Di tengah Pasar Ukaz, pinggiran kota Mekkah semua mata tertuju kepada kedua sosok pemuda jagoan yang bersiap adu gulat. Keduanya mengatur kuda-kuda, matanya menatap nanar tidak berkedip, wajahnya tegang, dan geraknya waspada. Benar-benar menggambarkan kekuatan dan keberanian tanpa tanding, untuk merebut hati masyarakat yang haus akan hiburan yang memacu adrenalin padang pasir. Ya, petarung tak terkalahkan itu adalah Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid.
Keduanya idola dan panutan kabilahnya dalam menjaga harga diri, sekaligus pimpinan ekspansi khas padang pasir, kebanggaan kabilah, berperang, berburu, dan menjelajah negeri. Sehingga ketika muncul ajaran baru yang disampaikan Nabi Muhammad, keduanya tampil untuk menunjukkan potensi petarungnya menjaga wibawa “agama nenek moyang”, dengan target “menghabisi Muhammad.”
Sampai suatu masa, Umar tertegun akan keindahan Al-Qur’an hingga masuk Islam dan menjadi pembeda metode dakwah Rasulullah, dari sembunyi- sembunyi menjadi terang-terangan. Umar juga menunjukkan kompetensi luar biasanya dalam membela Islam dan Rasulullah SAW, sampai mendapat julukan “Al-Faruq” (Sang Pembeda). Saat beliau menjadi Khalifah, dibuatlah kebijakan yang luar biasa seperti pembentukan pasukan perang yang resmi, penataan regulasi tata pemerintahan, membentuk departemen, mengelola sumber air dengan pola irigasi, membagi wilayah dengan pola otonomi daerah, dll.
Begitu pula Khalid Bin Walid, selesai perang Uhud terketuk hatinya akan indahnya persaudaraan dalam Islam, tidak ada sekat sosial antar tokoh besar dengan mantan budak, antara Muhajirin dan Anshar. Khalid Sang Jawara akhirnya masuk Islam dan menunjukkan kompetensi luar biasanya dalam memimpin pasukan Muslimin, sehingga mendapat julukan “Saifullah Al-Maslul” (Pedang Allah yang Terhunus) yang tidak pernah sekalipun kalah dalam pertempuran. Kita semua memiliki potensi besar, yang bisa menghasilkan karya-karya dan prestasi yang besar.
النَّاسُ مَعَادِنُ كَمَعَادِنِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي اْلإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوا وَالْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Manusia ibarat barang tambang berharga seperti tambang emas dan perak. Orang yang mulia pada masa jahiliyah, akan menjadi orang yang mulia juga dalam Islam apabila ia berilmu. Ruh ibarat pasukan yang dikumpulkan, ia akan bersatu jika serasi dan akan berselisih jika tidak serasi“. (HR Muslim)
Yang diperlukan adalah proses manajemen yaitu strategi untuk mengembangkan potensi diri berupa kemampuan, bakat, kreativitas, dan sifat unggul lainnya yang dimilikinya agar dapat mencapai kesuksesan pribadi dan organisasi. Potensi ini bersifat ganda, artinya bisa mendorong perbuatan baik maupun buruk.
Memahami akan potensi yang baik dan besar dampaknya dalam perjalanan hidup kita, maka perlu didorong dengan segenap tenaga, perlu tindak lanjut/follow up dengan aksi yang semakin memperbesar powernya dan dilingkupi dengan lingkungan yang kondusif untuk menjaga stamina kebaikan selalu dalam kondisi prima. Agar kekuatan kebaikan dan perbaikan terus bergerak semakin kuat dan besar.
Begitu pula perlu memahami dan mewaspadai potensi keburukan yang bisa menenggelamkan hidup kita. Maka perlu dihadapi dengan kesungguhan, perlu dihalangi/block up dengan aksi supaya semakin berkurang daya dobrak rusaknya dan dengan support lingkungan sebagai kontrol sosial. Agar kekuatan keburukan dan dampak negatifnya semakin berkurang dan akhirnya tereliminasi, kalah.
Sesuai sunnatullah bahwa kebenaran/al-haq pasti akan menang dan eksis, sementara keburukan/al-bathil pasti akan kalah dan lenyap.
وَقُلْ جَاۤءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۖاِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا
“Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang bathil telah lenyap.” Sungguh, yang bathil itu pasti lenyap.”(Al-Isra’:81)
Tetapi sunnatullah juga menyatakan bahwa yang tertatalah yang akan menguasai/ mendominasi. Kata Ali bin Abi Thalib,”Kebathilan yang tertata akan bisa mengalahkan kebenaran yang tidak tertata.” Secara hakiki, yang benar pasti menang, tetapi secara usaha manusia (ikhtiari basyariyah) harus dimanajemen secara optimal dan maksimal agar menjadi tatanan kekuatan yang bisa menggetarkan dan mendominasi yang bathil. H. Suratno (ketua IKADI Kab Madiun)