Kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Namun betapa banyak orang yang salah dan bahkan tersesat dalam upaya mencari dan mendapatkan kebahagiaan. Sehingga tidak sedikit yang – setelah berbagai upaya yang sangat melelahkan – ternyata hanya memperoleh kebahagiaan semu belaka. Bagi orang mukmin, kebahagiaan yang dicari adalah kebahagiaan hakiki, kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dan itu hanya bisa didapat melalui bermacam ragam ketaatan yang salah satunya adalah dengan menunaikan kewajiban zakat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ، وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ، فَهُوَ مُؤْمِنٌ”
”Barangsiapa bersenang hati dengan amal kebaikannya, dan bersedih hati dengan keburukan yang diperbuatnya, maka berarti dia adalah seorang mukmin” (HSR Ath-Thabrani).
Jadi kebahagiaan hati orang beriman itu bersumber dari kebaikan dan ketaatan yang dilakukannya sebagai bukti keimanan hatinya. Semakin tinggi tingkat dan nilai ketaatannya, maka semakin besar pula kebahagiaan yang dirasakannya. Dan berzakat menempati peringkat yang sangat tinggi dalam skala prioritas amal ketaatan. Karena ia merupakan salah satu ibadah wajib utama yang diposisikan sebagai rukun Islam ketiga, sehingga dengan berzakat berarti seorang mukmin telah turut andil dalam upaya menegakkan tiang dan pilar penyangga utama bangunan Islam.
Kebahagiaan karena berzakat semakin sempurna dirasakan oleh seorang mukmin karena disebutkan dalam hadits qudsi riwayat Imam Al-Bukhari, bahwa mengamalkan ketaatan berupa kewajiban – seperti zakat dan lain-lain – merupakan sarana terbaik untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) dan jalan terdekat untuk meraih mahabbatullah (cinta dan kasih sayang Allah).
Dari Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-KU, maka Aku umumkan perang terhadapnya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan. Dan hamba-Ku terus menerus berusaha mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah, sampai Aku mencintai dia. Dan jika Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya untuk ia mendengar, dan penglihatannya untuk ia melihat, dan tangannya untuk ia memukul (beraktifitas), dan kakinya untuk ia berjalan. Lalu jika ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi …” (HR. Al-Bukhari).
Dan ini adalah derajat kebahagiaan puncak yang dicita-citakan oleh setiap mukmin sejati. Ya, siapa orang beriman yang tidak berbahagia dan berbunga-bunga hatinya dicinta dan disayangi oleh Dzat Yang Maha Penyayang ? Disamping itu, orang yang taat membayar zakat tentu juga dicintai dan disayangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum mukminin, dimana hal ini juga menjadi sumber kebahagiaan tersendiri bagi seorang mukmin.
Zakat merupakan wujud dan bukti syukur seorang hamba atas limpahan karunia harta yang diterimanya dari Allah Ta’ala. Dan orang yang bersyukur adalah orang yang berbahagia. Maka berbahagialah para muzakki. Disamping itu, salah satu fungsi utama zakat adalah membersihkan diri dan mensucikan hati sang muzakki. Firman Allah swt yang artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dimana dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah : 103).
Dan disini pula tersimpan rahasia dibalik kebahagiaan orang yang berzakat. Karena zakat yang ditunaikannya akan membersihkan dirinya dari dosa-dosa yang membebani dan mensucikan hatinya dari sifat-sifat kikir, cinta harta dan penyakit-penyakit hati yang lain yang biasa menjadi penghalang utama bagi seseorang untuk menikmati kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupnya.
Disisi lain lagi, zakat bisa menjadi sumber kebahagiaan bagi seorang mukmin, karena zakat yang diambil dari sebagian hartanya akan diserahkan kepada orang-orang yang membutuhkan diantara para mustahiq (penerima zakat). Ini tentu akan sangat membahagiakan mereka. Dan kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan para muzakki.
Hal terakhir namun justru barangkali terpenting yang harus dicatat disini adalah bahwa, dengan berzakat, seseorang akan terbebas – dengan izin Allah – dari ancaman siksa pedih di Neraka, sebagaimana dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam banyak ayat, dan – dengan taufiq Allah pula – akan menikmati kebahagiaan hakiki dalam kehidupan abadi di Surga Allah Yang Maha Tinggi. Semoga !
Perhatikanlah kerasnya acaman terhadap orang yang enggan membayar zakat dan berinfak, seperti antara lain di dalam ayat-ayat di bawah ini:
”Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Ali ’Imraan: 180).
”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak meninfakkannya pada jalan Allah (khususnya infak wajib berupa zakat), maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35). (AMJ)