qiyamul lail Rasulullah shallallahu ‘alaihis wasallam. Beliau melakukannya hingga kedua kaki beliau bengkak. Dengan nada takjub dan penuh tanda tanya, Aisyah berkata, “Engkau masih berbuat seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa silammu dan dosa-dosamu pada masa mendatang.” Rasulullah SAW bersabda, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW memahami syukur dengan ibadahnya yang luar biasa. Menurut beliau, syukur ialah upaya seluruh organ tubuh untuk mengerjakan apa saja yang diridhai oleh Sang pemberi nikmat yaitu Allah SWT.
Seluruh makna syukur ini dirangkum Ibnu Al-Qayyim dengan perkataannya, “Syukur ialah terlihatnya tanda-tanda nikmat Allah pada lidah hamba-Nya dalam bentuk pujian, dalam hatinya dalam bentuk cinta kepada-Nya, dan pada organ tubuh dalam bentuk taat dan tunduk kepada-Nya.” Bentuk konkrit syukur ialah lidah tidak menyanjung selain Allah SWT. dan di hati tidak ada kekasih kecuali Dia. Kalaupun seseorang mencintai orang lain, ia mencintainya karena Allah. Lalu cinta ini dialihkan ke organ tubuh, kemudian seluruh organ tubuh mengerjakan apa saja yang diperintahkan kekasih (Allah) dan menjauhi apa saja yang Dia larang. Itulah figur orang bersyukur sejati.
Seorang muslim setelah menjadi kaya, semestinya akan ingat bagaimana kondisi dirinya saat miskin. Ia mesti ingat hari-hari saat ia berada dalam ujian sehingga ruang geraknya terbatas kemudian dia berubah menjadi bebas dengan harta di tangannya. Atau ibarat perjalanan ditengah lautan, kemudian Allah SWT menyelamatkannya dari badai itu. Maka ia akan sangat bersyukur demikianlah, ia ingat nikmat-nikmat seperti itu, lalu ditindak-lanjuti dengan bersyukur dengan perilakunya menyesuaikan dengan kehendak Allah SWT.
Mengakui bahwa hanya Allah SWT saja yang memberi nikmat pada diri kita. Nikmat yang diperoleh bukan karena karena keahlian, atau pengalaman, atau usaha, atau jabatan, atau status sosial, atau kekuatan kita. Ketika Qarun mengklaim nikmat pada dirinya murni ia peroleh karena ilmunya, maka Allah SWT menenggelamkannya beserta istananya ke dalam bumi. Maka jika seseorang menyadari dan mengakui nikmat pada dirinya berasal dari Allah SWT, otomatis ia menyanjung dan bersyukur kepada-Nya. Maka ia menggunakan nikmat-nikmat tersebu untuk beribadah kepada Allah SWT seperti yang dicontohkan oleh bagin Nabi Muhammad SAW.