Seseorang datang meminta nasehat kepada Rasulullah sholalallahu alaihi wasallam dan berkata, “Berikanlah nasehat kepadaku.” Rasulullah SAW menjawab : “Janganlah engkau marah.” Orang itu pun mengulang-ulang pertanyaan yang sama dan Nabi SAW (tetap) menjawabnya, “Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhori). Hadits ini adalah salah satu nasehat penting yang melarang sikap marah dan menganjurkan sikap kesabaran dan pengendalian diri. Karenanya Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang kuat itu bukanlah orang yang pandai bergulat, tetapi orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika ia sedang marah.”
Hadits ini memberi arah yang sangat jelas bahwa marah merupakan sumber keburukan, sedangkan pengendalian diri adalah kunci kebaikan dan kesuksessan dunia dan akhirat. Dalan riwayat Imam Ahmad, seseorang yang bertanya itu berkata, “Setelah itu saya memahami, bahwa kemarahan mencakup seluruh kejahatan.” Artinya, jika tidak marah maka sebenarnya seseorang telah meninggalkan semua kejahatan.
Dalam satu riwayat disebutkan, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw “Perbuatan apakah yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Akhlak yang terpuji, yaitu janganlah kamu marah, meskipun kamu mampu melampiaskannya.” Setiap muslim dituntut untuk berperilaku dan berakhlak islami, dan salah satu tanda ketaqwaan seseorang ada pada kemampuannya untuk mengendalikan sikap marah dan itulah sifat penghuni surga, sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran surah Ali Imran : 133-134.
Orang harus berpikir seribu kali kalau mau bertindak secara emosional, jika tidak ingin di kemudian hari sikap tersebut berbalik menjadi kendala besar yang menghambat dan menghancurkan semua cita-cita dan harapannya. Banyak hal yang menyebabkan seseorang gampang marah: sombong, membanggakan diri, menghina orang lain, banyak bercanda, suka berdebat, ambisi terhadap harta dan kekuasaan, iri dan dengki dan banyak lagi faktor penyebab yang lainnya.
Sebagai kebalikan dari kebiasaan suka marah, hendaknya kita sedikit bicara dan banyak bekerja, serta memberian keteladaan dalam kebaikan. Adapun mencegah dan meredam marah bisa dilakukan dengan banyak cara, antara sebagai berikut.
Pertama, melatih dan membiasakan diri dengan berbagai akhlak terpuji seperti sabar, lemah lembut, tidak tergesa-gesa, dan lain-lain.
Kedua, mengingat-ingat dampak dari marah, keutamaan meredam marah dan keutamaan memaafkan kesalahan orang lain yang berbuat salah. Imam Ahamd, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda “Barangsiapa yang menahan amarah dan ia sebenarnya mampu untuk melampiaskannya, maka pada hari kiamat nanti ia akan dipanggil oleh Allah dihadapan semua makhluk-Nya, lalu ia disuruh memilih bidadari yang ia inginkan”
Ketiga, membaca ta’awudz (A’udzu billahi minasy syaithanir rajim). “Dan jika engkau ditimpa godaan syetan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-A’raf : 200).
Keempat, mengubah posisi tubuh. Rasulullah Saw bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian marah sementara dia berdiri, maka hendaklah ia duduk sehingga kemarahannya hilang. Jika belum juga hilang maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Kelima, menghentikan bicara, karena dengan tetap bicara sangat mungkin kemarahannya bertambah, atau ia mengucapkan perkataan yana akan ia sesali setelah kemarahannya reda. Rasulullah Saw bersabda, “Jika salah seorang diantara kamu marah maka diamlah.” Nabi Saw mengucapkannya tiga kali (HR, Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud)
Keenam, berwudhu, karena pada dasarnya marah adalah api yang membara dalam diri manusia, maka air akan memadamkan api tersebut. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya kemarahan pada dasarnya adalah bara yang sedang membakar di hati anak Adam.” (HR Ahmad dan Tirmidzi) Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya amarah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api. Jika salah seorang diantara kalian marah maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Meski demikian, ada kondisi-kondisi khusus dimana seseorang dibolehkan untuk marah, yaitu marah untuk membela agama Allah, dan untuk membela kehormatan seorang muslim yang diinjak-injak. Dalam kondisi seperti itu marah menjadi suatu tindakan yang terpuji. Allah SWT berfirman, “Perangilah mereka niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) teman-temanmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, melegakan hati orang-orang beriman dan menghilangkan kemarahan mereka.” (QS Taubah : 15) Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Saw tidak pernah marah, namun jika larangan Allah dilanggar maka tidak ada sesuatu pun yang dapat meredam kemarahannya. (HR. Bukhori dan Muslim).