Ada yang salah persepsi terkait dengan istilah zuhud, sehingga mereka menyatakan talak tiga kepada dunia. Mereka sama sekali tidak berhasrat lagi kepada dunia. Mereka menyingkirkan perhatiannya dari dunia. Padahal jelas bahwa Allah SWT menugasi manusia untuk mengurus dunia ini. Banyak pengertian yang disampaikan oleh para salafussaleh tentang makna zuhud, namun menurut penulis ada yang terbaik diantara semuanya yaitu menurut Yunus bin Maesarah: “Bukanlah zuhud dalam urusan dunia itu mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, tidak pula menghambur-hamburkan harta tetapi makna dari zuhud itu meliputi tiga hal.
- Mengharapkan apa yang ada di sisi Allah lebih ia yakini dari pada apa yang ada di tangannya.
Subhanallah bila zuhud ini sudah menjadi sikap hidup setiap Muslim maka tidak akan ada permusuhan karena merebutkan kekuasaan, kedudukan atau harta benda apalagi tega menyakiti teman sendiri hanya karena merebutkan sesuatu. Tidak akan ada ceritanya seseorang menjual harga diri demi secuil kenikmatan dunia apalagi mengorbankan imannya. Atau tidak ada orang yang stres gara-gara kehawatiran tidak bisa makan besok hari.
- Ada musibah atau tidak ada musibah sama kondisinya
Justru yang muncul adalah orang-orang yang berhati baja, tegar menghadapi berbagai kondisi hidup yang seolah-olah tidak lagi bersahabat dengannya. Kebahagian tetap terpancar pada wajahnya meskipun musibah sedang menimpanya. Keimanannya kepada Allah tidak bisa terkikis hanya karena musibah tapi justru ia semakin faham dan yakin bahwa semua yang ada padanya bukan miliknya. Bahwa yang Allah sediakan di Akhirat kelak lebih dan semakin ia yakini dan harap-harapkan.
- Dipuji atau dicerca selama berada dalam kebenaran sama saja baginya
Semangat hidupnya tetap tegak dalan suasana dan nuansa optimis walau terkadang langkah-langkah hidupnya menuai cerca dan celaan. Kalaupun ia mendapat pujian dengan segera ia kembalikan kepada Allah Rabb seluruh alam yang segala pujian untuk-Nya.
Rasulullah saw. adalah paling zuhudnya manusia. Beliau sangat menikmati tugas-tugas dakwah dan perjuangannya tak perduli apapun keadaannya apapun rintangannya, apapun tanggapan manusia yang didakwahinya
Pada suatu hari ada seseorang menemui Nabi dan bertanya: “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan bila aku mengamalkannya, aku dicintai oleh Allah dan oleh manusia.” Rasulullah saw. menjawab: “Zuhudlah engkau terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu. Dan zuhudlah engkau terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu.” (HR Ibnu Majah)
Coba perhatikan perkataan Ali bin Abi Thalib: “Siapa yang zuhud di dunia niscaya musibah terasa ringan baginya.”
Renungkan apa nasehat Imam Ahmad: “Zuhud itu, dia tidak bangga dengan jumlah hartanya yang bertambah dan tidak sedih karena hartanya berkurang.”
Fudhail bin ‘Iyadh bertutur: “Zuhud itu asalnya adalah ridha kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” Dan katanya lagi : “Orang yang selalu merasa puas, itulah dia orang yang zuhud dan dialah orang yang kaya.”
Zuhud itu tidak sama dengan kemiskinan. Bukan hanya orang miskin yang mampu berlaku zuhud. Bisa jadi yang sangat kaya lebih zuhud daripada yang tidak terlalu kaya, karena zuhud itu amalan hati. Hati yang selalu mengharapkan pertemuan dengan Allah. Hati yang amat merindukan Surga. Hati yang lebih yakin dengan janji Allah daripada apa yang ada pada genggamannya. Wallahu a’lam. (MSD)