Membersihkan Madzi

  • Sumo

Pertanyaan: saya LDR dengan suami, sering kali suami meminta saya memperlihatkan aurat saya menjelang saya ke bekerja atau keluar rumah Karena perbedaan waktu yang cukup signifikan, Karena beliau meminta pagi (kondisi dia baru bangun, namun waktu di tempat saya sudah waktu jam kerja). Saya was-was najis madzi jika ikut terangsang. Takut menempel di handuk atau di celana. bahkan jika kesiangan beliau pernah meminta saat posisi saya sedang di kantor. Dulu saya selalu turuti karena belum paham. namun sekarang saya sering menolak, padahal itu kewajiban saya. Pertanyaannya: Jika dalam kondisi darurat/tidak pasti, dan saya keluar madzi dimana saya tidak punya celana penganti, apakah yang dimaksud ‘memercikan air itu wajib seukuran kurang lebih semangkuk telapak tangan? Karena jujur itu banyak sekali sehingga membuat celana dalam tembus celana luar basah kuyup seperti orang mengompol. Atau ukurannya bebas saja asal sudah di percikkan?

Kemudian apakah percikan itu wajib mengenai semua lokasi madzi di celana itu? Atau tidak harus mengenai semua asal sudah ada percikan? Kemudian bila yang basahan madzi itu hanya nampak di CD dan tidak tembus sampai celana luar, apakah cukup dipercikann air di CD saja? Atau dicelana luar juga, karena was was pasti basah madzinya menyebar ke celana luar namun sudah kering?

Jawaban: Ada perbedaan pendapat antara Ulama’ perihal perintah mencuci pakaian yang terkenan madzi atau cukup memercikan air diatasnya, sebagaimana yang di jelaskan oleh imam At-Tirmidziy rahimahullah, ia berkata:

وقد اختلف أهل العلم في المذي يصيب الثوب فقال بعضهم لا يجزئ إلا الغسل وهو قول الشافعي وإسحاق وقال بعضهم يجزئه النضح وقال أحمد أرجو أن يجزئه النضح بالماء

Para ulama berselisih pendapat tentang madzi yang mengenai pakaian. Sebagian dari mereka berkata : ’Tidak cukup menjadi suci kecuali jika dicuci’. Ini adalah pendapat Asy-Syaafi’iy dan Ishaaq. Sebagian yang lain mengatakan cukup memercikkannya/menyiramnya saja. Ahmad berkata: ’Aku harap hal itu cukup diperciki dengan air” (As-Sunan, 1/158).

Dengan adanya perbedaan yang terjadi, dan dengan alasan supaya keluar dari khilaf dan lebih menenangkan hati ini, serta dengan melihat dalil dari berbagai riwayat yang menyatakan tentang perintah Nabi untuk mencuci kemaluannya, bukan mencipratkan air saja ke kemaluannya, dan alasan alasan yang lainnya, maka sebaiknya madzi dan pakaian yang terkena madzi tersebut sebaiknya dicuci bukan sekadar diperciki dengan air saja.

Hal ini sebagaimana pendapat dari Imam Syafi`i rahimahullah dan yang lainnya yang menyatakan tentang keharusan untuk mencuci pakaiannya bila terkena madzi.

Setelahnya, bila dalam kondisi tertentu atau dalam kondisi baju telah dicuci dan masih meninggalkan bekas maka tidak mengapa bila masih membekas, dengan harapan Allah memaafkan segala kelemahan kita semua.

Dan dengan kondisi yang sering terjadi pada anda, maka sebaiknya anda senantiasa membawa pakaian cadangan pada setiap anda keluar dari rumah untuk bekerja atau yang lain. Demikian, semoga Allah berkenan untuk memberikan kemudahan, taufiq dan ridho-Nya. Wallahu a’lam bishshawaab. (H. Agung Cahyadi, MA)

Sumber: konsultasisyariah.net

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses