Pertanyaan: bagaimana hukumnya memberi nafkah orangtua dengan berhutang? Sejujurnya saya dan istri sudah sangat kekurangan ustadz, karenanya kapanpun orangtua saya minta selalu saya berikan meskipun harus berhutang. Kondisi saya saat ini sudah terlilit hutang dan harus gali lubang tutup lubang. Saya sudah jelaskan ke orangtua, namun orangtua tetap meminta jatah beberapa kali setiap bulannya, sampai saya berhenti untuk memberikan nafkah ke istri. Sekarang saya bimbang ustadz, apakah langkah saya ini tepat?
Jawaban: Pada dasarnya menafkahi istri dan orang tua (yang sudah tidak mampu untuk menutup kebutuhan pokoknya) harus berjalan beriringan, tidak memilih satu dan yang lain ditinggalkan, dan ini harus diusahakan dengan sekuat mungkin, seperti itulah agama Islam menginginkan, dan tentunya kita semua bercita-cita bahwa istri dan kedua orang tua kita dirumah hidup bahagia.
Namun jika memiliki pemasukan yang sekedar cukup atau bahkan kurang, maka para ulama berpendapat bahwa nafkah untuk istri dan anak harus lebih diutamakan sebelum nafkah yang lainnya. Hal ini disandarkan ke beberapa teks agama utamanya dari hadits Rasulullah saw, seperti dalam riwayat Imam Muslim:
عَنْ جَابِرٍ أن رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا ، بَيْنَ يَدَيْكَ ، وَعَنْ يَمِينِكَ ، وَعَنْ شِمَالِكَ
Dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda: “Mulailah (nafkah) dari dirimu, jika berlebih maka nafkah itu untuk ahlimu, jika berlebih maka nafkah berikutnya untuk kerabatmu, jika masih berlebih maka untuk orang-orang diantaramu, sebelah kananmu dan sebelah kirimu” (HR. Muslim)
Lebih lanjut, Rasulullah dalam sabda yang lainnya menjelaskan:
وعن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَصَدَّقُوا. فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدِي دِينَارٌ .فَقَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ : عِنْدِي آخَرُ قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجَتِكَ .قَالَ : عِنْدِي آخَرُ .قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ . قَالَ : عِنْدِي آخَرُ .قَالَ : تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ. قَالَ : عِنْدِي آخَرُ . قَالَ: أَنْتَ أَبْصَرُ
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: “Bersedekahlah kalian”, lalu seseorang berkata: “Ya, Rasulullah saya mempunyai dinar” Rasulullah menjawab: “Sedekahlah dengan dinar itu untuk dirimu sendiri”. Dia berkata lagi: “Saya mempunyai (dinar) yang lainnya”. Rasulullah menjawab: “sedekahlah dengan itu untuk istrimu”. Dia berkata lagi: “Saya mempunyai dinar yang lainnya”, Rasulullah menjawab: “Sedekahlah dengan itu untuk anakmu”. Dia berkata lagi: “Saya mempunyai dinar yang lainnya”. Rasulullah menjawab: “Sedekahlah untuk pembantumu”. Dia berkata lagi: “Saya mempunyai dinar yang lainnya”. Rasulullah menjawab: “Kamu lebih tahu (untuk siapa lagi setelah itu) (HR. Abu Daud dan Nasai).
Berdasarkan hal tersebut, maka jika penghasilan anda pas pasan, maka seharusnya anda berkewajiban untuk menutup dulu kubutuhan pokok istri terlebih dahulu, kalau ada sisa baru anda tutup kebutuhan pokok orang tua, dan tidak seharusnya anda sampai berhutang yang anda sendiri tidak mempunyai jaminan untuk bisa membayar hutang tersebut. Wallahu a’lam bishshawaab.(Agung Cahyadi, MA)
Sumber: www.konsultasisyariah.net