Waktu adalah kehidupan. Siapa yang menghargai waktu berarti menghargai kehidupannya. Kalau ada yang mengatakan bahwa waktu itu mahal harganya, itu benar. Jika anda pernah mendengar seseorang mengatakan bahwa waktu itu adalah emas, nyatanya demikian. Dunia memang terlalu besar buat diukur dengan kita yang kecil ini. Namun hidup sejatinya terlalu pendek bila dibandingkan dengan umur dunia yang masih panjang sedang tenaga amat terbatas jika dibanding dengan kewajiban-kewajiban kita yang begitu berat. Ingat! Waktu tidak akan pernah bisa diajak kompromi . Waktu tidak akan pernah mau dan sudi diajak berdialog. Waktu akan terus berjalan. Waktu akan terus berganti, terus mengalir bagai anak sungai meski di dalamnya terdapat sampah-sampah kotor. Waktu akan terus berputar dan siapapun yang tidak bisa memanfaatkannya, maka waktu akan menggilasnya dan melenyapkan kesempatannya. Waktu tidak akan pernah peduli dengan manusia, kecuali manusia harus peduli dengannya. Waktu selalu berjalan dengan kesombongannya, kecuali manusia menjinakkan dengan cara memanfaatkannya.
Jika anda benar-benar cerdik, maka harus pandai menenundukkan waktu dan mengalahkan kesombongan waktu. “Andalah yang harus mengatur waktu, bukan anda yang diatur waktu. Andalah yang mengatur waktu bukan Anda yang diatur waktu. Andalah yang harus mengalahkan waktu, bukan Anda yang dikalahkan oleh waktu. Dan Andalah yang harus menyetir waktu, bukan Anda yang disetir waktu”. Demikian bimbingan yang paling bijak dari Rasulullah saw: “Orang cerdik adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan beramal untuk kepentingan setelah mati. Dan orang yang lemah daya pikirnya adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah ”.
Orang yang cerdik diukur bukan karena dalam waktu singkat ia memiliki ilmu yang luar biasa, tetapi karena ia mampu mengambil manfaat ilmunya sampai setelah ia mati. Bukan pula dalam tempo tak begitu lama ia menjadi kaya apalagi dengan cara korupsi? Namun ia pandai memetik manfaat dari harta halalnya itu sampai setelah mati. Bukan juga karena dalam waktu cepat ia menjadi pejabat tinggi, tetapi karena dengan jabatannya itu ia semakin banyak berbuat kebaikan yang manfaatnya dapat dirasakan walau setelah mati.
Apalah artinya bila waktu hidup ini hanya diisi dengan hal-hal yang sia-sia karena aktifitas hidupnya hanya jadi kebanggaan sebatas duniawi belaka namun setelah mati justru menjadi sebab dia dihinakan dan disiksa. Mengherankan! Seringkali orang-orang sesat justru menjadi panutan bagaimana mengisi waktu demi waktu yang semakin sempit ini. Karena orang-orang kafir semuanya sangat menyesal ketika dijemput ajal dalam keadaan belum memeluk dinul Islam. Sebagai wujud penyesalan yang teramat sangat dalam itu, ia rela menukarkan hartanya meskipun berwujud emas sebesar bumi dengan Al Islam sebagai agamanya, sebagai panduan mengisi hari demi hari dari kehidupannya. Tapi sungguh malang penyesalannya datang terlambat. “Sungguh, orang-orang kafir dan mati dalam kekafirannya, tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak memperoleh penolong”. (QS. Ali Imran: 91)