Ditinjau secara bahasa, berkah berasal dari kata barokah (البركة), yang diartikan dengan kata nikmat. Secara istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali, berkah berarti زیادة الخیر (ziyadatul khair,) yakni “bertambahnya kebaikan terus menerus. Demikian pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berkah diartikan sebagai “karunia Allah yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia”.
Masyarakat yang berkah adalah masyarakat yang jauh dari dosa-dosa dan maksiat. Jika merujuk pada Al-Qur’an, keberkahan suatu masyarakat mempunyai syarat khusus, sebagaimana ditegaskan dalam surat ke-7 yaitu surat Al-A’raf ayat 96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ .
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Qs. Al-A’raf: 96)
Merujuk ayat di atas, maka ada dua kata kunci yang dapat dilakukan untuk menuju keberkahan.
Pertama, آمَنُوا وَاتَّقَوْا (iman dan takwa). Bagaimana merealisasikan keimanan dalam keseharian dan meningkatkan ketaqwaan dalam setiap amalan. Inilah kunci utama guna meraih keberkahan hidup.
Intinya dengan cara melaksanakan amal saleh secara teratur, istiqamah, berkesinambungan, atau terus menerus. Inilah sesungguhnya yang disukai oleh Rasulullah, sebagaimana diungkapkan dalam haditsnya:
أَحَبَُالْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amal (kebaikan) yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu meski sedikit.” (HR Muslim)
Kedua, untuk meraih keberkahan adalah menghindari atau menjauhkan diri dari hal-hal yang akan menghilangkan keberkahan, diantarnya adalah meninggalkan ajaran agama Islam, dan tidak melaksanakan perintah Allah, sehingga kemudian menyebabkan terperosok ke dalam kubangan kemaksiatan.