Pernikahan dalam Islam tidak sekadar pelampiasan syahwat pasangan hidup yang telah melaksanakan akad pernikahan. Tetapi pernikahan memiliki makna yang lebih dalam lagi. Pandangan tersebut didasarkan pada dua makna asal dan nilai dari kata pernikahan dalam al-Qur’an: Pernikahan dalam terminologi al-Qur’an disebut dengan istilah zawaj yang bermakna hidup berpasangan.
Hidup berpasangan itu merupakan fitrah kauniah yang Allah ciptakan. Firman Allah: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (QS. Adz Dzariyat: 49).
Hidup berpasangan juga berarti saling melengkapi satu sama lain dalam kehidupan. Firman Allah: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS Ar Rum: 21).
Sakinah, mawaddah dan rahmah adalah obsesi setiap insan yang melakukan prosesi pernikahan, sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat ar-Rum ayat 21.
Para mufassir mengatakan, bahwa ayat ini merupakan tanda rahmat, karunia dari Allah yang Maha Besar, yang menjadikan manusia saling hidup berpasangan, untuk mewujudkan ketentraman, cinta dan kasih sayang. Pada akhir ayat ini Allah swt menegaskan kembali, bahwa penciptaan dua pasangan manusia untuk mewujudkan mawaddah dan rahmah sebagai kebesaran al-Khaliq (Sang Pencipta Tunggal).
Pada ayat diatas Allah swt memberikan rumusan tentang upaya mewujudkan SAMARA Sakinah, Mawaddah, waRahmah yaitut: Zawaj > Sakinah > Mawaddah & Rahmah
Maksudnya rumusan tersebut adalah bahwa sakinah (ketentraman) yang didambakan setiap insan hendaknya ditempuh dengan jalan zawaj (pernikahan sah), bukan di luar pernikahan. Selanjutnya sakinah tersebut pada gilirannya akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih (mawaddah dan rahmah). Karenanya pernikahan bagi seorang muslim merupakan jalan Robbani yang dirancang Allah untuk menumbuhkan ketentraman, rasa kasih dan saying diantara suami istri.
Karenanya pula maka untuk mewujudkan pernikahan yang bahagia itu seyogyanya mengikuti aturan agamaNya. Artinya kesejahteraan rumah tangga akan didapat manakala mahligai rumah tangga yang dibangun mengikuti prosedur (tata tertib) yang Allah buat.
Ada pertanyaan lain yang perlu dijelaskan disini. Apa standar SAMARA? Untuk menjawab pertanyaan besar ini perlu kita renungkan, bahwa dalam setiap khutbah nikah Rasulullah saw selalu membaca rangkai 3 ayat yang begitu padat dengan pesan-pesan untuk menggapai mahligai rumah tangga SAMARA.
Rangkaian ayat tersebut adalah Al Qur’an Surat Ali Imran ayat:102, An Nisa ayat:1, dan Surat Al Ahzab ayat: 70-71). 3 ayat ini mengandung nilai dan perintah takwa kepada Allah swt. Sehingga dapat dipahami, bahwa tidak mungkin akan terwujud SAMARA, kecuali jika sejak awal prosesi pernikahan, bahkan proses pra nikah, hingga mendapat keturunan, selalu berjalan di atas rel takwa yaitu ketundukan dan kepatuhan kepada ajaran Allah swt. (mis)