Sedekah Yang Utama

  • Sumo

Salah seorang sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama? Beliau berkata: “Engkau bersedekah dalam keadaan sehat, bersemangat dan mengharapkan tetap ada (pada dirimu), serta khawatir mengalami kekurangan, dan engkau tidak menunda hingga setelah nyawa telah sampai di tenggorokan engkau mengatakan; untuk Fulan sekian dan untuk Fulan sekian. Dan sungguh harta tersebut telah menjadi milik Fulan.” (HR. Abu Dawud)

Dalam Al-Quran, Allah SWT juga berfirman, ”Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian cintai. Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92).

Setiap manusia memiliki kecenderungan mencintai harta benda. Karena cinta inilah, mereka lalu berusaha mempertahankannya selama mungkin, bahkan kalau perlu, berusaha menambahnya terus-menerus. Namun, mencintai harta tidak selamanya dapat membuat orang bahagia. Tak jarang, harta justru membuatnya tidak tenang dan resah. Karena itulah, sedekah yang Nabi SAW anjurkan sebetulnya, selain untuk mendapatkan pahala di sisi Allah SWT, juga untuk membuat manusia itu tenang dan tenteram.

Kondisi sehat dan cinta terhadap harta, bisa menjadi penghambat seseorang untuk mengeluarkan sedekahnya. Padahal, menurut Nabi SAW justru pada saat-saat itulah, sedekah memiliki nilai yang utama di sisi Allah SWT. Pertama, kondisi sehat pada hakikatnya adalah nikmat dan karunia yang Allah SWT berikan kepada manusia. Karena itu, manusia mesti mensyukurinya dalam bentuk amaliah bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Seorang yang mensyukuri karunia sehat, akan menyadari kondisi sehat itu sebetulnya adalah kesempatan untuk berbuat baik.

Kedua, karunia sehat juga sekaligus menjadi ujian berat manusia. Karena terkadang, dalam keadaan ini, manusia sering lalai berbuat kebaikan. Sedekah pada saat-saat ini terasa begitu berat, karena selain keinginan untuk menikmatinya di kala sehat, ada keinginan kuat agar harta itu jangan dulu diberikan kepada orang lain. Dalam arti lain, menunda hingga waktu tertentu. Padahal, salah satu akhlak mulia Nabi SAW dalam masalah sedekah adalah mempercepat dalam memberikan sedekah itu. Pernah suatu ketika, Nabi SAW mempercepat shalatnya hingga membuat para sahabatnya bertanya-tanya. Setelah ditanya, beliau menjawab, ”Ketika shalat, aku teringat ada harta bendaku yang belum aku sedekahkan.” (HR Bukhari).

Harta bukan untuk ditumpuk, kemudian dinikmati sendiri. Ada kewajiban yang mesti dilakukan terhadap harta itu, agar harta yang diberikan Allah tidak sia-sia. Yakni, bisa menjadi bekal hidup, baik dunia maupun di akhirat. Keseimbangan dalam mengelola harta itulah yang ditekankan Rasulullah SAW. Harta memang miliknya, tapi di dalamnya juga ada milik orang lain yang mesti diberikan. Inilah yang terkadang berat dilakukan, karena menganggap harta benda yang dimiliki adalah hasil kerja keras yang harus dinikmati sendiri. Padahal, dalam harta seseorang sejatinya ada campur tangan dari Allah SWT. Karena itu, harta mesti dikelola sesuai dengan petunjuk Allah juga.

Rugi besar orang yang sudah dalam kesulitan tapi tidak bersedekah apalagi yang kaya…apalagi dia konglomerat. Masa depan suram bagi yang mampu tapi bergaya tidak mampu dengan tidak bersedekah. Tidak ada keuntungan bagi yang bergaya miskin dengan hanya  menumpuk harta kekayaan tanpa infak dan shadaqah. Perhatikanlah peringatan dari Allah Sang Pemilik seluruh harta manusia dalam QS Ali Imran: 180: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Selamat dan sukseslah bagi anda yang tidak dikuasai oleh kebakhilan diri  sebagaimana firman Allah dalam surah Al Hasyr ayat 9: “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung “

Surga menunggu anda saudaraku yang hobi bershodaqoh. “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS Ali ‘Imran: 133-134)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.