Sunan Drajat

Sunan Drajat adalah salah satu dari walisongo penyebar agama Islam di Jawa, khususnya di daerah pantai utara Lamongan Jawa Timur. Dinamakan Sunan Drajat karena beliau penyebar Islam dan pemimpin sebuah daerah yang bernama Drajat. Sebuah tempat yang berada di sebuah perbukitan sebelah timur kecamatan Paciran Lamongan. Beliau lahir sekitar tahun 1445 masehi. Ayah beliau adalah Raden Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel Surabaya, sedang ibunya bernama Dewi Condrowati atau Nyai Ageng Manila cucu bupati Surabaya atau putri bupati Tuban. Beliau adalah saudara dari Raden Maqdum Ibrahim atau Sunan Bonang itu memiliki nama Raden Qasim. Lanjut membaca

Indahnya Persaudaraan

Suatu hari Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu. Tiba-tiba datanglah tiga orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka. Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata : “Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin, Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini! Lanjut membaca

Sunan Ampel

Sunan Ampel yang dianggap sebagai pemimpin Walisongo memiliki nama Sayyid Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat. Beliau diperkirakan lahir pada tahun 1401 di Champa. Sebuah daerah yang berada di daerah antara Kamboja dan Vietnam Selatan. Sunan Ampel adalah keturunan ulama dan sekaligus bangsawan. Beliau adalah putra dari seorang ulama yang bernama Syaikh Ibrahim Assamarqandi seorang ulama yang berasal dari dari Uzbekistan. Sedangkan ibunya adalah putri raja Champa. Ibu dari sunan Ampel masih memiliki hubungan kerabat dengan raja Majapahit. Lanjut membaca

Sunan Giri

Kanjeng Sunan Giri diperkirakan lahir pada tahun 1443 M di Blambangan (Banyuwangi) Jawa Timur. Ayahnya adalah seorang ulama penyebar agama Islam di ujung timur Jawa Timur. Ibunya adalah putri penguasa Blambangan. Ketika Sunan Giri lahir, terjadi huru hara di Blambangan. Untuk menyelamatkan bayinya, ibunya menempatkannya di dalam sebuah peti kemudian dihanyutkan ke laut. Di tengah laut peti yang berisi bayi tersebut akhirnya ditemukan oleh anak buah dari kapal saudagar wanita dari Gresik yang bernama Nyi Ageng Pinatih. Lanjut membaca

Membelanjakan Harta

Tidak seperti biasanya, hari itu sayyidina Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Sayyidah Fatimah istrinya dengan sukaciat menyambut kedatangan suaminya yang telah sehari suntuk mencari rezeki. Siapa tahu suaminya membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar. Sesudah melepas lelah, sayyidina Ali berkata kepada sayyidah Fatimah, “Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun.” Lanjut membaca

Tergantung Niatnya

Suatu waktu terjadilah pertempuran antara pihak Islam dengan pihak Musyrik. Kedua belah pihak berjuang saling mengalahkan. Tiba-tiba pertempuran diberhentikan seketika dan kedua belah pihak pulang ke markas masing-masing. Nabi Muhammad saw berkumpul bersama shahabatnya dan memperbincangkan pertempuran yang telah berlangsung. Dalam perbincangan itu, mereka begitu kagum dengan salah seorang yang bernama Qotzman.

Lanjut membaca

Sayyidah Nafisah

Sayyidah Nafisah adalah termasuk keturunan Rasulullah saw yang Lahir di Makkah tahun 145 H. Karena ayahnya diangkat menjadi gubernur di Madinah maka beliau ikut pindah ke Madinah. Masa kecil dan remaja sayyidah Nafisah dihabiskan untuk belajar, terutama menghafalkan al Qur’an dan Al Hadits. Sehingga beliau sudah menjadi sumber ilmu di usia yang sangat muda. Keilmuan beliau sangat menonjol dibandingkan perempuan-perempuan yang ada di masanya. Lanjut membaca

Thariq Bin Ziyad

Thariq bin Ziyad berasal dari bangsa Barbar. Mengenai sukunya, para sejarawan masih berbeda pendapat; apakah dari suku Nafza ataukah suku Zanata. Ia bekas seorang budak yang kemudian dimerdekakan oleh Musa bin Nushair, Gubernur Afrika Utara. Di tangan Musa inilah ia memeluk agama Islam bersama orang-orang Barbar lainnya yang tunduk di bawah kekuasaan Musa setelah menaklukkan daerah Tanja di ujung Maroko. Lanjut membaca

Bilal Bin Rabah

Sesaat setelah Rasulullah saw mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah saw masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna Muhammadan Rosuulullaah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru. Lanjut membaca

Membiasakan Istighfar

Dikisahkan bahwa, sekali waktu Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bepergian untuk suatu keperluan sampai kemalaman di sebuah kampung. Karena tidak ingin merepotkan siapapun, beliaupun mampir ke sebuah masjid kecil untuk shalat sekaligus berniat bermalam disana. Seusai shalat dan ketika hendak merebahkan tubuh tua beliau di masjid kecil tersebut guna melepaskan sedikit kepenatan malam itu, tiba-tiba sang penjaga masjid datang dan melarang beliau tidur di dalamnya. Lanjut membaca