Reka Mesra dengan Al-Qur’an

  • Sumo

Al-Qur’an memiliki keindahan yang luar biasa, dari segi susunan kalimat, pemilihan kata, maupun penempatan kosakatanya. Keindahan bahasa Al-Qur’an ini tidak terlepas dari unsur-unsur yang dibahas dalam ilmu balaghah. Beberapa Keistimewaan bahasa Al-Qur’an diantaranya Diturunkan dalam bahasa Arab yang fasih, sempurna, dan universal. Al Qur’an Sebagai mukjizat untuk menundukkan kesombongan orang Arab atas bahasa dan sastra mereka.

Keistimewaan lainnya adalah Al Qur’an mmiliki pengaruh yang besar bagi orang-orang yang mendengarnya, Memiliki keunggulan balaghah tertinggi dibandingkan dengan bahasa Arab non Al-Qur’an, Tersusun dengan rapi, indah, dan sempurna, baik lafal maupun maknanya,   Mengajarkan etika yakni tidak ada kata yang memiliki makna negatif disandarkan kepada Allah.   Pengulangan kata dalam Al-Qur’an memiliki makna yang berbeda antara satu sama lain. Dan    Satu kata dalam Al-Qur’an dapat memiliki arti yang banyak.

Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirnya mengatakan:

أي: هذا القرآن الذي أنزلناه إليك [أنزلناه] بلسانك العربي الفصيح الكامل الشامل، ليكون بينا واضحا ظاهرا، قاطعا للعذر، مقيما للحجة، دليلا إلى المحجة

“Maksudnya bahwa Alquran ini adalah (wahyu) yang Kami turunkan kepadamu dengan lisan (bahasa) mu (yaitu) bahasa Arab yang fasih, sempurna, universal agar Alquran menjadi jelas, terang, lagi gamblang, memutuskan udzur, menegakkan hujjah dan sebagai dalil yang menunjukkan kepada tujuan yang dimaksud.”

Dari gaya bahasanya, bahasa Al-Qur’an menggabungkan dua pendekatan sekaligus, pendekatan rasional dan pendekatan estetik. Al-Qur’an menggabungkan keindahan dan kebenaran sehingga menyentuh hati dan akal manusia. Al-Qur’an menggunakan pemilihan kata yang lebih sopan, halus, dan etis. Salah satu gaya untuk memperindah bahasa adalah metafora.

Al-Quran melampaui standarisasi kesantunan dan keindahan bahasa itu sendiri, kalimat yang tepat untuk menggambarkan hubungan antara situasi dan ungkapan yang dipilih adalah

 لِكلِّ مَقامٍ مَقال، ولكل مقالٍ مقامٌ

“Tiap-tiap tempat ada kata-katanya yang tepat, dan pada setiap kata ada tempatnya yang tepat”.

فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى

“Berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (Q.S. Taha [20]: 44)

Makna qaulan layyina, sekalipun Fir’aun adalah raja yang kejam dan dzalim, Nabi Musa tetap diperintahkan oleh Allah untuk mendakwahinya dengan lemah lembut, tidak diperkenankan untuk berbicara kasar kepadanya. Begitu indah diksi Al-Quran ketika menggambarkan sesuatu tanpa menyinggung lawan bicaranya sehingga benar adanya Al-Quran itu shalih li kulli zaman wa makan (tetap relevan sepanjang masa dan tempat).

Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai surat cinta nan mulia untuk para hamba-Nya yang mau menerima dan gaya bahasanya adalah variasi yang digunakan untuk mengungkapkan dan menyampaikan maksud yang Allah ingin sampaikan kepada hamba-Nya. Ia berisikan berita gembira, peringatan, perintah dan larangan serta petunjuk-petunjuk. Akan tetapi surat yang mempunyai gaya bahasa tersendiri dalam penyampaian isi atau maksudnya, tidak hanya memperhatikan gagasan yang disampaikan, tetapi juga memperhatikan manusia dan dunianya.

Bangsa Arab yang memiliki kepandaian bersyair tersentak ketika mereka untuk pertama kali mendengar Al-Qur’an dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW . Di antara orang yang terpesona oleh keindahan bahasa Al-Qur’an adalah Umar bin Khattab. Dalam kehidupan awalnya ia mengikuti kehidupan jahiliah, seperti minum khamer, membunuh dan lainnya, juga ia orang yang sangat keras dan ditakuti. Ketika itu ia ingin berbuat jahat terhadap Muhammad saw. Ia menyelinap di balik kain Ka’bah. Umar ra. mengatakan, “Tidak ada jarak antara diriku dengan Muhammad kecuali hanya dibatasi oleh kain Ka’bah saja. Saat aku mendengar Al-Qur’an maka luluh hatiku sehingga membuat aku menangis. Sejak itu aku masuk Islam.”

Di kisah yang lain, ketika itu Umar  keluar rumah menghunus pedangnya mencari Rasulullah saw. Ia ditemani para sahabatnya berjumlah 40 orang, laki-laki dan perempuan. Namun, di tengah jalan ia bertemu Naim bin Abdullah dan ia diberitahu bahwa iparnya Zaid bin Amr dan saudarinya Fatimah bin Khattab keluar dari agama mereka. Mendengar berita itu, ia lalu mendatangi mereka berdua di rumahnya. Mereka berdua sedang dibacakan Al-Qur’an oleh seseorang. Umar mencengkram langsung mereka berdua. Lalu ia merebut lembaran itu dan setelah ia membacanya, sepenggal ayat dari surat Thaahaa. Umar berkata,” Betapa indah dan mulianya kalimat ini!” Kemudian ia pergi menemui Nabi Saw dan menyatakan keIslamannya.

Kisah Al-Walid ibnul Mughirah mendengar beberapa ayat Al-Qur’an yang membuat hatinya hampir luluh. Lalu kaum Quraisy berkata, jika Walid keluar dari keyakinan kita maka semua kaum Quraisy akan keluar dari keyakinannya. Oleh karena itu kaum Quraisy mengirim Abu Jahal kepada Walid untuk mengingatkannya. Abu Jahal meminta kepadanya untuk mengomentari Al-Qur’an sehingga kaum Quraisy mengerti bahwa Walid benci terhadap Al-Qur-an. Kemudian ia berkata, “Apa yang harus aku komentari? Demi Allah, tidak seorang pun di antara kamu yang lebih mengerti tentang syair daripada aku. Juga tentang susunannya, lantunannya, dan juga tentang syair-syair jin. Demi Allah, tidak ada perkataan pun yang menyerupainya. Demi Allah, ucapan dalam Al-Qur-an amat manis dan indah. Bacaan tersebut bisa mengalahkan semua yang di bawahnya. Dan ia mampu mengungguli segalanya.” Kemudian Abu Jahal berkata, “Demi Allah, kaummu tidak akan puas sehingga engkau berkomentar tentang Al-Qur-an.” “Kalau begitu, biarkan aku berpikir sejenak”, kata Walid. Ketika ia berpikir ia berujar, “In hadza illa sihrun yu’tsar (Al-Qur-an ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari).”

Seorang ahli musik klasik, Romario Anthonie, pernah meneliti pengaruh suara bacaan Al-Qur’an pada manusia di Andalusia (Spanyol) dan mendapatkan hasil bahwa bacaan Al-Qur’an dapat menenangkan jiwa. Setelah diteliti lebih lanjut menggunakan alat canggih suara bacaan Al-Qur’an itu membentuk not-not yang sangat sempurna. Lalu ia menyimpulkan bahwa Al-Qur’an tak mungkin hasil ciptaan manusia.

“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (Ialah) Al Quran dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.” (QS. Az-Zumar: 27-28)

Ibnu Katsir menyatakan,“Karena Al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia, diturunkan dengan bahasa yang paling mulia, diajarkan pada Rasul yang paling mulia, disampaikan oleh malaikat yang paling mulia, diturunkan di tempat yang paling mulia di muka bumi, diturunkan pula di bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhan. Dari berbagai sisi itu, kita bisa menilai bagaimanakah mulianya kitab suci Al-Qur’an.”

يَآأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman“. [Yunus/10 : 57]

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman“. [ِAl-Israa/17 : 82]

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memohonkan syafa’at bagi orang yang membacanya (di dunia)“. [HR. Muslim].

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ

“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya” [al-An‘aam/6 : 115].

Qatadah ra berkata: “Setiap yang dikatakan Al-Qur’an adalah benar dan setiap apa yang dihukumi Al-Qur’an adalah adil, (yaitu) benar dalam pengkhabaran dan adil dalam perintahnya, maka setiap apa yang dikabarkan Al-Qur’an adalah benar yang tidak ada kebohongan dan keraguan di dalamnya, dan setiap yang diperintahkan Al-Qur’an adalah adil yang tidak ada keadilan sesudahnya, dan setiap apa yang dilarang Al-Qur’an adalah bathil, karena Al-Qur’an tidak melarang (suatu perbuatan) kecuali di dalamnya terdapat kerusakan.

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.” [HR. Bukhari]

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ

“Orang yang mahir dengan al-Qur’an bersama malaikat yang mulia, sedang orang yang membaca al-Qur’an dengan tertatih-tatih dan ia bersemangat (bersungguh-sungguh) maka baginya dua pahala” [HR. Bukhari-Muslim].

إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar“. [al-Isra’/17 : 9]

حَسِّنُوْا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ فَإِنَّ الصَّوْتَ الْحَسَنَ يَزِيْدُ الْقُرْآنَ حَسَنًا

“Baguskan (bacaan) al-Qur’an dengan suaramu maka sesungguhnya suara yang bagus akan menambah keindahan suara al-Qur’an“. (Hadits Shahih)

من قرأ القرآن في كل سنة مرتين، فقد أدى حقه

“Barangsiapa yang membaca al-Qur’an setiap tahun khatam dua kali, maka sungguh ia sudah menunaikan haknya al-Qur’an.” (Perkataan Imam Abu Hanifah)

اِذَا خُتِمَ الْقُرْأٓنُ نَزَلَتِ الرَّحْمَةُ

“Apabila dikhatamkan Al-Qur’an, maka turunlah rahmat Allah.” (HR at-Thabrani dan Ibnu Abi Syaibah dari Mujahid).

مَنْ قَرَأَ الْقُرْأٓنَ ثُمَّ دَعَا، أَمَّنَ عَلَى دُعَائِهِ اَرْبَعَةُ اَلَافِ مَلِكٍ

“Barang siapa telah membaca Al-Qur’an (khatam) kemudian dia berdoa, maka ada 4 ribu malaikat yang mengaminkan doanya.” (HR ad-Darimy).

اِذَا خَتَمَ الْعَبْدُ الْقُرْأٓنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سِتُّوْنَ اَلْفِ مَلِكٍ

“Apabila seorang hamba telah mengkhatamkan Al-Qur’an, maka akan hadir 60.000 malaikat yang membacakan istighfar untuknya saat khatam Al-Qur’an tersebut.” (HR ad-Dailamy).

                Di momentum bulan Ramadhan yang mulia ini, perlu kita tanamkan niat dan tekad untuk meraih kemuliaan Al-Qur’an dengan membacanya, mentadaburrinya, memahaminya, mengamalkannya, mengajarkannya dan mendakwahkannya. Semoga upaya reka mesra kita dengan Al-Qur’an mengantarkan hidup kita berkah, manfaat, hasanah di dunia dan akhirat kelak, bertemua dengan Sang Maha Pencinta Allah swt. H. Suratno (Ketua IKADI Kab. Madiun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses