Allah SWT berfirman: ”Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, niscaya ia akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.” (QS Shaad [38]: 26). Ayat ini mengandung perintah kepada kita untuk mengekang hawa nafsu. Allah SWT menyuruh agar kita senantiasa mengikuti perintah-Nya dan jangan mengikuti perintah hawa nafsu yang akan merugikan dan menghancurkan kehidupan kita. Hawa nafsu mengandung pengertian kecenderungan hati kepada hal-hal yang disukai dan dicintai yang tidak ada kaitannya dengan urusan akhirat, seperti perkara yang melalaikan, menggiurkan, melenakan, takabur, riya, sombong, kemaruk pangkat dan kekuasaan, cinta dunia, suka berkata kasar, makan berlebihan, mengumbar syahwat, dan sifat-sifat tercela lainnya.
Lawannya, mengekang hawa nafsu, berarti menjauhi perintahnya yang keji dan jahat. Sebab, secara alamiah nafsu memang memiliki sifat senantiasa menyuruh manusia untuk melakukan perbuatan keji dan jahat. Firman Allah, ”Sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan.” (QS Yusuf [12]: 53).
Sebagai seorang beriman janganlah kita menuruti kemauan hawa nafsu, sebab nafsu senantiasa mencegah kita menikmati rasa ibadah, menjauhkan kita dari Tuhan, dan menghalangi kita melihat keagungan dan kebesaran-Nya. Jika hal-hal sedemikian telah terjadi, maka itu tandanya hati kita sudah mati dan tidak akan dapat menerima wasiat dan nasihat lagi.
Jika seseorang mengikuti hawa nafsunya, maka sungguh dia telah tertipu dan rugi di dunia dan akhirat. Kerugian di dunia jelas, sebab orang di sekeliling tentu akan membenci dan memencilkannya dari pergaulan. Kerugian di akhirat lebih jelas, sebagaimana tertera dalam firman-Nya, ”Adapun orang yang durhaka dan lebih mementingkan kehidupan dunia, maka sesungguhnya neraka itulah tempat tinggalnya. Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah tempat tinggalnya.” (QS An-Nazi’aat [79]: 37-41).
Dalam pertarungan melawan hawa nafsu, manusia dapat dibagi kepada tiga kategori. Pertama, mereka yang telah dikalahkan oleh hawa nafsunya sehingga musnahlah kehidupannya. Kedua, mereka yang kadang-kadang dikalahkan oleh hawa nafsunya, tetapi sewaktu-waktu mereka juga berhasil mengalahkannya. Ketiga, mereka yang telah berhasil mengalahkan hawa nafsunya seperti nabi, rasul, dan sebagian wali Allah. Golongan yang ketiga ini telah melaksanakan apa yang difirmankan Allah dalam QS An-Nazi’aat ayat 40-41.
Allah juga mengingatkan kita akan kerusakan akibat mengikuti hawa nafsu. Firman-Nya, ”Kalau sekiranya kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, niscaya binasalah langit dan bumi dan apa-apa yang ada di dalamnya.” (QS Al-Mukminun [23]: 71). Artinya, jika semua manusia mengikuti kehendak hawa nafsunya saja sudah tentu alam semesta ini akan hancur dibuatnya. Wallahu a’lam bish shawab.
Puasa Melepaskan Jerat Nafsu
Puasa sangat besar pengaruhnya dalam mensucikan jiwa dan mendidik akhlak serta memberikan kesehatan pada badan. Dan di antara manfaat puasa adalah melatih dan membiasakan jiwa untuk sabar, menahan dirinya untuk meninggalkan sesuatu yang biasa dilakukan, meninggalkan syahwat yang dia inginkan. Dengan puasa akan dapat menghentikan dan mengalahkan hawa nafsunya yang selalu menyeru kepada kejelekan.
Seorang yang berpuasa akan bisa menahan diri dari syahwatnya untuk membantu dia dalam mencari puncak kebahagiaan dan menerima sesuatu yang bisa membersihkan dirinya (berupa kebaikan) yang dengan itu akan menentukan dia di kehidupannya yang abadi nanti. Maka semakin sempitlah jalan-jalan setan dengan semakin sedikitnya porsi makan dan minum. Jiwanya akan diingatkan dengan keadaan orang-orang yang lapar dari kalangan orang orang miskin. meninggalkan sesuatu yang dia sukai dari hal-hal yang membatalkan puasa karena cintanya kepada Rabbul ‘Alamin. Dan inilah rahasia antara seorang hamba dan sesembahannya, itulah hakikat dari puasa dan tujuannya.
Dan di antara manfaat berpuasa adalah dapat membuat hati manusia menjadi luluh dan mudah untuk mengingat Allah, sehingga Allah akan memudahkan pula baginya untuk menempuh jalan-jalan ketaatan.
Ketika gejolak bara nafsu sudah bisa dikuasai berarti hati dengan semangat taqwanya akan semakin mudah tumbuh menguat sekaligus mengangkat derajatnya sebagai hamba Allah. Maha benar Allah bila kemudian memberikan jaminan bahwa puasa itu sarana kuat untuk menggembleng pribadi yang bertakwa sebagaimana dalam ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, ( QS. Al-Baqarah )