Hati Manusia

  • Sumo

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,”Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging; jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh namun jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR Muttafaq ‘Alaih). Para ulama mengibaratkan hati seperti panglima di tengah-tengah pasukannya. Apapun yang dilakukan oleh seluruh pasukan tergantung pada perintah sang panglima. Demikianlah juga hati manusia. Baik dan buruknya seorang manusia sangat ditentukan oleh kondisi hatinya. Jika hatinya baik insyaallah perilakunya juga baik. Sebaliknya, jika hatinya buruk maka perilakunya pun akan menjadi buruk.

Dalam bahasa Arab, hati disebut dengan qalb yang secara harfiah berarti yang terbolak-balik. Hati disebut demikian karena memang tabiatnya yang labil. Tidaklah mudah menjadikan hati kita istiqamah, selalu kokoh dalam kebaikan. Untuk itulah kita dianjurkan untuk sering mengucapkan doa-doa yang berisi permohonan kepada Allah agar Ia menetapkan hati kita untuk senantiasa istiqamah. Diantaranya adalah doa yang termaktub dalam QS Ali ‘Imran ayat 8: “Wahai Tuhan kami, janganlah engkau sesatkan hati kami sesudah Engkau memberikan petunjuk kepada kami.” Mengapa dalam doa ini kita memohon agar yang tidak disesatkan adalah hati kita dan bukan penglihatan, pendengaran, ataupun lisan kita? Tidak lain jawabannya adalah karena hati adalah penentu baik buruknya diri kita.

Demikian pula Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk berdoa: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku diatas agamamu.” Kita berdoa seperti ini karena hati kita pada dasarnya labil kecuali jika Allah membuatkan teguh dan istiqamah untuk senantiasa berada diatas petunjuk Allah.

Disamping memiliki tabiat yang labil, hati kita juga tidak henti-hentinya harus berhadapan dengan berbagai fitnah (godaan dan gangguan). Dalam sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Hudzaifah ibnul Yaman, Rasulullah menegaskan,”Setiap hati manusia akan berbenturan dengan berbagai macam fitnah.” Para ulama menjelaskan bahwa fitnah terhadap hati ada dua macam: fitnah syahwat dan fitnah syubhat. Fitnah syahwat adalah berbagai macam godaan yang senantiasa mengajak hati kita untuk menuruti kemauan hawa nafsu kita, baik itu berupa syahwat mata, telinga, lisan, pikiran dan sebagainya. Sementara fitnah syubhat adalah gangguan pada hati kita berupa berbagai macam keraguan. Adakalanya fitnah syubhat terjadi dalam wilayah mu’amalah, dimana kita diliputi keraguan dan ketidakjelasan tentang yang halal dan yang haram dalam bermuamalah.

Betapa banyak kita lihat saat ini orang-orang yang tidak lagi bisa membedakan yang halal dengan yang haram. Ia menganggap yang haram itu sudah biasa. Korupsi, manipulasi, kolusi dan suap-menyuap sudah tidak ia anggap sebagai sesuatu yang tabu. Sebaliknya yang halal ia anggap sebagai sesuatu yang aneh, kuno dan ketinggalan zaman. Adakalanya pula fitnah syubhat terjadi dalam wilayah aqidah, seperti ketika kita tidak lagi bisa bertawakkal (berserah diri) kepada Allah dan sebaliknya justru mempercayai berbagai macam klenik dan semacamnya.

Segala macam fitnah tersebut akan senantiasa hinggap dalam hati kita. Dan ketika hati kita tidak bisa menolak fitnah-fitnah tersebut, maka semua itu akan menjadi noktah-noktah hitam pada hati kita. Demikianlah seterusnya, sehingga jika sudah sangat parah maka hati kita akan menjadi hitam pekat oleh noktah-noktah hitam yang sedemikian banyaknya itu. Ketika itulah hati kita diibaratkan oleh Rasulullah seperti gelas yang terbalik. Dilihat tampaknya memang gelas akan tetapi sama sekali tidak bisa berfungsi sebagai gelas sebagaimana mestinya. Setiap kali dituangkan padanya air, susu atau madu, setiap kali itu pula segala macam minuman yang dituangkan itu akan langsung tumpah. Demikianlah hati yang sudah hitam pekat penuh dengan noktah hitam, tidak akan bisa lagi menerima berbagai macam nasihat. Nasihat-nasihat itu tidak pernah bisa merasuk kedalam hatinya sebagaimana minuman-minuman yang tumpah tadi. Lebih dari itu, hati seperti ini bahkan akan dipenuhi dengan berbagai macam kotoran sebagaimana minuman-minuman yang tumpah di sekitar gelas tadi akan dikerubuti oleh semut, kecoak dan sebagainya.

Ketika itulah, hati seorang manusia akan ditimpa dua penyakit yang amat parah. Yang pertama, ia tidak akan lagi bisa mengenali kebaikan dan juga tidak bisa memungkiri kemunkaran. Ia tidak lagi memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang haram ia anggap halal sementara yang halal ia anggap haram. Yang bid’ah ia anggap sunnah sedangkan yang sunnah ia anggap bid’ah. Ia tidak lagi memiliki bashirah (pandangan batin). Alangkah malang dan nestapanya orang yang semacam ini! Yang kedua, ia akan dikuasai dan dikendalikan oleh hawa nafsunya. Hidupnya tidak lain hanyalah memperturutkan hawa nafsu. Ketika itu ia telah menjadi budak hawa nafsu.

Pada akhirnya, semoga Allah menjadikan hati kita senantiasa bening sehingga mudah menerima berbagai nasihat dan peringatan. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang memiliki hati yang selamat (qalb salim), bukan hati yang sakit (qalb maridh) apalagi hati yang mati (qalb mayyit). Jagalah hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini. Jagalah hati, karena ia adalah sesuatu yang labil tetapi menentukan baik buruknya diri kita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.