Rasulullah sholallahu alaihi wasllam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus segala kesenangan (yakni) maut.” (HR. At-Tirmidzi dan Nasai). Rasulullah SAW yang teramat sayang kepada ummatnya memberikan bimbingan, bukan sekedar mengingat mati, tetapi memperbanyak ingat mati. Ini menunjukkan bukan sekedar penting atau berharga namun sangat penting atau teramat berharganya mengingat kematian itu. Mengapa demikian? Bukankah kematian merupakan saat yang paling menentukan sejauh mana kwalitas seorang manusia itu? Bukankah kematian adalah akhir kehidupan seseorang, tidak peduli model apa kehidupan yang dilakoni sebelumnya? Bukankah kematian merupakan satu-satunya masa depan yang pasti dirasakan oleh setian manusia, siapapun dia?
Bila maut telah tiba berarti tertutuplah segala pintu-pintu kebaikan. Jika kematian telah datang saatnya maka kesempatan untuk melakukan kebaikan telah hilang tanpa sisa. Padahal Rasulullah saw yang sangat perhatian kepada ummatnya itu mengingatkan: “Ada tiga perkara yang mengiringi mayit (ketika dikuburkan): keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua hal kembali(tidak menyertainya), satu hal yang tetap bersamanya kembali keluarga dan hartanya dan tetap menyertainya amalannya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Hanya amal shalehlah yang berguna setelah mati. Hanya amal shalehlah yang menjadi teman yang baik di alam kubur. Hanya amal yang dijalankan sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nyalah yang jadi penghibur setelah mati. Penyesalan pasti dirasakan bagi setiap pemalas. Penyesalan pasti sangat menyesakkan dada orang-orang yang suka meremehkan tugas-tugas ibadah kepada Allah SWT. Apalagi mereka yang terang-terangan mengingkari kebenaran dari Allah, pasti teramat sangat menyesal. Hal ini sudah Allah gambarkan dalam firman-Nya: Hingga apabila datang kematian kepada seseorang diantara mereka, dia berkata: “ Wahai Rabku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku senantiasa beramal shaleh yang telah aku tinggalkan”. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang terucap saja. Dan di hadapan mereka barzakh sampai hari mereka dibangkitkan (QS. Al-Mu’minun: 99-100)
Penyesalan bila munculnya ketika sakaratul maut pertanda kecelakaan, alamat kesengsaraan. Awal dari penderitaan yang sangat panjang. Begitu beratnya penyesalan ini hingga permohonan yang sama ia lontarkan di hari Qiyamat. Ia lagi-lagi berharap agar diberi kesempatan hidup lagi di dunia padahal kehidupan dunia sudah hancur, sudah berakhir. Allah sama sekali tidak menggubris permohonan tersebut: “Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu menyaksikan orang-orang yang berdosa itu menudukkan kepalanya di hadapan Tuhannya,(mereka berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalkanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal shaleh, sungguh kami yakin sekarang.” (QS. As-Sajadah 12)
Mengingat mati berarti mendidik hati agar merasa takut kepada Allah ketika diri sering melanggar aturan-Nya. Mengingat mati berarti membimbing perasaan agar gelisah ketika diri malas memenuhi seruan-Nya. Mengingat mati berarti mendidik hati agar merasa malu jika berlaku zalim kepada-Nya yang justru tidak pernah berlaku zalim sedikitpun kepada hamba-Nya. Mengingat mati akan memotivasi hati agar selalu mengingat-Nya. Mengingat mati akan memunculkan semangat kuat untuk memperbanyak amal ibadah. Mengingat mati adalah upaya penyelamatan diri dari terbelenggunya diri dari kesenangan dunia hingga melupakan kehidupan abadi yang teramat sangat nikmat di hari kiamat. InsyaAllah.