Manusia itu termasuk mahluq sosial. Dia tak bisa hidup seorang diri atau mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Manusia itu selalu membutuhkan orang lain. Dan agar kehidupannya semakin mudah, maka manusia harus saling bantu membantu atau saling tolong-menolong. Tentu saja tolong menolong dalam kebaikan. Untuk bisa tolong menolong dalam kebaikan, berarti kita selalu membutuhkan orang lain untuk saling mengingatkan. Allah SWT mengingatkan bahwa adanya saling mengingatkan itu sangat penting. Allah SWT berfirman. “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (Adz Dzariyat: 55). Bahkan Allah SWT menjadikan orang-orang yang selalu ta’awun dalam kebenaran dan kesabaran dalam kelompok orang yang tidak merugi hidupnya. (QS: Al Ashr: 1-3).
Agar tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan bisa berjalan baik, maka perlu ditanamkan budaya atau tardisi yang baik dalam bermasyarakat. Beberapa tradisi yang baik yang perlu terus ditingkatkan kwalitas dan kwantitasnya adalah:
(1) Silaturahim . Islam sangat menganjurkan disambungnya jalinan silaturahim. Baik antara anggota keluarga atau antara sesama umat Islam. Apalagi terhadap kedua orang tua. Dan pemutusan hubungan silaturahim” adalah dalam dosa-dosa besar. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR. Bukhari, Muslim)
(2) Memuliakan tamu. Tamu dalam Islam mempunyai kedudukan yang amat terhormat. Dan menghormati tamu termasuk dalam indikasi orang beriman. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari, Muslim)
(3) Menghormati tetangga. Hal ini juga merupakan indikator apakah seseorang itu beriman atau belum. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “…Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari, Muslim).
Apa saja yang bisa dilakukan untuk memuliakan tetangga, diantaranya: menjaga hak-hak tetangga , tidak mengganggu tetangga, berbuat baik dan menghormatinya , mendengarkan mereka , menasehati mereka dan mendo’akannya
(4) Saling menziarahi. Rasulullah SAW, sering menziarahi para sahabatnya. Beliau pernah menziarahi Qois bin Saad bin Ubaidah di rumahnya dan mendoakan: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu serta rahmat-Mu buat keluatga Saad bin Ubadah”. Beliau juga berziarah kepada Abdullah bin Zaid bin Ashim, Jabir bin Abdullah juga sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan betapa ziarah memiliki nilai positif dalam mengharmoniskan hidup bermasyarakat.
Abu Hurairah RA. Berkata: Bersabda Nabi SAW: Ada seorang berziarah pada temannya di suatu dusun, maka Allah menyuruh seorang malaikat (dengan rupa manusia) menghadang di tengah jalannya, dan ketika bertemu, Malaikat bertanya; hendak kemana engkau? Jawabnya; Saya akan pergi berziyaroh kepada seorang teman karena Allah, di dusun itu. Maka ditanya; Apakah kau merasa berhutang budi padanya atau membalas budi kebaikannya? Jawabnya; Tidak, hanya semata-mata kasih sayang kepadanya karena Allah. Berkata Malaikat; Saya utusan Allah kepadamu, bahwa Allah kasih kepadamu sebagaimana kau kasih kepada kawanmu itu karena Allah” (HR. Muslim).
(5) Memberi ucapan selamat. Islam amat menganjurkan amal ini. Ucapan bisa dilakukan di acara pernikahan, kelahiran anak baru, menyambut bulan puasa. Dengan menggunakan sarana yang disesuaikan dengan zamannya. Untuk sekarang bisa menggunakan telepon, pesan di media sosial dan lain-lain. Sesungguhnya ucapan selamat terhadap suatu kebaikan itu merupakan hal yang dilakukan Allah SWT terhadap para Nabinya dan kepada hamba-hamba-Nya yang melakukan amalan surga. Misalnya Firman Allah; “Sampaikanlah kabar baik, kepada mereka yang suka mendengarkan nasihat dan mengikuti yang baik daripadanya” (Az Zumar: 17). Firman Allah: “Maka Kami memberi selamat kepada Ibrahim akan mendapat putra yang sopan santun (sabar)”. (Al Maidah: 101), Rasulullah SAW juga memberikan kabar gembira (surga) kepada para sahabatnya semisal, Abu bakar RA, Umar bin Khaththab RA, Utsman RA, Ali RA dan lain-lain.
(6) Peduli dengan aktivitas sosial. Orang yang peduli dengan aktivitas orang di sekitarnya, serta sabar menghadapi resiko yang mungkin akan dihadapinya, seperti cemoohan, cercaan, serta sikap apatis masyarakat, adalah lebih daripada orang yang pada asalnya sudah enggan untuk berhadapan dengan resiko yang mungkin menghadang, sehingga ia memilih untuk mengisolir diri dan tidak menampakkan wajahnya di muka khalayak. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Seorang mukmin yang bergaul dengan orang lain dan sabar dengan gangguan mereka lebih baik dari mukmin yang tidak mau bergaul serta tidak sabar dengan gangguan mereka” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Ahmad).
(7) Memberi bantuan sosial. Orang-orang lemah mendapat perhatian yang cukup tinggi dalam ajaran Islam. Kita diperintahkan untuk mengentaskannya. Bahkan orang yang tidak terbetik hatinya untuk menolong golongan lemah, atau mendorong orang lain untuk melakukan amal yang mulia ini dikatakan sebagai orang yang mendustakan agama. Firman Allah: “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Al Maa’un: 1-3).